Enam Kecamatan Sulit Diakses, Distribusi Bantuan Terhambat
Banjir yang merendam empat kabupaten di Sulawesi Tenggara menyebabkan sejumlah kecamatan sulit diakses, bahkan beberapa desa masih terisolasi. Akses transportasi di enam kecamatan terputus sehingga menghambat jalur distribusi logistik dan bantuan.
Oleh
Saiful Rijal Yunus
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Banjir yang merendam empat kabupaten di Sulawesi Tenggara menyebabkan sejumlah kecamatan sulit diakses, bahkan beberapa desa masih terisolasi. Akses transportasi di enam kecamatan terputus sehingga menghambat jalur distribusi logistik dan bantuan.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sultra, empat kecamatan di Kabupaten Konawe sampai Jumat (14/6/2019) siang masih sulit diakses lewat jalur darat. Keempat kecamatan itu adalah Langgikima, Wiwirano, Landawe, dan Oheo. Sementara dua kecamatan di Kabupaten Konawe yang aksesnya juga terputus adalah Asinua dan Latoma.
Kepala BPBD Sultra Boy Ihwansyah mengatakan, sejumlah kecamatan ini belum bisa dilalui karena akses jalan darat terputus. Selain jembatan putus, sejumlah ruas jalan juga tertutup air dengan ketinggian hingga 2 meter.
”Di Konawe Utara, Jembatan Sampara putus dan tidak bisa dilalui. Kami sudah mencoba menyeberang menggunakan perahu, tetapi arus terlalu deras. Untuk sementara kami drop bantuan lewat udara,” ucap Boy, Jumat (14/6/2019), di Kendari, Sultra.
Akses yang terputus, lanjutnya, menyebabkan pengiriman logistik dan bantuan tidak bisa maksimal. Di Kabupaten Konawe Utara, dari tujuh perahu karet yang dimiliki, baru tiga yang terpakai. Pengiriman bantuan juga diusahakan lewat jalur laut.
Di Kabupaten Konawe Utara, dari tujuh perahu karet yang dimiliki, baru tiga yang terpakai. Pengiriman bantuan juga diusahakan lewat jalur laut.
Sejauh ini, Boy menambahkan, ketinggian air di beberapa lokasi terus bertambah. Hujan deras di hulu menyebabkan genangan air meningkat. Ia terus meminta semua pihak waspada dan segera bergabung di posko pengungsian.
Lebih dari seminggu, banjir yang merendam empat kabupaten belum menunjukkan tanda-tanda surut. Sedikitnya 10.000 keluarga terdampak banjir, yang sebagian di antaranya telah mengungsi. Sebagian besar lainnya memilih bertahan di rumah karena khawatir keselamatan barang-barangnya.
Banjir merendam 41 kecamatan dan 181 desa/kelurahan di Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur. Wilayah yang paling luas terdampak adalah Kabupaten Konawe dengan jumlah wilayah terdampak sebanyak 20 kecamatan.
Di Kabupaten Konawe, akses jalan masih banyak yang terputus. Jalur Trans-Sulawesi yang menghubungkan Konawe dan Kolaka Timur sulit diakses di beberapa bagian. Sejumlah jalur baru dibuka warga agar kendaraan tetap melintas. Warga juga menyediakan sarana penyeberangan menggunakan rakit dengan membayar sejumlah uang. Ketinggian air terlihat hingga mencapai atap rumah warga.
Leni (40), warga Desa Lalodangge, Pondidaha, menceritakan, baru kali ini dirinya mengungsi sekitar 2 kilometer dari rumahnya. Sebab, ketinggian air di desanya mencapai atap rumah.
”Banjir tidak pernah melewati pinggang selama saya lahir. Sekarang sudah sampai atap rumah. Ini yang paling parah,” ucap ibu tiga anak ini. Bersama sekitar 1.000 warga dari sejumlah desa, ia menginap di posko pengungsian empat hari terakhir.
Direktur Eksekutif Walhi Sultra Saharuddin mengingatkan, bencana banjir ini terjadi karena semakin rusaknya wilayah hulu akibat pembukaan hutan. Ribuan hektar lahan hutan dibuka untuk kawasan industri dan tambang serta perkebunan skala besar.
Selama ini, lanjut Saharuddin, pemerintah dengan gampang mengeluarkan izin tanpa melihat daya dukung lingkungan. Akibatnya, saat hujan tiba, air dengan gampang turun karena tidak ada penahan ataupun resapan.
”Kondisi DAS (daerah aliran sungai) juga kritis karena sedimentasi dan lumpur. Di Sultra ini padahal kehidupan ada di pesisir. Kerusakan akibat industri skala besar membuat kehidupan warga terancam,” ujarnya.
Untuk itu, ia menambahkan, pemerintah harus menganalisis ulang semua izin perusahaan yang selama ini dikeluarkan. Analisis dampak lingkungan dan kajian lingkungan hidup strategis benar-benar dijadikan pegangan.