Rencana pemerintah untuk membagikan kartu prakerja kepada 2 juta pencari kerja tahun 2020 disambut baik oleh pengusaha. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di dunia kerja perlu terus dikembangkan untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah untuk membagikan kartu prakerja kepada 2 juta pencari kerja pada tahun 2020 disambut baik oleh pengusaha. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di dunia kerja perlu terus dikembangkan untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan.
Program prakerja akan diberikan pada pencari kerja dari berbagai latar belakang pendidikan, bahkan yang telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Penerima kartu prakerja akan mendapat tunjangan untuk mengikuti kursus keahlian kerja atau vokasi.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir, para pengusaha telah mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi ketidaksesuaian kualitas pencari kerja dengan kebutuhan industri melalui berbagai program.
Dengan adanya program prakerja di waktu mendatang, ia berharap akan semakin banyak pencari kerja yang memiliki atau meningkatkan keahlian, khususnya yang sesuai untuk sektor usaha formal.
”Peningkatan kualitas dibutuhkan untuk mengantisipasi ekonomi digital ke depan, yang di satu sisi meminta pekerja kita untuk lebih bertransformasi,” kata Rosan kepada Kompas, Jumat (14/6/2019).
Pelatihan kerja yang berbasis keahlian atau vokasi, menurut Rosan, juga perlu untuk mengisi kesenjangan latar belakang pendidikan pekerja di Indonesia. Dari sekitar 130 juta penduduk yang bekerja saat ini, lebih dari 50 persen hanya lulusan sekolah menengah pertama atau lebih rendah.
”Kita tentu sulit mendorong tenaga kerja tersebut untuk sekolah di perguruan tinggi. Terobosannya justru dengan melakukan pelatihan vokasi, yang membekali peserta dengan 30 persen teori dan 70 persen praktik lapangan. Ini harus dilakukan bersama-sama oleh pelaku usaha,” lanjutnya.
Pengusaha juga menyambut baik upaya tersebut karena pemerintah telah menjanjikan adanya insentif pajak bagi perusahaan. Insentif, yang disebut super-deductible tax, itu diberikan bagi perusahaan yang mau berperan aktif memberikan pelatihan vokasi.
”Kami mengusulkan agar kami diberi diskon pajak 200 persen untuk pemberian pelatihan program vokasi dan 300 persen untuk program penelitian dan pengembangan usaha,” ucapnya.
Menambah lapangan kerja
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pencari kerja juga diharapkan diikuti dengan menambah lapangan kerja, khususnya di sektor formal. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, kemampuan industri untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia masih kurang.
”Program pemerintah untuk mengembangkan SDM (sumber daya manusia) itu bagus saja, tetapi kalau lapangan kerjanya enggak ada, itu juga tidak akan efektif. Kami sudah melakukan program pemagangan nasional yang dicanangkan pemerintah sejak 2017 dan diikuti lebih dari 56.000 orang dan didukung 2.600-an perusahaan. Sayangnya, pada saat mereka selesai pelatihan, ternyata penyerapannya kecil,” tuturnya.
Kurangnya penyerapan tenaga kerja di industri saat ini, menurut Hariyadi, karena industri padat modal semakin banyak, dibandingkan dengan industri padat karya, dalam dekade terakhir. Industri padat modal lebih mengandalkan teknologi dan tenaga kerja ahli.
”Dengan masih tingginya populasi angkatan kerja yang lulusan SMP ke bawah, harus dipikirkan strategi yang tepat. Salah satunya, dengan membangun lebih banyak industri padat karya agar lebih banyak menyerap tenaga kerja,” lanjutnya.
Hariyadi, yang kemarin menemui Presiden Joko Widodo bersama sejumlah pengusaha, telah meminta kepada pemerintah agar segera mengubah regulasi sehingga dapat menarik lebih banyak investasi di industri padat karya.
Menurut dia, saat ini Indonesia tertinggal jauh dari negara Asia lain, seperti Vietnam, Thailand, Myanmar, Sri Lanka, dan Bangladesh. Dengan kebijakan yang lebih memihak industri padat karya, negara-negara tersebut mampu melakukan ekspor lebih banyak daripada Indonesia.
Para pengusaha juga meminta pemerintah segera mengamandemen Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Adapun aturan yang diminta untuk diubah antara lain terkait perekrutan, pemecatan, dan pesangon pekerja. Revisi undang-undang yang masih dikaji pemerintah tersebut diharapkan dapat memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan.