Kepolisian Resor Manado menerima ratusan laporan kasus persetubuhan yang melibatkan anak-anak sejak 2018 hingga awal Juni 2019. Pergaulan bebas yang tak dibarengi dengan pendidikan seks di sekolah maupun keluarga ditengarai menjadi penyebabnya
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS – Kepolisian Resor Manado menerima ratusan laporan kasus persetubuhan yang melibatkan anak-anak sejak 2018 hingga awal Juni 2019. Pergaulan bebas yang tak dibarengi dengan pendidikan seks di sekolah maupun keluarga ditengarai menjadi penyebabnya.
Berdasarkan catatan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Manado, selama 2018 ada laporan 77 kasus persetubuhan yang melibatkan anak di Manado, Sulawesi Utara. Sejak Januari 2019 hingga Kamis (13/6/2019), jumlah kasus serupa yang dilaporkan telah mencapai 31.
Kepala Satreskrim Polres Manado Ajun Komisaris Thommy Aruan mengatakan, jumlah kasus tersebut tergolong tinggi di Manado yang merupakan kota sedang dengan 527.007 penduduk. Sebagai pembanding, selama 2018 hanya ada 13 kasus persetubuhan terhadap anak di Tangerang Selatan, kota metropolitan dengan 1,3 juta penduduk.
Anak adalah warga yang belum berusia 18 tahun, sesuai Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Thommy mengatakan, anak belum bisa bertanggung jawab akan keputusan untuk berhubungan seksual.
“Melihat kasus-kasus di Manado, ada anak yang melakukan dengan sesama anak. Ada juga yang diajak, misalnya, oleh pacarnya yang sudah berusia 20 tahun ke atas,” kata Thommy.
Pergaulan bebas disebut Thommy sebagai salah satu penyebab maraknya hubungan seksual di kalangan anak. Pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak-anaknya dianggapnya lemah.
Saat berkumpul dengan teman-teman sebayanya, anak juga terpapar pada kemungkinan mengonsumsi minuman keras. Ini meningkatkan risiko terjadinya hubungan seksual di kalangan anak.
“Mau tidak mau, Satreskrim harus terus berpatroli merazia minuman keras, penggrebekan rumah-rumah indekos, dan hotel-hotel melati. Kami juga terus mengawasi anak-anak yang nongkrong di malam hari,” katanya.
Mau tidak mau, Satreskrim harus terus berpatroli merazia minuman keras, penggrebekan rumah-rumah indekos, dan hotel-hotel melati. Kami juga terus mengawasi anak-anak yang nongkrong di malam hari
Sosiolog Universitas Negeri Manado Ferdinand Kerebungu membenarkan masalah sosial di Manado tersebut. Menurut dia, paparan konten pornografi melalui gawai dan kurangnya kontrol dari orang tua terhadap pergaulan anak menjadi beberapa faktor yang menyebabkan masalah sosial ini.
Hubungan seksual di kalangan anak menyebabkan rentetan permasalahan, dimulai dari pernikahan anak, diikuti putus sekolah, menjadi pengangguran, dan terjerat kemiskinan. Akibatnya, risiko kecanduan alkohol dan peningkatan angka kriminalitas semakin mungkin.
“Karena itu, perubahan harus dimulai dengan pendidikan seks di sekolah. Seks seharusnya tidak lagi dianggap menjadi topik yang tabu, melainkan harus disosialisasikan kepada anak, termasuk berbagai risiko yang dapat ditimbulkannya, seperti kehamilan atau penyakit menular,” kata Ferdinand.
Menurut Ferdinand, persetubuhan yang melibatkan anak terjadi karena kurangnya pengetahuan anak dan masyarakat tentang seks. Pendidikan seks bisa dimasukkan dalam pelajaran agama dan biologi. Namun, pemberian materi disiplin ilmu harus didampingi pendidikan pendidikan moral terkait seks.
“Setelah mempelajari materi tentang sistem reproduksi, anak harus tau mana yang baik dan mana yang tidak. Pendidikan seks bisa mulai diberikan di tingkat SMP saat anak mulai menginjak pubertas,” kata Ferdinand.
Setelah mempelajari materi tentang sistem reproduksi, anak harus tau mana yang baik dan mana yang tidak. Pendidikan seks bisa mulai diberikan di tingkat SMP saat anak mulai menginjak pubertas
Pendidikan karakter
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manado Daglan Walangitan mengatakan, materi tentang reproduksi diajarkan di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) kelas 9 dalam Kurikulum 2013. "Sistem pendidikan kita sekarang sudah terintegrasi. Pendidikan karakter selalu diselipkan dalam bahan ajar, termasuk tentang seksualitas," katanya.
Daglan mengatakan, penyampaian materi tentang seks di dalam kelas tergantung pada kreativitas guru masing-masing, baik di SD maupun SMP. Pendidikan tentang seks juga diberikan di luar kelas, misalnya saat siswa baru SMP menjalani orientasi atau melalui penyuluhan dengan berbagai lembaga terkait.
Kendati begitu, beberapa siswa SMP mengaku belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang seksualitas, penyakit menular melalui seks, maupun cara mempertahankan diri dari kekerasan seksual. Hal ini dikatakan, Wilton (13), siswa kelas 7 SMP Negeri 1 Manado.
Adapun Princess (14), siswa kelas 8 SMP Negeri 1 Manado, juga tidak pernah menerima penyuluhan maupun pelajaran tentang seks di kelas. "Itu masuk materi kelas 9," katanya.