JAKARTA, KOMPAS -- Kontribusi kenaikan harga tiket pesawat terhadap inflasi nasional kian kentara. Perlu menentukan titik keseimbangan harga agar tarif angkutan udara dapat mengakomodasi kepentingan konsumen dan produsen.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), andil tarif angkutan udara terhadap laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi tahunan nasional pada bulan Mei secara berturut-turut sebesar 0,12 persen poin (2017), 0,05 persen poin (2018), dan 0,3 persen poin (2019). Adapun angka inflasi tahunan mencapai 4,33 persen (2017), 3,23 persen (2018), dan 3,32 persen (2019). Dalam tiga tahun terakhir, periode Ramadhan-Lebaran dimulai pada bulan Mei.
Data ini mengindikasikan, kontribusi kenaikan tiket pesawat terhadap inflasi nasional pada periode Ramadhan cenderung melonjak. Berdasarkan perhitungan, secara berturut-turut, angka kontribusi tersebut berkisar 2,77 persen (2017), 1,54 persen (2018), dan 9,00 persen (2019).
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai, melonjaknya kontribusi kenaikan harga tiket pesawat terhadap inflasi menunjukkan adanya tekanan pada sistem logistik nasional. "Indonesia negara kepulauan sehingga angkutan yang paling efektif dan efisien untuk menghubungkan antardaerah adalah pesawat," katanya saat dihubungi, Jumat (14/6/2019).
Fithra mencontohkan, kenaikan tarif angkutan udara akan memukul usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dalam pengiriman barang kepada konsumen lintasdaerah dan lintaspulau, UMKM cenderung mengandalkan angkutan udara.
Dari sisi ekonomi makro, Fithra berpendapat, kenaikan tarif angkutan udara akan membuat pertumbuhan ekonomi pada semester I 2019 tidak optimal. Sementara dari struktur pengeluaran, hal ini akan menekan konsumsi.
Berdasarkan data BPS, komponen transportasi dan komunikasi dalam konsumsi rumah tangga pada triwulan-I 2019 tumbuh 4,91 persen dibanding tahun sebelumnya. Angka ini dinilai lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triwulan-I 2018 yang sebesar 4,96 persen.
Pengamat penerbangan dan industri aviasi dari Ikatan Alumni Jerman Henry Tedjadharma memaparkan, komponen biaya tiket terdiri dari tarif dasar, pajak pemerintahan, asuransi, dan pajak bandara. Besaran tarif dasar merupakan perkalian antara biaya pokok produksi dengan jarak terbang.
Sementara itu, indikator yang mempengaruhi biaya operasional pesawat pembentuk tarif terdiri dari, bahan bakar minyak (BBM), jasa layanan di bandara, kru penerbangan, navigasi penerbangan, ground handling, jasa pengiriman (dispatch), penundaan penerbangan, dan perawatan mesin. Harga tiket pesawat bisa turun selama tarif di tingkat konsumen dapat menutup biaya operasional maskapai.
Penyesuaian
Dengan demikian, pandangan konsumen terhadap mahalnya tiket pesawat yang dapat menurunkan potensi tingkat keterisian angkutan menjadi tantangan dalam merumuskan tarif. "Salah satu cara untuk menemukan titik keseimbangan tarif tiket pesawat antara produsen dan konsumen ialah, menyesuaikan besaran harga dengan jumlah permintaan aktual. Moda angkutan alternatif, pendapatan bersih, dan persaingan industri penerbangan turut menjadi pertimbangan," tutur Henry.
Fakta menyebutkan, permintaan terhadap jasa penerbangan bersifat musiman karena bergantung pada masa liburan. Henry menyatakan, seyogyanya harga tiket pesawat lebih rendah di luar masa berlibur (low season).
Sebab itu, berdasarkan komponen pembentuk tarif tersebut, Henry mengimbau, pemangku kepentingan mesti duduk bersinergi menentukan dan mengidentifikasi indikator prioritas yang dapat menurunkan harga tiket pesawat. Tak hanya maskapai, pihak pengelola bandara, perusahaan navigasi, perusahaan penyedia bahan bakar, perusahaan jasa ground handling and supporting, dan asuransi juga harus terlibat.
Dari sisi hubungan produsen dan konsumen, Henry mengimbau, perusahaan maskapai mengandalkan program pelanggan setia. "Perusahaan maskapai perlu memiliki prinsip menjual kursi pesawat pada konsumen sesuai dengan harga yang tepat," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanudin menyatakan, harga tiket pesawat turut dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat. Selain itu, ada kenaikan biaya yang dibayarkan ke bandara dan jasa navigasi penerbangan dalam setahun terakhir.