PALEMBANG, KOMPAS Konflik manusia dengan satwa dilindungi ikon Sumatera, gajah sumatera, hingga kini masih terjadi. Penyediaan kawasan jelajah satwa-satwa itu menjadi salah satu tawaran solusi memperkecil risiko konflik.
Bertahun-tahun terjadi alih fungsi ruang hidup satwa, termasuk jalur migrasi gajah. Hutan primer menjadi perkebunan besar atau milik pribadi.
Sejauh ini, kawasan jelajah gajah telah diwujudkan di Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, melalui Kelola Sendang. ”Namun, untuk menyediakan konsep ini secara menyeluruh di Sumsel perlu peran semua pihak,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Genman Suhefti Hasibuan, di Palembang, Jumat (14/6/2019).
Saat ini, kata Genman, jumlah gajah di Sumsel 178 ekor, di antaranya di Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu Selatan, Musi Banyuasin, dan Lahat. Dari jumlah itu, 40 gajah jinak.
Selain komitmen para pihak menyediakan kawasan ekosistem esensial atau jelajah gajah, perlu penjagaan khusus pula agar jalur itu tak terus tergerus menjadi perkebunan. ”Saat ini, banyak gajah di Sumsel terpojok dan tidak tahu mau ke mana lagi. Jalur jelajahnya dirambah,” kata peneliti dari Hutan Kita Institute, Benny Hidayat.
Menurut Genman, konflik gajah dan manusia memang kerap terjadi. Pada 2019 saja ada 10 konflik, terbanyak di kawasan Gunung Raya, Ogan Komering Ulu Selatan. Di sana, warga menanam singkong, jagung, dan pisang, komoditas yang disukai gajah.
Di Riau, konflik gajah dan manusia setidaknya masih terjadi di Kecamatan Peranap (Kabupaten Indragiri Hulu) dan Rumbai (Kota Pekanbaru). Gajah di Peranap berjumlah enam ekor dari kantong Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Saat ini, BKSDA sedang menggiring kawanan itu kembali ke habitatnya, sejak Kamis lalu, dibantu dua gajah jantan bernama Rahman dan Indro.
Sementara gajah di Pekanbaru merupakan gajah setempat yang habitatnya nyaris habis akibat alih fungsi lahan berizin atau dirambah. Habitat gajah Minas ada di tiga wilayah: Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, dan Kabupaten Kampar.
Hutan primer yang tersisa di kantong Minas hanya Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Kasim II di perbatasan Pekanbaru-Siak. Kini, luas tahura yang awalnya 6.000 hektar ini diperkirakan tinggal sekitar 1.500 ha akibat perambahan.
Hingga kemarin, gajah Minas masih ada di seputaran Kelurahan Agrowisata dan Maharani, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, berjarak 20 kilometer dari pusat kota. Gajah memakan pelepah muda kelapa sawit dan tanaman warga.
”Sampai semalam, kami masih berjaga di ladang percontohan agar tidak diserang gajah lagi,” kata Awaldi Hasibuan, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Kota Pekanbaru. Ladang itu diserang kelompok gajah pada 4 Juni 2019.
Untuk memperkecil konflik, digagas adanya kalung khusus dengan penanda posisi (GPS collar) untuk gajah-gajah liar. ”Dengan itu, kami bisa mengetahui posisi dan perjalanan gajah di jalur jelajahnya sehingga kami dapat memberikan informasi kepada warga untuk mengantisipasi kedatangan gajah dan mencegah konflik.
Harganya mahal, tapi untuk saat ini jadi pilihan menyelamatkan gajah,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau (BBKSDA) Suharyono. Konflik gajah di Riau menjadi masalah kompleks yang memerlukan keterlibatan pemda ataupun perusahaan.
Harimau sumatera
Selain gajah, habitat dan ruang jelajah harimau sumatera juga semakin menyempit. Konflik dengan masyarakat terjadi di kawasan penyangga, yakni Suaka Margasatwa (SM) Barumun di Kabupaten Padang Lawas dan Taman Nasional Gunung Leuser di Langkat.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Barumun BBKSDA Sumatera Utara Darmawan mengatakan, mereka telah menggelar pertemuan dengan Pemkab Padang Lawas untuk menyelesaikan konflik itu.
Pada pertengahan Mei, Abu Sali Hasibuan (61) tewas diterkam harimau saat menyadap karet di kebunnya di Desa Siraisan, Kecamatan Ulu Barumun. Beberapa hari kemudian, warga desa lain, Faisal Hendri Hasibuan (48), diterkam harimau di depan rumahnya di Desa Pagaran Bira Jae, Kecamatan Sosopan, Padang Lawas. Faisal luka parah.
Menurut Darmawan, BBKSDA Sumut dan Pemkab Padang Lawas berkomitmen menjaga ekosistem SM Barumun. Dari total 40.330 ha luas SM Barumun, kini 2.900 ha menjadi lahan terbuka yang dijadikan kebun. (SAH/RAM/NSA)