JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah siap melakukan berbagai terobosan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, termasuk memanfaatkan peluang dari perang dagang Amerika Serikat-China. Salah satu persoalan yang mendesak untuk diselesaikan adalah defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
Terkait upaya itu, pemerintah meminta masukan dari pengusaha sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan ekonomi.
”Saya ingin masukan-masukan yang lebih konkret, nyata, dan bisa cepat dilaksanakan sehingga bisa memberikan sebuah efek ekonomi yang baik pada negara kita,” kata Presiden Joko Widodo di depan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Kamis (13/6/2019).
Saya ingin masukan-masukan yang lebih konkret.
Pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, ini antara lain dihadiri Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani dan Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah.
Pada Rabu (12/6/2017), Presiden bertemu pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia pada Januari-April 2019 defisit 2,564 miliar dollar AS. Adapun data Bank Indonesia menunjukkan, transaksi berjalan triwulan I-2019 defisit 6,966 miliar dollar AS.
Menurut Presiden Joko Widodo, diperlukan sinergi yang baik antara pemerintah dan dunia usaha untuk menghadapi tantangan ekonomi.
Pemerintah bersedia mengevaluasi regulasi yang dianggap menghambat perkembangan dunia usaha. Presiden juga menegaskan siap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) jika kondisi sudah dianggap mendesak.
Hariyadi menyampaikan, sebenarnya perang dagang AS-China bisa jadi peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki neraca perdagangan. Indonesia mempunyai peluang yang relatif besar untuk meningkatkan ekspor. Namun, pemerintah perlu membenahi sejumlah instrumen untuk mempermudah ekspor, salah satunya memperkuat tim negosiasi perjanjian perdagangan internasional.
Kemarin, Presiden Joko Widodo juga mengumpulkan sejumlah menteri untuk membahas upaya Indonesia dalam menghadapi perang dagang AS-China.
”Mereka, baik Amerika Serikat maupun China, saat ini saling membatasi sehingga potensi (ekspor Indonesia) besar. Berapa banyak komoditas yang bisa diekspor ke Amerika?” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita seusai rapat.
Namun, lanjut Enggartiasto, pemerintah tetap harus menghitung dengan saksama ekspor ke AS. Jangan sampai defisit neraca perdagangan AS dengan Indonesia yang mencapai 12,6 miliar dollar AS bertambah lebar. Sebab, jika selisih perdagangan semakin lebar, dikhawatirkan AS akan mencabut fasilitas pembebasan tarif impor atas barang-barang tertentu (generalized system of preferences/GSP).
Pengolahan
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menekankan, Indonesia bisa mengejar nilai tambah melalui pengembangan industri pengolahan.
”Indonesia harus memanfaatkan peluang, tetapi barang jangan hanya lewat. Barang harus masuk, diolah di sini, baru diekspor,” kata Oke.
Airlangga Hartarto menambahkan, perusahaan dapat memanfaatkan peluang perang dagang. ”Kami mencoba menarik investasi lebih banyak. Dan, beberapa industri melihat kawasan ASEAN lebih stabil daripada yang lain,” ujarnya. (NTA/CAS)