Kerusakan daerah aliran sungai dan pembukaan hutan di wilayah hulu ditengarai menjadi penyebab banjir di sejumlah wilayah di Sulawesi Tenggara.
KENDARI, KOMPAS Banjir yang merendam empat kabupaten di Sulawesi Tenggara mengakibatkan sejumlah jalan terputus. Distribusi logistik dan bantuan di enam kecamatan dilakukan lewat udara karena wilayah tersebut terisolasi.
Enam kecamatan yang terisolasi itu meliputi empat kecamatan di Kabupaten Konawe Utara, yakni Langgikima, Wiwirano, Landawe, dan Oheo, serta dua kecamatan di Kabupaten Konawe, yaitu Asinua dan Latoma. Selain jembatan putus, sejumlah jalan juga tergenang setinggi 2 meter.
”Untuk sementara kami berikan bantuan lewat udara,” kata Boy Ihwansyah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sultra, Jumat (14/6/2019).
Lebih dari seminggu, banjir yang merendam 41 kecamatan di empat kabupaten di Sultra belum juga surut. Selain di Konawe Utara dan Konawe, banjir juga melanda Konawe Selatan dan Kolaka Timur. Sedikitnya 10.000 keluarga terdampak banjir, sebagian mengungsi.
Leni (40), warga Desa Lalodangge, Pondidaha, Konawe, mengatakan, baru kali ini banjir melanda hingga setinggi atap rumahnya. Bersama sekitar 1.000 warga dari sejumlah desa, dalam empat hari terakhir ia mengungsi di posko.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra Saharuddin menengarai, banjir dipicu kerusakan daerah aliran sungai dan pembukaan hutan di wilayah hulu.
Sementara itu, di Sulawesi Selatan, banjir meluas setelah hujan deras sejak Kamis (13/6). Di Kabupaten Sidrap, wilayah yang tergenang kini bertambah menjadi tujuh kecamatan, dari awalnya hanya empat kecamatan. Banjir berdampak pada lebih dari 10.000 keluarga serta menggenangi sekitar 7.000 areal persawahan dan perkebunan.
Banjir juga masih terjadi di Kabupaten Wajo, Soppeng, dan Luwu Timur. Banjir di wilayah itu berpotensi meluas, mengingat hujan diperkirakan turun dalam beberapa hari ke depan.
”Masyarakat tetap diminta waspada karena hujan kemungkinan masih terjadi,” kata Daryatno, Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar BMKG Wilayah IV Makassar.
Banjir Samarinda
Di Samarinda, Kalimantan Timur, banjir yang berulang dan kian parah perlu diatasi menyeluruh. Lubang tambang, pendangkalan sungai, dan tata kota yang buruk disinyalir menjadi penyebab. Kerja sama lintas sektor, penelitian komprehensif, dan aksi nyata diperlukan untuk mengurangi risiko bencana.
”Dampak banjir meluas seiring bertambahnya konsesi tambang setiap tahun. Keberanian kepala daerah sangat ditunggu untuk pemulihan daerah pascatambang,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim Pradarma Rupang.
Hujan di hulu Sungai Mahakam sejak 5 Juni 2019 mengakibatkan banjir hingga setinggi 150 sentimeter di sejumlah wilayah Samarinda. Sebanyak 36.475 jiwa atau 12.397 keluarga terdampak banjir.
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan akan mengevaluasi eksplorasi dan eksploitasi batubara di sekitar Samarinda. Koordinasi dengan Pemerintah Kota Samarinda akan dilakukan untuk mencari solusi bagi 7.000 warga di sepanjang Sungai Karang Mumus yang terdampak banjir parah.(JAL/REN/IDO/CIP)