JAKARTA, KOMPAS - Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengajukan memori banding terhadap putusan untuk terdakwa Karen Agustiawan yang merupakan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero). Sementara pihak Karen belum memasukkan memori banding tersebut.
Penasihat hukum Karen, Soesilo Aribowo, Kamis (13/6/2019), di Jakarta, mengungkapkan, pihaknya belum menyerahkan memori banding. Dalam tenggat waktu sebelum seminggu, memori banding tersebut akan segera diserahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk dikirim ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
”Saat persidangan, kami juga sudah menyatakan untuk banding. Jadi tentu memori banding tersebut akan diberikan sebelum berakhir batas waktu,” ujar Soesilo.
Vonis terhadap Karen dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (10/6/2019). Karen divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Putusan itu tidak bulat, satu hakim mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Atas vonis ini, majelis hakim memberikan waktu sepekan setelah pembacaan putusan untuk mengajukan banding apabila terdakwa keberatan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri membenarkan pihaknya melalui jaksa di Kejari Jakarta Pusat telah menyerahkan memori banding pada Rabu (12/6/2019). Penyerahan dilakukan langsung ketua tim penuntut umum, yakni Tumpal M Pakpahan, di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Upaya hukum banding ditempuh karena putusan hakim tidak mencapai 2/3 dari tuntutan yang diajukan.
Jaksa menuntut Karen dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut pembayaran uang pengganti senilai Rp 284 miliar subsider 5 tahun kurungan.
”Bahkan uang pengganti juga tidak masuk dalam putusan,” ujar Mukri.Karen dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan dihukum delapan tahun penjara. Namun, majelis hakim tidak menghukum Karen membayar uang pengganti karena hakim berpandangan tidak ada uang yang mengalir atau dinikmati Karen dari proyek tersebut.
Meski demikian, dalam pertimbangannya, hakim menilai Karen memperkaya korporasi, yaitu ROC Oil Company Limited. Karen juga dinilai melanggar prosedur investasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya.
Ia dan sejumlah jajaran direksi Pertamina melakukan akuisisi pembelian di Blok Basker Manta Gummy tanpa mendapat persetujuan Dewan Komisaris. Belakangan, PT Pertamina merugi karena kewajiban pembayaran operasional ke ROC Ltd pada 2009-2012 bertambah mencapai 35.189.996 dollar Australia.