Mandatori B30 atau penggunaan 30 persen biodiesel dalam setiap liter solar bisa menjadi salah satu solusi mengatasi defisit neraca perdagangan minyak dan gas. Penerapannya diperkirakan mengurangi impor solar sebanyak 8 juta kiloliter sampai dengan 9 juta kiloliter per tahun.
“Nilainya setara dengan kira-kira Rp 70 triliun,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana dalam konferensi pers seusai peluncuran uji jalan B30 di Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Kemarin, pemerintah menguji coba mandatori B30 untuk kendaraan. Menurut rencana, penerapan mandatori B30 akan dimulai pada 2020.
Uji coba dilakukan terhadap 11 kendaraan yang terdiri dari 8 kendaraan berbobot di bawah 3,5 ton dan 3 kendaraan berbobot di atas 3,5 ton atau truk. Uji coba diluncurkan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Menurut Jonan, hal yang mesti diperhatikan dalam penerapan B30 adalah mesin yang diproduksi produsen otomotif harus dapat menerima solar dengan campuran 30 persen biodiesel. Selain itu, performa kendaraan yang menggunakan B30 tidak menurun atau banyak berubah.
“Uji jalan B30 ini yang paling penting adalah penerimaan masyarakat. Tidak hanya uji jalan, tetapi juga promosi bahwa B30 bisa digunakan. Performa mesin harus tidak turun dan biaya perawatannya tidak melonjak drastis,” tambah Jonan.
Menurut dia, salah satu masukan dari penerapan B20 yang dimulai September 2018 adalah kualitas B20 yang dinilai tidak konsisten. Kualitas yang tidak konsisten itu diduga terjadi dalam proses pencampuran atau pemurnian biodiesel dengan solar. Jonan meminta badan usaha seperti PT Pertamina (Persero) untuk memroses pencampuran dengan tepat.
Produksi minyak sawit pada 2018 sebanyak 47 juta ton atau naik 5 juta ton dibandingkan dengan 2017 yang sebanyak 42 juta ton.
Lebih lanjut Jonan menyebutkan, seiring pembangunan infrastruktur berbasis jalan di Indonesia, maka konsumsi bahan bakar minyak akan naik. Impor minyak mentah yang saat ini sekitar 500.000 barrel per hari, diperkirakan meningkat menjadi 1 juta barrel per hari pada 2024.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Januari-April 2019, neraca perdagangan migas defisit 2,769 miliar dollar AS.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor mengatakan, saat ini Aprobi memiliki 19 pabrik dengan kapasitas terpasang 12 juta kiloliter.
“Dengan kebijakan ini, banyak pengusaha yang mau membangun pabrik biodiesel. Kami akan konsisten memasok karena kami dijamin BPDP-KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) kalau terjadi perubahan harga di pasar internasional,” ujarnya.
Menurut Tumanggor, saat ini sudah ada 2 pabrik biodiesel yang sedang dibangun dengan kapasitas 1 juta kiloliter. Pengusaha melihat peluang yang baik dalam industri biodiesel di Indonesia.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Dono Boestami menyatakan BPDP-KS berkomitmen mendukung program atau kebijakan pemerintah. Penerapan B30 pada 2020 merupakan permulaan yang baik untuk program selanjutnya di tahun mendatang. (NAD/JUD)