Kondisi wana wisata dan penangkaran buaya muara atau Crocodyllus porosus di Blanakan, Kabupaten Subang, tidak terawat dan memprihatinkan. Peningkatan pelayanan dan infrastruktur masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh pengelola
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
SUBANG, KOMPAS— Kondisi wana wisata dan penangkaran buaya muara atau Crocodyllus porosus di Blanakan, Kabupaten Subang, tidak terawat dan memprihatinkan. Peningkatan pelayanan dan infrastruktur masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh pengelola.
Kondisi tak terawat itu terlihat dari kandang buaya. Kondisi pagar besi di sekeliling kolam pembesaran misalnya tampak miring dan berkarat. Sebuah tiang besi sepanjang 1,5 meter diikatkan pada pagar sebagai penopang untuk meluruskannya. Dinding penyangga pun juga retak dan mengelupas. Di sudut lain, beberapa kolam berukuran 2 meter x 2 meter kosong dan ditumbuhi tanaman liar.
Iyus Nia (34), wisatawan asal Kranji, Bekasi, berulang-ulang harus mengingatkan Putri (9), anaknya, untuk berhati-hati saat berada di kandang buaya. “Adik jangan dekat-dekat. Gak boleh bersandar di pagar,” teriaknya. Sorot matanya begitu lekat memperhatikan anaknya yang lincah berlari dari sisi pagar ke sisi lainnya.
Iyus prihatin dengan kondisi bangunan penangkaran yang tidak terawat. Menurut dia, biaya masuk yang dikeluarkan dengan fasilitas yang didapat tidak sebanding. Ia dan keluarga dikenakan biaya retribusi di pintu masuk sebesar Rp 100.000. Jika ingin menyaksikan aksi Jack dan Baron, buaya jantan tertua di Blanakan, mereka harus merogoh kocek Rp 12.000 per orang.
Selain fasilitas yang tidak memuaskan, Iyus menilai, faktor keselamatan tampaknya kurang diperhatikan pihak pengelola. Pasalnya, di kolam pembesaran tersebut terdapat puluhan buaya muara, tapi kondisi pagar tampak hampir roboh dan miring. Kekokohan pagar menjadi satu-satunya benteng pengamanan pertama. “Anak-anak kan suka bersandar di pagar untuk melihat buaya dari dekat, takutnya, nanti pagar tidak cukup kuat menahan beban dan roboh. Kan berbahaya!” ujarnya.
Anak-anak kan suka bersandar di pagar untuk melihat buaya dari dekat, takutnya, nanti pagar tidak cukup kuat menahan beban dan roboh. Kan berbahaya
Hal senada dikatakan pengunjung lain, Narsih (38), warga Cibatu Girang, Subang. Bersama keluarganya, ia baru pertama kali datang ke lokasi tersebut. Ia mengaku sedikit kecewa begitu tiba di lokasi itu. Ia mengkhawatirkan kondisi pagar yang tampak rapuh. Sejak tiba di pinggir kolam itu, tangan Narsih tak pernah melepaskan pegangannya pada sang anak, Tasya (4). Lingkungan pun tak terawat. “Terlihat kotor dan banyak sampah ya,” kata Narsih.
Meski sudah ada rambu-rambu bagi pengunjung untuk tidak membuang sampah atau benda ke dalam kolam. Faktanya, masih ada pengunjung yang iseng melempari tubuh buaya dengan botol kemasan kosong. Hal itu membuat kolam menjadi bertabur sampah.
Bahkan ada buaya yang tidak sengaja melahap botol plastik tersebut. Kondisi ini terkadang luput dari pengawasan petugas. Padahal mereka membersihkan kolam itu setiap dua hari sekali. “Ada saja ulah pengunjung yang membuang sampah ke kolam. Padahal itu dilarang keras. Jumlah petugas di sini masih terbatas untuk mengawasinya,” ujar Santoso (53), petugas Penangkaran Buaya Blanakan.
Di lokasi penangkaran terbesar di Jawa Barat itu, terdapat 16 ekor indukan, 190 ekor buaya pembesaran, dan 88 ekor buaya anakan. Totalnya 294 ekor buaya muara.
Saat dikonfirmasi perihal ini, Wakil Administratur atau KSKPH Subang Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan Purwakarta Divisi Regional Jawa Barat dan Banten Nurul Anwar tak menampik. Menurut dia, kondisi besi-besi pengaman dan beberapa bangunan memang perlu direhabilitasi segera. Namun upaya itu membutuhkan waktu.
“Kami sudah mengajukan anggaran perbaikan pada tahun lalu. Namun dananya belum turun semua. Secara bertahap akan diperbaiki dan ditargetkan selesai pada tahun ini,” ucapnya.
Perbaikan itu meliputi, balkon tempat penonton melihat atraksi buaya, dinding dan besi-besi pengaman, serta pengadaan rambu-rambu penanda bagi pengunjung. Menurut Nurul, peningkatan fasilitas juga harus diikuti oleh kesadaran pengunjung untuk tidak membuang sampah ke dalam kolam.
Sebelumnya, atap balkon tempat penonton melihat atraksi buaya rusak, cat pelapis dindingnya terkelupas, dan besi-besi pengaman berkarat. Saat ini kondisi itu telah berubah menjadi lebih apik berkat perbaikan yang dilakukan sejak awal tahun 2019. Tempat duduk penonton dilapisi keramik, besi pembatas tampak kokoh bercat kuning, dan atapnya terbuat dari galvalum.