Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menyampaikan perkembangan penyelidikan kerusuhan 21-22 Mei yang menimbulkan sembilan korban meninggal.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Agus Salim (49), ayah dari korban meninggal Muhammad Raihan Fajari (15), warga Petamburan, Jakarta Barat, mengatakan, anaknya bukan perusuh. Anaknya sedang kerja bakti di Masjid Al Istiqamah pada 22 Mei 2019 sekitar pukul 02.00. Raihan bersama teman-temannya keluar ke Jalan KS Tubun karena mendengar ada kerusuhan.
”Anak saya dan teman-temannya mau pulang karena melihat situasi tidak kondusif. Pada saat mereka mau pulang, anak saya tertembak,” kata Agus saat ditemui di rumahnya, Kamis (13/6/2019).
Menurut Agus, ada luka di bawah alis sebelah kiri, namun dia tidak melihat ada luka lainnya. Setelah tertembak, Raihan masih bernapas namun tidak sadar. Raihan kemudian digotong ke Masjid Al Barokah. Dari masjid tersebut Raihan dilarikan ke RS Mintohardjo, namun akhirnya meninggal.
”Lukanya berbentuk titik. Jenazahnya dibawa ke RS Polri Kramatjati untuk diotopsi. Sampai sekarang saya belum menanyakan hasil otopsi. Saya sudah ikhlas memang takdirnya begitu,” ujarnya.
Agus menuturkan, dia bersyukur apabila kasus kematian anaknya terungkap. Seandainya tidak terungkap, Agus mengikhlaskan kematian anaknya. Agus menyerahkan penyelidikan kematian anaknya kepada aparat. Sikapnya itu bukan karena mendapat tekanan dari siapa pun.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menyampaikan perkembangan penyelidikan kerusuhan 21-22 Mei yang menimbulkan sembilan korban meninggal. Tito menyampaikan hal tersebut seusai apel konsolidasi Operasi Ketupat 2019 dan apel persiapan pengamanan sidang perselisihan hasil pemilihan umum di lapangan Monas, Kamis (13/6/2019).
Menurut Tito, ada dua tim yang sedang melakukan pendalaman. Pertama, apakah dari 447 orang yang ditahan ada yang mengoordinasi. Tim ini juga menyelesaikan pemberkasan kasus untuk diserahkan ke kejaksaan.
Tim kedua melakukan investigasi korban yang ada dari pihak aparat ataupun masyarakat. Apakah mereka perusuh atau masyarakat biasa. Tim ini bekerja paralel dengan Komnas HAM. Rapat sudah digelar untuk rekonsiliasi data apakah data yang dimiliki Polri juga dimiliki Komnas HAM dan sebaliknya. Hasil tim investigasi Polri dan Komnas HAM akan diumumkan apa pun hasilnya.
Tito mengatakan, korban ada yang meninggal karena kekerasan tumpul. Artinya, bisa kena batu oleh perusuh yang lain bisa juga kena pukulan petugas. Perusuh tidak dari satu kelompok dari daerah-daerah. Mereka tidak kenal satu sama lain. Selain itu, ada korban yang mengalami luka tembak.
”Saat ini belum bisa disimpulkan karena masih dalam penelitian tim karena harus uji balistik sejumlah senjata di TKP. Kalau (peluru) keluar dari senjata anggota akan kami lakukan penyelidikan, apakah membela diri atau tindakan berlebihan. Bisa jadi pelakunya pihak ketiga,” ucap Tito.
Tito menjelaskan, lebih sulit membuktikan luka tembak jika proyektil tidak ditemukan. Kecuali ada video atau foto yang menunjukkan tembakan berasal dari mana. Itu pun tidak bisa dibedakan apakah peluru karet atau peluru tajam. Adapun proyektil yang ditemukan ada dua, yaitu kaliber 5,56 mm dan 9 mm. Dari dua proyektil tersebut bisa ditelusuri siapa yang melakukan penembakan.