Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam kini menghadapi tantangan internal untuk mengamandemen Rancangan Undang-Undang Ekstradisi. Situasi ini menambah tekanan baru bagi Lam yang telah memeroleh penolakan dari warga dan dunia internasional.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
HONG KONG, JUMAT - Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam kini menghadapi tantangan internal untuk mengamandemen Rancangan Undang-Undang Ekstradisi. Situasi ini menambah tekanan baru bagi Lam yang telah memeroleh penolakan dari warga dan dunia internasional.
Anggota Dewan Eksekutif Hong Kong Bernard Chan mengatakan, upaya untuk mendorong RUU Ekstradisi agar segera diresmikan Dewan Legislatif Hong Kong sekarang menjadi langkah yang mustahil. Hal ini karena terlalu banyak konflik bermunculan dari berbagai sisi.
“Ini sangat sulit. Setidaknya yang bisa kami lakukan adalah tidak mengeskalasi pertentangan,” kata Chan, kepada Radio RTHK di Hong Kong, Jumat (14/6/2019).
Chan merupakan anggota Dewan Eksekutif—setara kabinet—yang menjadi penasihat utama Lam selama dua tahun terakhir. Komentar Chan merupakan indikasi awal bahwa pendukung RUU Ekstradisi mulai berubah pikiran karena penolakan besar-besaran publik selama hampir sepekan terakhir.
Tidak lama setelah pernyataan Chan keluar, anggota parlemen Hong Kong Michael Tien menyampaikan hal yang serupa. Lam dinilai perlu menunda pengesahan RUU Ekstradisi. Penundaan merupakan hal yang wajar yang akan dilakukan pemimpin manapun karena adanya perubahan situasi.
“Tidak ada kata terlambat. Lam akan mendapat poin tambahan, bukannya kehilangan poin,” kata Tien yang merupakan politisi pro-Beijing.
Selain Chan dan Tien, sebanyak 22 mantan pejabat pemerintah dan anggota Dewan Legislatif menandatangani pernyataan untuk meminta Lam menuruti permintaan publik dan menarik RUU itu untuk dikaji lebih jauh.
Salah satu pejabat yang ikut menandatangani pernyataan itu, Peter Lai Hing-ling, menyampaikan, sudah saatnya Hong Kong kembali damai. Lai meminta agar seluruh pihak menenangkan diri sebelum melanjutkan diskusi mengenai isu kontroversial tersebut.
Namun, Lam hingga kini belum memberi komentar baru mengenai perkembangan RUU tersebut sejak Rabu (12/6/2019). Pada hari itu, aksi protes kembali ricuh sehingga Lam meminta kepada publik untuk menjaga ketertiban.
Kondisi Hong Kong berangsur normal pada Jumat (14/6/2019) pasca aksi protes warga yang dilakukan sejak Minggu (10/6/2019) hingga Kamis (13/6/3019). Mereka menolak RUU Ekstradisi yang akan membuat Hong Kong dapat mengekstradisi warganya ke berbagai negara, termasuk China.
Warga khawatir tidak akan memeroleh perlakuan hukum yang adil karena China menganut sistem peradilan yang berbeda. China, sebagai negara induk dari Hong Kong, dinilai tidak mengedepankan kebebasan berpendapat dan penghormatan hak asasi manusia (HAM).
Aksi protes yang digelar pada Minggu tercatat sebagai protes terbesar di Hong Kong sejak 1997. Aksi protes itu dihadiri lebih dari 1 juta warga.
Sedangkan, aksi protes yang dilakukan pada Rabu menjadi aksi demonstrasi paling ricuh dalam sejarah Hongkong sejak 1997. Pemerintah menyatakan, 81 orang terluka dalam demonstrasi tersebut.
Lanjutkan protes
Para penyelenggara aksi protes kembali mengajak warga untuk melakukan aksi protes pada Minggu (16/6/2019). Para pendemo juga telah mengajukan izin untuk berkumpul pada keesokan harinya, Senin (17/6/2019). Pada Senin, para anggota legislatif kemungkinan akan kembali mendiskusikan RUU itu setelah batal pada Rabu ini.
Konfederasi Serikat Pekerja dan Serikat Guru Profesional juga menyerukan pemogokan di seluruh kota. Adapun aksi penolakan terhadap RUU juga dilakukan oleh beragam lapisan masyarakat, seperti kelompok pengusaha, pengacara, pelajar, wiraswasta, tokoh pendukung demokrasi, dan kelompok agama.
Sejumlah pemimpin negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa, juga menyoroti aksi protes warga Hong Kong. Mereka meminta agar Hong Kong mendengarkan permintaan warganya.
Juru Bicara Kementerian China Geng Shuang mengatakan, masalah Hong Kong merupakan urusan internal China dan tidak ada orang luar yang berhak untuk mengintervensi. “Plot yang memicu kekacauan dan merusak Hong Kong akan dilawan oleh seluruh rakyat China, termasuk rekan di Hong Kong,” tuturnya. (AFP/Reuters)