Jaga Hutan Penyangga Kawasan untuk Cegah Konflik Satwa
Habitat terakhir harimau sumatera harus dijaga untuk menyelamatkan satwa itu dari ancaman kepunahan. Konflik satwa dengan masyarakat desa penyangga kini terjadi di dua habitat di Sumatera Utara, yakni Suaka Margasatwa Barumun di Kabupaten Padang Lawas dan Taman Nasional Gunung Leuser di Langkat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
PADANG LAWAS, KOMPAS — Habitat terakhir harimau sumatera harus dijaga untuk menyelamatkan satwa tersebut dari ancaman kepunahan. Konflik satwa dengan masyarakat desa penyangga kini terjadi di dua habitat di Sumatera Utara, yakni Suaka Margasatwa Barumun di Kabupaten Padang Lawas dan Taman Nasional Gunung Leuser di Langkat.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Barumun Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut Darmawan, Jumat (14/6/2019), mengatakan, mereka telah menggelar pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas untuk menyelesaikan konflik harimau dengan masyarakat.
Konflik antara harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan masyarakat di Suaka Margasatwa (SM) Barumun terjadi selama satu bulan terakhir ini. Konflik itu terjadi setelah seorang petani, Abu Sali Hasibuan (61), tewas diterkam harimau saat menyadap karet di kebunnya di Desa Siraisan, Kecamatan Ulu Barumun, Kamis, 16 Mei.
Beberapa hari kemudian warga desa lainnya, Faisal Hendri Hasibuan (48), diterkam harimau saat duduk santai di depan rumahnya di Desa Pagaran Bira Jae, Kecamatan Sosopan, Padang Lawas. Faisal selamat, tetapi mengalami luka parah.
Darmawan mengatakan, selama tiga pekan hampir tidak ada warga yang berani pergi ke ladang. Konflik satwa tersebut pun ditetapkan menjadi bencana daerah karena aktivitas ekonomi warga lumpuh. Pemerintah memberikan bantuan 28,5 ton beras kepada masyarakat.
Menurut Darmawan, sebagai solusi jangka panjang, BBKSDA Sumut dan Pemkab Padang Lawas berkomitmen menjaga ekosistem SM Barumun. Dari total areal sekitar 40.330 hektar luasan SM Barumun, sebanyak 2.900 hektar menjadi lahan terbuka yang dialihfungsikan menjadi kebun. Kawasan penyangga yang berbatasan langsung dengan SM Barumun pun kini sudah banyak yang menjadi kebun.
Konflik di TNGL
Konflik harimau sumatera dengan masyarakat juga terjadi di Desa Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, yang merupakan desa penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
”Dua sapi tewas dimangsa harimau dalam tiga pekan belakangan ini,” kata Sudiro dari Humas Balai Besar TNGL.
Menurut Sudiro, salah satu pemicu konflik satwa adalah tidak adanya areal penyangga antara TNGL dan perkebunan sawit. Di Langkat, TNGL berbatasan langsung dengan kebun.
Salah satu pemicu konflik satwa adalah tidak adanya areal penyangga antara TNGL dan perkebunan sawit. Di Langkat, TNGL berbatasan langsung dengan kebun.
Saat ini tidak ada hutan penyangga. Akhirnya, harimau dan satwa lain sering masuk ke kebun yang sebenarnya adalah areal jelajah satwa.
Sudiro menyebutkan, sapi tersebut dimangsa harimau saat digembalakan di kebun sawit yang berbatasan langsung dengan TNGL. Sapi tersebut hanya berjarak sekitar 100 meter dari batas TNGL. Sapi-sapi di kawasan itu biasanya dibiarkan lepas dan bermalam di kebun.
Selain kerusakan habitat, kata Sudiro, ancaman yang dihadapi harimau sumatera di TNGL adalah perburuan. Petugas sering menemukan jerat kawat saat berpatroli di kawasan TNGL.
Untuk mengurangi konflik satwa, Sudiro mengimbau warga mengamankan sapi di kandang yang dikelilingi kawat berduri. Dengan demikian, hewan peliharaan itu akan aman dari ancaman terkaman harimau.