Toronto Raptors tak hanya menjadi tim berbasis di Kanada pertama yang menjadi juara NBA. Mereka juga diperkuat pemain beragam negara yang menginspirasi generasi yang lebih muda.
OAKLAND, JUMAT Dominasi Golden State Warriors di panggung NBA lima tahun terakhir terhenti di tangan Toronto Raptors. Pada final NBA kelimanya beruntun, Warriors—tiga kali juara NBA pada empat final sebelumnya—bertekuk lutut di kandang sendiri, Oracle Arena, Oakland, Amerika Serikat.
Laga keenam final berakhir dengan kemenangan Raptors, 114-110, Jumat (14/6/2019) WIB. Raptors, yang berbasis di Toronto, Kanada, menjadi tim bola basket berbasis di luar AS pertama yang menjadi juara NBA dengan mengalahkan sang juara bertahan, 4-2.
Raptors pantas berbangga. Dalam usianya yang memasuki 24 tahun, mereka sudah mampu menjadi juara NBA. Tim yang bermarkas di Scotiabank Arena, Toronto, ini termasuk salah satu tim termuda di NBA, saat bersama Memphis Grizzlies bergabung ke NBA pada 1995. Hanya Charlotte Hornet, yang bergabung ke NBA pada 2004, yang usianya lebih muda dari Raptors dan Grizzlies.
Lampaui batas negara
Saat lemparan bebas bintang Raptors, Kawhi Leonard, memastikan kemenangan timnya, para pemain tim yang menyebut diri ”We the North”—merujuk pada posisi Kanada di utara AS—berhamburan ke lapangan. Kemeriahan pesta Raptors yang jauh melampaui batas negara semakin terasa melihat latar belakang para pemain yang memperkuat tim ini.
Forward Pascal Siakam (25), yang bersama point guard Kyle Lowry mencetak angka terbanyak bagi timnya, masing-masing 26 poin, merayakan gelar juara NBA dengan mengalungkan bendera Kamerun di pundaknya. ”Ini sebuah mimpi, dan rasanya mengagumkan bisa mewujudkan mimpi kami,” ujarnya.
Dia berharap kesuksesannya ini menginspirasi para pebasket muda Afrika untuk tampil di NBA. ”Itu salah satu alasan saya berada di sini dan membawa bendera mewakili Kamerun dan Afrika. Saat kecil, saya tak punya peluang bermimpi seperti ini. Saya tak berpikir ini mungkin. Banyak anak Afrika berpikir seperti itu,” ujarnya.
”Saya hanya anak laki-laki kurus dari Kamerun, tetapi ternyata bisa melakukannya. Jika Anda meyakini sesuatu, berusahalah sekuat tenaga mewujudkannya,” kata Siakam yang mengikuti kamp Bola Basket Lintas Batas dan pindah ke AS pada usia 16 tahun. Ia bergabung ke Raptors pada 2016.
Siakam lalu berbicara bahasa Perancis dengan center Serge Ibaka, pebasket kelahiran Kongo. Ibaka, yang kini menjadi warga negara Spanyol, kemudian berbicara dalam bahasa Spanyol dengan center Marc Gasol, rekannya di Raptors yang juga anggota timnas Spanyol.
”Ini berarti sangat banyak. Bisa berbicara Perancis, Spanyol, lalu Inggris dengan rekan setim. Ini juga mewakili Toronto dan keragamannya. Ini untuk Kanada,” ujar Ibaka.
Adapun Gasol menyusul jejak kakaknya, Pau Gasol, yang turut membawa Los Angeles Lakers juara NBA. ”Ini luar biasa. Saya sangat gembira. Semua orang di Toronto dan Kanada layak menerima gelar ini karena kami berjuang bersama,” ujar Gasol.
Sementara itu, pelatih Raptors Nikck Nurse, warga AS, menghabiskan 11 tahun karier kepelatihannya di Inggris. Di belakang layar, Raptors dipimpin Masai Ujiri, warga Nigeria yang menjadi presiden tim.
Akhir era
Bagi Warriors, kegagalan di final NBA kelima dalam lima tahun terasa seperti akhir sebuah dominasi. Ini adalah laga kandang terakhir Stephen Curry dan kawan-kawan di Oakland karena mereka dijadwalkan pindah ke San Francisco musim depan.
Mereka juga kehilangan banyak pemain yang cedera. Kevin Durrant cedera tendon Achilles pada laga kelima, dan Klay Thompson robek ligamen lutut awal laga keenam. Dengan cedera cukup parah, kedua pemain yang habis kontraknya itu diragukan cukup fit musim depan. (AFP/AP/WAS/NIC)