Agus yakin anaknya bukan perusuh. Tanggal 22 Mei sekitar pukul 02.00, Raihan sedang berada di Masjid Al Istiqamah untuk bekerja bakti dan bersih-bersih. Raihan memang remaja yang aktif mengikuti kegiatan di masjid.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
Rumah keluarga Agus Salim (49), ayah korban kerusuhan pascapemilu Muhammad Raihan Fajari (15), tidak sulit ditemukan meskipun berada di gang sempit. Keluarga itu tinggal di rumah petak di Jalan Petamburan V, RT 010 RW 005, Jakarta Barat.
Kamis (13/6/2019) siang, Agus baru saja selesai melayani wawancara dengan wartawan dari sebuah media daring. Agus menerima kedatangan Kompas dengan ramah.
Hampir sebulan sejak kepergian Raihan saat pecah kerusuhan 22 Mei di kawasan Petamburan. Kesedihan sudah berangsur menghilang dari wajah Agus.
Raihan lahir saat subuh tanggal 15 Desember 2003. Maka, nama panjangnya Raihan Fajari. Remaja itu dimakamkan di Kampung Talibaju, Desa Cikao Bandung, Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat.
Agus yakin anaknya bukan perusuh. Tanggal 22 Mei sekitar pukul 02.00, Raihan sedang berada di Masjid Al Istiqamah untuk bekerja bakti dan bersih-bersih. Raihan memang remaja yang aktif mengikuti kegiatan di masjid.
”Dia mendengar ada kerusuhan di Jalan KS Tubun. Lalu dia dan teman-temannya keluar untuk melihat keadaan. Karena situasi tidak kondusif, mereka pulang. Saat balik kanan, Raihan tertembak,” kata Agus.
Setelah pontang-panting mencari, Agus menemukan anaknya sudah terbujur kaku di RS TNI AL Mintohardjo. Ada luka berbentuk titik berada di bawah alis sebelah kiri dekat hidung Raihan.
Ayah tiga anak itu mencium pipi anaknya untuk terakhir kalinya sebelum merelakan untuk diotopsi di RS Polri Kramatjati.
”Ada hoaks yang mengatakan anak saya dianiaya. Ada foto jenazah anak saya digabungkan dengan foto aparat sedang menganiaya. Ada juga yang mengatakan anak saya dianiaya di masjid. Padahal, tidak seperti itu,” tuturnya.
Pria yang bekerja sebagai pengemudi ojek daring itu bersyukur apabila kasus kematian anaknya terungkap. Seandainya tidak terungkap, Agus telah mengikhlaskan kematian anaknya.
”Yang membuat saya sedih kalau teringat sebelum meninggal dia bekerja mengangkat barang-barang di Pasar Tanah Abang. Katanya dia perlu uang untuk membeli ponsel dan untuk naik gunung,” ucapnya.
Seperti remaja seusianya, Raihan pun ingin memiliki ponsel. Agus tidak tahu bahwa anaknya menginginkan ponsel karena Raihan tidak mau membebani orangtuanya.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, korban kerusuhan 21-22 Mei meninggal akibat benda tumpul dan tembakan. Polisi belum memastikan siapa pelaku penembakan karena masih melakukan tes balistik berdasarkan proyektil yang ditemukan di tempat kejadian.
Menurut Tito, peluru tersebut bisa berasal dari senjata petugas karena para korban berada di dekat Asrama Brimob Petamburan yang menjadi sasaran perusuh. Kemungkinan lain, ada pihak ketiga sebagai pelaku penembakan.
Agus mengatakan, Kamis siang itu, dia baru saja mengambil rapor dan ijazah Raihan di sekolahnya. Raihan dinyatakan lulus dari SMPN 181 dengan nilai yang cukup baik.
”Seharusnya tahun ini Raihan masuk SMA,” kata Agus.
Agus adalah warga Petamburan yang menjadi saksi mata kerusuhan Mei 1998. Ia melihat api berkobar dan orang-orang melakukan penjarahan. Waktu itu, Agus berpesan kepada saudara-saudaranya agar tidak keluar rumah.
Kini, Agus kembali menjadi saksi mata sekaligus kehilangan anaknya akibat kerusuhan Mei 2019. Kerusuhan dan kekerasan selalu mencari tumbal orang-orang yang tak tahu apa-apa.