DPRD DKI Jakarta mendorong Pemerintah Provinsi DKI untuk segera menyelesaikan dua rancangan peraturan daerah terkait pulau reklamasi. Perda itu akan menjadi landasan hukum yang lebih kuat dalam perizinan.
Oleh
Helena F Nababan/Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
DPRD DKI Jakarta mendorong Pemerintah Provinsi DKI untuk segera menyelesaikan dua rancangan peraturan daerah terkait pulau reklamasi. Perda itu akan menjadi landasan hukum yang lebih kuat dalam perizinan.
JAKARTA, KOMPAS — Dua peraturan daerah diyakini bisa menjadi pedoman penataan pulau reklamasi, termasuk mengatur legalitas bangunan-bangunan yang berdiri di atas pulau reklamasi. Dua peraturan daerah yang dimaksud adalah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Anggota Komisi A DPRD DKI, Gembong Warsono, mengatakan, kedua rancangan perda (raperda) itu perlu dibahas karena akan menjadi payung hukum bagi peraturan lain yang diterbitkan kemudian. Perda merupakan aturan tertinggi di daerah.
”Kalau yang dipakai pergub tentang panduan rancang kota untuk menerbitkan IMB, ya, tidak bisa. Acuannya tetap harus perda,” kata Gembong, Jumat (14/6/2019).
Pemprov DKI menarik dua raperda itu pada pertengahan Desember 2017. Raperda ditarik karena Pemprov hendak meninjau semua rancangan itu. Alasan lingkungan hidup serta faktor keadilan atas pemanfaatan ruangan di pulau reklamasi menjadi beberapa pertimbangannya.
Hingga Juni 2019, belum ada raperda baru yang diusulkan Pemprov.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto mengatakan, sejauh ini pihaknya masih menunggu hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta terhadap dua raperda yang diajukan Pemprov DKI itu.
Raperda itu, lanjut Heru, akan lebih disempurnakan lagi sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) pulau-pulau. Menurut dia, sejauh ini yang diajukan dalam raperda itu adalah empat pulau reklamasi yang sudah terbangun dari rencana 17 pulau.
”Kalau di Perda Nomor 8 Tahun 1995, kan, memang sudah memuat pulau reklamasi, tetapi penamaan pulau tidak disebut dengan tegas. Namun, secara substansi, pulau-pulau reklamasi sudah tergambar dalam peta lampiran perda tersebut. Nanti di perda yang baru akan disempurnakan,” kata Heru.
Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan, izin mendirikan bangunan (IMB) untuk 932 bangunan di Pulau D atau Pantai Maju bukan hanya berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. ”Tetapi, berdasar peraturan pemerintah (PP) yang membolehkan izin sementara saat belum ada RTRW dan RDTR,” katanya.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat 3 PP Nomor 36/2005, menurut Anies, pemda dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada kawasan yang belum memiliki RTRW dan RDTR untuk jangka waktu sementara.
”Pulau C dan D sudah ada di RTRW DKI Jakarta, tetapi belum ada di RDTR DKI Jakarta. Oleh karena itu, Gubernur saat itu mengeluarkan Pergub No 206 Tahun 2016 dengan mendasarkan pada PP tersebut. Jika tidak ada pergub tersebut, tidak bisa ada kegiatan pembangunan di lahan hasil reklamasi. Suka atau tidak suka atas isi Pergub No 206 Tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat,” kata Anies.
Pengamat perkotaan Nirwono Joga mengatakan, bangunan yang kini mengantongi IMB di pulau reklamasi bisa jadi harus dibongkar apabila nanti tidak sesuai dengan zonasi yang akan diatur dalam kedua perda itu.
Ia menambahkan, sejak lahan hasil reklamasi disegel dan izin reklamasi dicabut, lahan hasil reklamasi yang berwujud Pulau C, D, dan G ber-status quo dan tidak boleh ada aktivitas apa pun.
”Seharusnya tidak boleh ada aktivitas pembangunan, bahkan penerbitan IMB saat lahan ber-status quo,” ujar Nirwono.
Ia mengatakan, untuk itu harus dijelaskan dulu status hukum atas lahan itu, legal atau ilegal. Begitu sudah disepakati legal, raperda zonasi wilayah dan per pulau mesti disusun. (TRI AGUNG KRISTANTO)