Kerinduan Para Juara
Pertarungan untuk memperebutkan status tim terbaik di Amerika Selatan kembali bergulir. Kekuatan-kekuatan lama akan berupaya merebut dominasi Chile dalam dua edisi terakhir.
SAO PAOLO, KAMIS – Turnamen sepakbola internasional tertua di dunia, Copa America, akan kembali bergulir di Brasil pada 14 Juni-7 Juli 2019. Pada edisi ke-46 ini, para kampiun di Amerika Selatan seperti Brasil, Argentina, dan Uruguay akan bertarung untuk melepas kerinduan mengangkat trofi yang telah lama tidak tersentuh.
Brasil sudah delapan kali juara turnamen ini, terakhir kali tahun 2007. Pengalaman pahit mereka dapatkan pada Copa America Centenario 2016 di Amerika Serikat. Brasil bahkan tidak lolos fase penyisihan grup setelah bertarung dengan Peru, Ekuador, dan Haiti.
Tidak ada gelar juara pada kejuaraan utama lainnya yang mereka raih sejak tahun 2007, selain dua gelar juara Piala Konfederasi pada 2009 dan 2013. Dengan hadirnya Tite sebagai pelatih yang menggantikan Dunga pada tahun 2016, Brasil mulai bangkit di ajang kualifikasi Piala Dunia Rusia 2018.
Setiba di Rusia, Brasil hanya sampai pada babak perempat final. Kegagalan itu membuat Copa America kali ini menjadi target utama Selecao untuk mengembalikan indentitas mereka sebagai tim Amerika Selatan yang kaya akan talenta dan kemampuan uniknya.
Copa America tahun ini juga bisa menjadi spesial bagi Brasil, untuk mengenang satu abad keberhasilan mereka menjuarai turnamen itu untuk pertama kalinya. Pada tahun 1919, ketika meraih trofi pertamanya itu, Brasil juga menjadi tuan rumah. Kini, Brasil kembali lagi menjadi tuan rumah setelah menanti 30 tahun. Mereka berharap bisa mengulang memori indah tahun 1919 itu di Stadion Maracana, yang akan menjadi arena laga final.
Tanpa Neymar Jr
Tahun ini Brasil memang tidak akan menyertakan bintang mereka, Neymar Junior, yang masih mengalami cedera pada pergelangan kaki kanannya. Namun, dilihat dari dua kemenangan mereka atas Qatar dan Honduras, Brasil tidak perlu cemas lagi. Tanpa Neymar, Brasil bisa mengalahkan Qatar 2-0 dan Honduras 7-0.
”Kami dalam kondisi terbaik dan sangat percaya diri karena penampilan kami dalam dua laga persahabatan itu,” ujar striker Brasil Gabriel Jesus.
Brasil harus waspada. Masih ada Argentina yang sudah lebih banyak menjuarai Copa America dari pada mereka. Kerinduan Argentina jauh lebih besar karena mereka terakhir kali menjadi juara tahun 1993 di Ekuador. Ancaman Argentina jelas sudah nyata karena pada dua edisi terakhir, tahun 2015 dan 2016, Argentina juga selalu menjadi runner up.
Copa America merupakan pertaruhan besar bagi bintang Argentina, Lionel Messi, yang berlomba dengan waktu untuk mempersembahkan trofi bagi negaranya. Di level klub, Barcelona, Messi sudah kenyang dengan trofi. Namun di level internasional, Messi baru sekali merasakan gelar juara bersama Argentina, yaitu saat meraih medali emas Olimpiade 2008.
Saat dikalahkan Chile pada final Copa America 2016, Messi sebenarnya sudah menyerah. ”Bagi saya, (perjuangan) di tim nasional sudah selesai. Saya sudah melakukan semua yang saya bisa,” ujar Messi waktu itu.
Meski demikian, Messi masih bertahan di timnas dan kembali gagal saat mencoba keberuntungan di Piala Dunia Rusia 2018. Usianya saat ini sudah 31 tahun dan Copa America 2019 adalah kesempatan terbaik untuk mendapatkan sesuatu yang belum ia dapatkan.
”Kami memiliki pemain terbaik di dunia, kami akan mencoba membantu dia agar merasa nyaman,” kata gelandang Argentina Rodrigo De Paul.
Memori 2011
Messi tentu paham masih ada Uruguay yang akan menjadi rintangan di Brasil. Ia memiliki memori buruk dengan Uruguay pada Copa America 2011, ketika Argentina menjadi tuan rumah. Messi dan rekan-rekannya disingkirkan Uruguay pada babak perempat final melalui adu penalti. Uruguay pun melaju hingga menjadi juara.
Namun, sama seperti Brasil dan Argentina, Uruguay juga memiliki kerinduan yang sama untuk bisa kembali menjuarai Copa America. Striker Uruguay, Luis Suarez, yang juga rekan Messi di Barcelona, sudah pulih dari cedera lutut dan bisa berlaga di Brasil.
Bagi Uruguay, kali ini adalah kesempatan terbaik untuk merusak mimpi indah tuan rumah. Ketika Brasil meraih trofi pertamanya pada satu abad lalu, mereka menjadi juara setelah mengalahkan Uruguay di laga final.
Pengalaman Oscar Tabarez yang menjadi pelatih Uruguay selama 13 tahun terakhir dan mempersembahkan trofi Copa America 2011 menjadi faktor penting. Pelatih berusia 72 tahun itu telah membawa Uruguay hingga ke perempat final Piala Dunia Rusia 2018. Ia akan membawa konsistensi dan para pemain ingin melihat dia sekali lagi mengangkat trofi di Brasil.
Setidaknya peluang Brasil, Argentina, dan Uruguay lebih baik dibandingkan dengan juara bertahan Chile yang penampilannya justru sedang turun. Chile yang menjadi juara tahun 2015 dan 2016, bahkan tidak lolos ke Piala Dunia 2018.
Para pemain bintangnya seperti Arturo Vidal, Alexis Sanchez, dan Gary Medel kini sudah berusia di atas 30 tahun. Chile harus punya motivasi yang sangat tinggi untuk bisa mempertahankan gelar.
Kejutan juga bisa datang dari dua tamu undangan, yaitu Jepang dan Qatar. Keduanya terpilih karena menjadi dua tim terbaik yang berlaga di final Piala Asia 2019. Karena itu, Copa America tetap menyajikan persaingan yang terbuka, terutama bagi para mantan juara.
(AP/AFP/REUTERS/DEN)