Setelah masa tanggap bencana banjir di Samarinda, Kalimantan Timur diperpanjang hingga 21 Juni, Dinas Kesehatan setempat memperbanyak posko kesehatan untuk menghindari penyebaran penyakit. Genangan air mulai surut meski ketinggian air di beberapa titik masih sekitar 50 sentimeter.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
SAMARINDA, KOMPAS — Setelah masa tanggap bencana banjir di Samarinda, Kalimantan Timur, diperpanjang hingga 21 Juni, dinas kesehatan setempat memperbanyak posko kesehatan untuk menghindari penyebaran penyakit. Genangan air mulai surut meski ketinggian air di beberapa titik masih sekitar 50 sentimeter.
Puskesmas di setiap kelurahan dan kecamatan membuka layanan 24 jam. Pasokan obat juga disediakan untuk menanggulangi berbagai penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut, gatal, darah tinggi, dan flu.
Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda mencatat, total warga terdampak banjir meningkat menjadi 56.123 jiwa atau 17.485 keluarga. Sebelumnya, warga terdampak sebanyak 36.475 jiwa atau 12.397 keluarga di tiga kecamatan, yakni Samarinda Ulu, Sungai Pinang, dan Samarinda Utara.
Operator Pusat Pengendalian Operasi BPBD Kota Samarinda, Aditya, mengatakan, setidaknya 35 orang dilarikan ke rumah sakit dengan berbagai keluhan, seperti demam, muntah, dan pusing. ”Pendataan masih terus berjalan. Saat ini tim gabungan masih bersiaga dan membantu pemulihan warga. Pasokan makanan dan air bersih cukup dan masih disalurkan,” kata Aditya, Sabtu (15/6/2019).
Air sudah mulai surut di berbagai titik, seperti di Simpang Empat Lembuswana, Jalan S Parman, Jalan Dr Sutomo, Jalan PM Noor, dan Jalan DI Panjaitan. Beberapa ruas jalan sudah kering, sisanya masih menggenang air sekitar 10 sentimeter. Kendaraan sudah mulai lalu lalang di jalan-jalan utama dan tidak terlihat kepadatan seperti hari sebelumnya.
Masyarakat di Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Samarinda Utara, sudah mulai kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan rumah. Tinggi air di sana antara 10 sentimeter dan 50 sentimeter. Sebelumnya, di daerah ini ketinggian air mencapai 100 sentimeter karena terletak di sepanjang Sungai Karang Mumus yang membelah Kota Samarinda. Sungai itu meluap setiap hujan lebat.
Syahnan (48), warga RT 30 Kelurahan Temindung Permai, sejak pukul 12.00 Wita sudah kembali ke rumah untuk membersihkan rumah. Genangan air di rumahnya masih sekitar 30 sentimeter. Ia sudah 20 tahun tinggal di sekitar bantaran Sungai Karang Mumus.
Ia berharap pemerintah segera memikirkan solusi banjir yang terjadi setiap tahun di Samarinda. ”Kerugian banyak setiap kali banjir. Untuk pemindahan rumah bisa dimusyawarahkan bersama,” kata Syahnan.
Kerugian banyak setiap kali banjir. Untuk pemindahan rumah bisa dimusyawarahkan bersama.
Berubah
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan, hujan tinggi di wilayah Kalimantan Timur masih bertahan hingga akhir bulan. Peningkatan hujan ini akibat pergerakan Madden Julian Oscillation (MJO) di wilayah yang memiliki zona iklim ekuatorial (Kompas, 15/6/2019). MJO saat ini berada di Indonesia bagian tengah, termasuk Kalimantan Timur.
Sepekan terakhir MJO berada di wilayah tengah Indonesia, sekitar Kalimantan dan Sulawesi. Berikutnya, MJO akan bergerak ke Indonesia bagian timur, sekitar Maluku dan Papua sebelum kemudian meninggalkan wilayah Indonesia.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Kalimantan Timur Mislan mengatakan, perubahan alam tak bisa dihindarkan. Manusia harus mengubah perilaku terhadap alam. Menurut dia, program berkelanjutan perlu dibuat pemerintah untuk mengatasi banjir di Samarinda yang semakin parah.
”Janganlah kita menjadi orang yang mudah lupa terhadap bencana. Permukiman di daerah rawa perlu dikelola. Drainase perlu ditata sebaik mungkin. Perilaku masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai juga perlu diubah,” ujar Mislan.