JAKARTA, KOMPAS - Upaya untuk mengikis paham radikal yang telah menyusup ke masyarakat tidak bisa dilakukan hanya oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI. Seluruh komponen bangsa perlu bekerja bersama-sama menghadapi persoalan ini.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj menyambut baik pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengenai perlunya kerja sama tersebut. ”Harus bersama-sama dengan ormas, akademisi, dan berbagai elemen bangsa yang lain,” kata Said Aqil, Jumat (14/6/2019), di Jakarta.
Kemarin, Ryamizard dan Said Aqil bertemu untuk saling bersilaturahmi dan membahas sejumlah hal termasuk kerukunan bangsa. Pertemuan juga membahas tentang adanya berbagai aliran yang bersifat radikal dan bernuansa kekerasan yang harus diatasi.
Pertemuan serupa dilakukan Ryamizard dengan pimpinan organisasi keagamaan lain, yakni PP Muhammadiyah. Ryamizard telah bertemu dengan mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif dan Ketua PP Muhammadiyah saat ini Haedar Nashir.
Said Aqil menceritakan, pihaknya menengarai adanya aliran-aliran yang bersifat radikal yang masuk ke masyarakat. Aliran tersebut telah ada di berbagai kampus dan juga merasuk ke sejumlah badan usaha milik negara. Hal ini berarti paham tersebut telah masuk ke kalangan aparatur sipil negara dan pelajar.
”Menurut survei yang dilakukan Robikin (Robikin Emhas, Ketua PBNU), ada 23 persen yang menolak Pancasila, dan yang setuju menggunakan kekerasan untuk khilafah angkanya 9 persen,” katanya.
Sebagai kekuatan civil society, NU mengoordinasi ribuan pondok pesantren serta kiai-kiai yang hidup bersama masyarakat. Oleh karena itu, NU mendapat masukan dan menyaksikan langsung dari sisi keamanan.
”Ternyata dari pihak Pak Menteri pun banyak mendengar bahwa di antara masyarakat sudah mulai ada fenomena menolak Pancasila. Minimal mempermasalahkan,” katanya.
Dengan adanya kondisi semacam itu, menurut dia, tantangan sudah jelas nyata hadir. ”Mereka ingin mentransfer apa yang terjadi di Timur Tengah ke sini. Pasti ini by design, bukan ujug-ujug,” katanya.
Said menyayangkan, selama ini negara-negara Timur Tengah yang menggunakan satu bahasa tidak bisa bersatu dan mengagumi Indonesia yang bahasanya berbeda-beda, tetapi bersatu.
Persoalan ini, menurut Said, dapat diatasi dengan cara membuat Pancasila masuk ke dalam hati dan pikiran semua orang Indonesia tanpa paksaan. Bentuk sosialisasi yang dilakukan juga harus sesuai dengan cara-cara yang tidak memaksa.
Saat ini, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tengah menjajaki kerja sama dengan PBNU. Payung hukum kerja sama akan dibentuk, tetapi seiring dengan hal tersebut Kemenhan dan PBNU akan mengadakan forum bersama.
Ryamizard, setelah kunjungannya ke kantor PBNU, mengatakan, pihaknya berharap agar situasi negara aman dan damai seperti saat ini. Dalam kesempatan tersebut, Ryamizard mengapresiasi para kandidat calon presiden dan wakil presiden yang sepakat untuk mendamaikan suasana dalam mengawal berjalannya proses hukum di Mahkamah Konstitusi.
Di sisi lain, Said bercerita bahwa Ryamizard juga membahas tentang pentingnya pembagian tugas TNI dan Polri serta kerja sama antara keduanya. Sinergi antara kedua institusi ini diperlukan sehingga tidak ada pembagian antara pertahanan dan keamanan yang membuat kinerja keduanya tidak efektif. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme sehingga keduanya bisa bekerja bersama dalam koridor yang jelas. ”Tapi, jangan jadi seperti Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru dulu,” katanya.