Risma Bagikan ”Resep” Pengelolaan Sampah di Surabaya Saat World Material Forum
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini diundang menjadi salah satu pembicara di ajang World Material Forum yang berlangsung di Nancy, Perancis, Rabu-Jumat (12-14/6/2019). Dalam forum yang dihadiri pakar, praktisi, akademisi, pemerintah, dan sektor swasta itu, Risma memaparkan “resep” pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
NANCY, KOMPAS — Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini diundang menjadi salah satu pembicara di ajang World Material Forum yang berlangsung di Nancy, Perancis, Rabu-Jumat (12-14/6/2019). Dalam forum yang dihadiri pakar, praktisi, akademisi, pemerintah, dan sektor swasta itu, Risma memaparkan ”resep” pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya, Jawa Timur.
Risma menuturkan, sebagai kota metropolitan, Surabaya menghadapi persoalan besar mengelola sampah yang dihasilkan 3,3 juta warganya. Sampah itu menjadi salah satu masalah utama yang harus diselesaikan agar bisa membuat kota ini nyaman dihuni.
Masalah awal saat menyelesaikan persoalan sampah di Surabaya, kata Risma, adalah tempat pembuangan sampah sementara ditutup warga karena bau tidak sedap. Akibatnya, sampah menyebar di berbagai penjuru kota seluas 350 kilometer persegi ini. Bau tidak sepan pun makin tersebar di berbagai sudut kota.
”Akhirnya, kami memutuskan untuk bekerja sama dengan warga menyelesaikan masalah tersebut,” kata Risma saat menjadi pembicara di World Material Forum di Nancy, Jumat (14/6/2019), seperti dikutip dalam siaran pers yang diterima Kompas, Sabtu (15/6/2019).
Pemerintah Kota Surabaya kemudian menggunakan konsep pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Warga diajak untuk mengelola sampah mulai dari tingkat terbawah, yakni rumah masing-masing.
Akhirnya, kami memutuskan untuk bekerja sama dengan warga menyelesaikan masalah tersebut.
Sampah rumah tangga dipilah dan dipilih kemudian dijual ke bank sampah. Untuk mendukung gerakan itu, Pemkot Surabaya mendirikan bank sampah di tingkat kampung-kampung yang jumlahnya kini mencapai 352 unit di seluruh Surabaya.
”Sementara untuk sampah organik dikelola menjadi pupuk kompos di tempat pengomposan yang tersebar di beberapa tempat. Pupuk itu untuk menyuburkan taman-taman di Surabaya dan program pertanian perkotaan,” ucap Risma.
Presiden Asosiasi Pemerintah Daerah se-Asia Pasifik (UCLG Aspac) ini mengungkapkan, di setiap kampung dibentuk kader lingkungan. Tugas mereka untuk mendorong warga yang merupakan tetangganya untuk aktif mengelola sampah. Hingga saat ini, ada lebih dari 500 fasilitator dan 30.000 kader lingkungan di seluruh Surabaya.
Selain sampah rumah tangga, pengelolaan sampah juga diterapkan di lingkungan sekolah dan kampus melalui program eco-school, eco-Islamicboarding school, dan eco-university. Dalam program ini, siswa dan mahasiswa diajak mengelola sampah, limbah, penanaman pohon, dan penghematan energi di lingkungan mereka masing-masing.
Sampah plastik
Selain itu, untuk mengatasi masalah sampah plastik yang sulit terurai, Pemkot Surabaya menerbitkan Surat Edaran Wali Kota Surabaya yang mendorong pengurangan sampah plastik dan melakukan daur ulang plastik. Warga biasanya mendaur ulang sampah plastik menjadi produk-produk kerajinan yang bernilai ekonomi.
Kemudian, kampanye tentang penggunaan sedotan logam terus digalakkan untuk mengganti sedotan plastik, penggunaan tumbler dan kotak makan siang, serta kantong kertas sebagai ganti kemasan plastik agar tidak ada lagi plastik sekali pakai.
”Kami juga mendistribusikan 2.000 gelas untuk pekerja kebersihan dan mengurangi penggunaan botol plastik serta kemasan plastik selama rapat di kantor. Sementaradi mal, pasar ritel, dan minimarket, konsumen dikenai biaya tambahan untuk membeli kantong plastik,” kata Risma.
Risma mengatakan, masyarakat perlu diberikan banyak alternatif dalam mengelola sampah plastiK. Selain dijual ke bank sampah maupun didaur ulang menjadi kerajinan, sampah botol plastik di Surabaya bisa digunakan untuk pembayaran transportasi di Bus Suroboyo.
Kami juga mendistribusikan 2.000 gelas untuk pekerja kebersihan dan mengurangi penggunaan botol plastik serta kemasan plastik selama rapat di kantor. Sementara di mal, pasar ritel, dan minimarket, konsumen dikenai biaya tambahan untuk membeli kantong plastik.
Ada 20 bus yang melayani dua rute, yakni dari Terminal Purabaya-Jalan Rajawali dan rute Universitas Negeri Surabaya-Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Setiap rute dilayani 10 bus dengan waktu tunggu sekitar 10 menit.
Untuk satu kali perjalanan selama dua jam, setiap penumpang harus menukarkan sampah air minum dalam kemasan sebanyak 10 gelas berukuran 240 mililiter atau 5 botol ukuran 600 mililiter atau 3 botol ukuran 1.500 mililiter.
Sejak beroperasi pada April 2018 hingga Januari 2019 (10 bulan), sampah botol plastik yang terkumpul dari penumpang sebagai ongkos menaiki bus itu sebanyak 39 ton. Lelang dibuka dengan harga Rp 80 juta dan dimenangkan PT Langgeng Jaya Plastindo dengan penawaran Rp 150 juta.
Secara terpisah, dosen Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Warmadewanthi, mengatakan, penelitiannya pada 2016 menunjukkan bahwa timbulan sampah yang dihasilkan warga Surabaya rata-rata 0,4 kilogram per hari.
Jumlah ini lebih rendah dibandingkan standar yang dipakai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebanyak 0,7 kilogram per orang setiap hari.
”Warga Surabaya mulai berperilaku dan melakukan gaya hidup bebas sampah sehingga jumlah produksi sampah terus berkurang. Pengurangan sampah didukung dengan kesadaran masyarakat dalam mengelola dan mendaur ulang sampahnya,” ujar Warmadewanthi.
Data dari Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya menyebut, setiap hari, sampah yang dihasilkan dari sekitar 3,3 juta warga Surabaya diperkirakan 1.336 ton. Sampah plastik menempati urutan kedua terbanyak dengan 19 persen di bawah sampah organik sebanyak 54 persen.
Jika dihitung hanya warga Surabaya, volume sampah plastik yang dihasilkan sebanyak 92.651 ton atau 277.954 meter kubik per tahun. Adapun yang menjadi timbunan karena belum terkelola sekitar 50 persen atau 138.977 meter kubik per tahun.