Copa America 2019 digelar di Brasil, negara yang disebut sebagai ”rumah spiritual” sepak bola. Yang unik, nyaris tidak terlihat euforia warga Brasil menyambut turnamen sepak bola internasional tertua di dunia yang berslogan vibra o continente alias “mengguncang benua” itu.
Seperti diberitakan The National, rakyat Brasil terlihat dingin menyambut Copa America edisi ke-49 ini. Nyaris tidak ada spanduk Copa America di bandara di Rio De Janeiro hingga jalan raya di negeri itu. Tiket pertandingan turnamen itu pun sejauh ini baru terjual 65 persen.
Pemandangan ini kontras dengan kali terakhir mereka menggelar turnamen itu pada 1989. Saat itu, nyaris setiap kota besar di Brasil menggelar karnaval. Stadion pun penuh sesak karena warga Brasil antusias menyaksikan bintang mereka seperti Romario dan Bebeto berjuang di lapangan. Kemeriahan Brasil saat itu kian lengkap dengan keberhasilan tim ”Selecao” menjuarai edisi itu.
Krisis ekonomi, kegagalan beruntun Selecao, dan masalah pelik yang menjerat bintangnya, Neymar Jr, telah merampas euforia rakyat Brasil akan Copa America 2019. Negara ini belum pulih sepenuhnya dari luka menyakitkan pada Piala Dunia 2014. Saat itu, sebagai tuan rumah, harapan pendukung Brasil hancur saat diremukkan Jerman 1-7 di semifinal, dan Belanda 0-3 pada perebutan tempat ketiga.
Harapan berikutnya pada Piala Dunia Rusia 2018 ditopang oleh bintang seperti Neymar, Gabriel Jesus, Alisson Becker, dan Philippe Coutinho. Brasil yang digadang-gadang sebagai juara, tersingkir di perempat final dibekap Belgia 1-2. Api asa rakyat Brasil pun meredup sejak saat itu.
”Saya berhenti menonton Selecao. Tim itu kini dikelola barisan mata duitan. Generasi pemain saat ini tidak lebih baik dari sebelumnya. Saya memilih menonton sepak bola Eropa,” ujar Sebastiao Geraldo, fans Brasil di Rio De Janeiro, sinis seperti dikutip The National.
Masalah yang dihadapi Neymar, yang ibarat telenovela, kian merenggut kepercayaan akan Selecao. Pemain termahal dunia yang tengah didera cedera itu terjerat tuduhan pemerkosaan di Paris. Ban kapten pun hilang dari lengannya. Tanpa Neymar, Brasil dikhawatirkan kembali menjadi figuran, mengulang tragedi pada Piala Dunia 2014 lalu.
Dahaga piala
Padahal, seperti halnya Argentina dan bintangnya Lionel Messi, rakyat Brasil begitu dahaga akan piala. Telah 12 tahun mereka tidak lagi berjaya. Kali terakhir mereka mengangkat piala adalah saat menjuarai Copa America 2017 di Venezuela. Ini periode terlama puasa gelar mereka sejak era 1974-1989 yang disebut masa kemerosotan Selecao.
”Bagi kami dan para fans, tim ini butuh merasakan kembali gelar juara. Kami tidak boleh cukup bermain baik. Kami butuh gelar. Trofi sangatlah penting,” ujar Claudio Taffarel, pelatih kiper timnas Brasil yang pernah merasakan kejayaan Selecao dengan tiga trofi termasuk Piala Dunia 1994.
Terkait hal itu, Wakil Presiden Federasi Sepak Bola Brasil, Francisco Noveletto, mengeluarkan penyataan menarik. Ia yakin Brasil menjadi juara Copa America 2019 karena Neymar tidak akan tampil. Bukan rahasia, penyerang Paris Saint-Germain itu bak pisau bermata dua dengan brisan fans sekaligus pembencinya. Seperti Messi, Neymar belum pernah memenangi trofi prestisius bersama timnas.
“Saya tahu, kalian, media, selalu mencari Neymar. Tetapi, percayalah, Brasil sulit menang dengannya. Neymar tidak punya kondisi psikologis yang bagus untuk bermain di Copa America. Ia juga tampil buruk di Rusia,” ujar Noveletto dikutip Africa News.
Absennya Neymar setidaknya membuat Brasil tidak lagi mengandalkan kehebatan individu atau satu pemain. Tim itu akan tampil lebih kolektif. Toh Brasil tidak kekurangan penyerang berkualitas. Mereka masih memiliki Willian dan David Nerez, pemain yang tampil memukau bersama Ajax Amsterdam, untuk mengisi posisi Neymar.
Sejarah pun berkata, Brasil selalu juara ketika Copa America digelar di tanah mereka. Itu terjadi di 1919, 1922, 1949, dan terakhir 1989. Hanya gelar juara yang dapat membasuh luka mereka.