JAKARTA, KOMPAS - Kejaksaan Agung melalui jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengajukan kasasi atas putusan bebas yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap Kokos Lio Lim yang merupakan Direktur Utama PT Tansri Madjid Energi. Vonis bebas terhadap terdakwa korupsi tersebut sejauh ini sudah beberapa kali dialami kejaksaan.
Sebelum vonis bebas Kokos, Kejaksaan Agung juga telah menerima putusan kasasi dari Mahkamah Agung yang membebaskan La Nyalla Mattalitti dalam perkara dugaan korupsi Dana Hibah Kamar Dagang Indonesia Jawa Timur. Selain La Nyalla, MA juga membebaskan Dahlan Iskan dari kasus dugaan korupsi pelepasan aset BUMD Jawa Timur, yakni PT Panca Wira Usaha.
Kejakgung pada 2015 juga menerima putusan bebas untuk Bupati Indramayu Irianto MS Syaifuddin dan Wakil Bupati Cirebon Tasiya Soemadi di pengadilan tingkat pertama. Namun, putusan tersebut kemudian berubah melalui proses kasasi. Pasalnya, vonis bebas dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung terhadap keduanya kemudian dianulir.
”Kali ini kami juga mengajukan permohonan kasasi. Ini sudah diajukan dan ditandatangani jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan akta permohonan kasasi nomor 12/Akta.Pid.Sus/TPK/2019/PN.JKT.PST pada 13 Juni 2019 kemarin,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri, Jumat (14/6/2019), di Jakarta.
Hakim nilai tak terbukti
Majelis hakim yang diketuai Faisal Hendri sebelumnya menyatakan, Kokos tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Sementara jaksa dalam tuntutannya menilai perbuatan Kokos telah merugikan negara Rp 477,3 miliar. Sebab, Kokos tidak kunjung menyuplai batubara kepada PT PLN Batu Bara sesuai perjanjian kontrak kerja yang berlaku.
Kokos kemudian dituntut pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 477,3 miliar juga dituntut jaksa. Namun, sejalan dengan vonis bebas tersebut, uang pengganti Rp 477,3 miliar yang sempat dititipkan ke kejaksaan pun harus dikembalikan lagi ke PT PLN Batu Bara.
Selain Kokos, mantan Direktur Utama PT PLN Batu Bara Khairil Wahyuni yang diputus pada hari yang sama dijatuhi vonis dua tahun penjara. Namun, Khairil tidak dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti.
Perkara Kokos bermula dari proyek pengadaan batubara untuk PT PLN (Persero) yang dilaksanakan perusahaan milik Kokos. Proyek dengan nilai Rp 1,4 triliun itu diperoleh perusahaan Kokos setelah memenangi tender dari anak usaha PT PLN, yaitu PT PLN Batu Bara. Namun, selama proses pengerjaannya, PT Tansri Madjid Energi (TME) tak menjalankan proyek itu dengan baik.
Hal itu disebabkan kuantitas batubara tidak sesuai kontrak perjanjian antara PT TME dan PT PLN Batu Bara. Padahal, PT PLN Batu Bara sudah mengeluarkan uang Rp 477,3 miliar, yang diberikan dalam dua tahap, yakni Rp 30 miliar pada 2011 dan sisanya selesai dilunasi pada 2012.
Sesuai AD/ART, pengeluaran uang Rp 477,3 miliar tersebut harus diputus melalui rapat umum pemegang saham. Namun, hal tersebut tidak dilaksanakan. Sementara lahan seluas 9.000 hektar di Muara Enim yang disebutkan untuk pengadaan batubara ternyata hanya merupakan kebun karet.