Kasus Penularan Lintas Batas Pertama, Dua Warga Uganda Meninggal
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
KAMPALA, JUMAT — Kementerian Kesehatan Uganda, Kamis (13/6/2019), menyatakan, orang kedua yang terinfeksi virus ebola di Uganda meninggal setelah sebuah keluarga yang terpapar virus ebola diam-diam melintasi perbatasan dari Republik Demokratik Kongo.
Kasus ebola lintas batas yang pertama ini telah mendorong komite ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk berkumpul pada Jumat (14/6/2019) untuk membahas apakah perlu menyatakan status kedaruratan kesehatan global. Status darurat seperti ini biasanya menarik perhatian dan lembaga donor.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Uganda, Emmanuel Ainebyoona, mengonfirmasi kematian seorang perempuan berusia 50 tahun karena infeksi virus ebola. Cucu perempuan tersebut, yang berusia lima tahun, merupakan korban meninggal pertama akibat ebola di Uganda, Rabu (12/6/2019). Adik laki-laki bocah ini, yang berusia tiga tahun, juga terinfeksi.
Menteri Kesehatan Uganda Jane Ruth Aceng mengumumkan, dengan demikian telah ada tiga kasus positif ebola di Uganda sejak wabah ebola merebak di Kongo pada Agustus 2018. Ketiga kasus ini berasal dari satu keluarga besar beranggotakan enam orang, yang empat di antaranya adalah anak-anak. Anggota keluarga yang masih ada kini dikarantina di Bwera, kota di perbatasan Uganda-Kongo.
Sejauh ini tidak ada pengobatan yang direkomendasikan untuk mengatasi serangan virus ebola yang bisa menyebar cepat melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi tersebut. Ketika virus ebola menginfeksi seseorang, 90 persen kasus berakhir dengan kematian.
Sejak wabah ebola terjadi di timur Kongo pada Agustus 2018, sebanyak 2.062 orang telah terinfeksi dan 1.390 di antaranya meninggal. Wilayah timur Kongo merupakan salah satu daerah paling bergolak di dunia. Serangan pemberontak dan kelompok masyarakat yang menentang pemerintah telah menghambat pengendalian ebola.
Selama berbulan-bulan, para pejabat khawatir virus ebola dari Kongo akan melintasi perbatasan yang dilalui banyak orang. Petugas medis telah menapis jutaan orang yang mengalami demam dan gejala-gejala lainnya. Uganda, Rwanda, dan Sudan Selatan telah mempersiapkan diri seandainya kasus ebola muncul di negara masing-masing.
Kasus ebola lintas batas yang pertama ini mendorong komite ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berkumpul untuk membahas apakah perlu menyatakan status kedaruratan kesehatan global.
Kasus keluarga yang diam-diam melintasi perbatasan Kongo dan masuk ke Uganda ini menunjukkan betapa melacak semua kasus penyakit ebola tidak mudah dilakukan. Organisasi Dokter Lintas Batas (MSF) pada bulan lalu menyatakan, sepertiga kasus baru ebola positif memiliki riwayat kontak langsung dengan pasien ebola sebelumnya.
Penularan lintas batas
Keluarga yang terinfeksi ebola itu awalnya melintasi perbatasan dari Uganda ke Kongo untuk menjenguk kakek mereka yang sedang sakit. Menurut WHO, si kakek tersebut pun akhirnya meninggal karena ebola. Semua yang datang melayat diyakini juga terinfeksi belakangan.
Dalam perjalanan pulang dari Kongo ke Uganda, beberapa anak lainnya turut bersama keluarga itu. Mereka dihentikan di perbatasan. Banyak anggota kelompok yang bepergian bersama itu telah menunjukkan gejala ebola.
Sementara menunggu dikirim ke unit perawatan ebola, enam anggota keluarga melarikan diri dan melintasi perbatasan Uganda dengan berjalan kaki.
Pemerintah kedua negara, Kongo dan Uganda, kini berjanji memperketat pengamanan perbatasan. Lima anggota keluarga yang masih ditahan telah menjalani tes dan positif terinfeksi ebola. Sekitar 50 orang yang pernah kontak dengan keluarga itu kini sedang ditelusuri di Uganda.
Direktur Nasional Pelayanan Kesehatan Uganda Henry Mwebesa menyebutkan, tim kesehatan di Uganda ”tidak panik”. Menurut dia, tim kesehatan di Uganda telah memiliki pengalaman menghadapi wabah ebola sebelumnya.
Henry menegaskan, wabah ebola kali ini ”tidak akan meluas” di luar satu keluarga yang ada sekarang.
Untuk pertama kali vaksin ebola yang masih dalam uji coba telah dipakai luas dan menunjukkan hasil yang efektif. Lebih dari 132.000 warga Kongo telah menerima vaksin tersebut.
Uganda sebenarnya lebih stabil dibandingkan dengan wilayah timur Kongo. Sebanyak hampir 4.700 tenaga kesehatan di Uganda sudah divaksin. WHO mengirimkan 3.500 dosis vaksin lagi pada minggu ini untuk tenaga kesehatan dan mereka yang memiliki riwayat kontak dengan pasien ebola. (AP/AFP/REUTERS)