Tahun depan, Tokyo menggelar hajatan olahraga akbar, Olimpiade. Bukan sekadar pesta olahraga, ajang itu juga dimanfaatkan Jepang untuk memperlihatkan komitmen pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pada akhir pekan ini, Sabtu (15/6/2019), Tokyo tinggal punya sisa waktu 404 hari untuk mempersiapkan penyelenggaraan Olimpiade 2020. Stadion utama untuk pembukaan dan arena-arena lain belum selesai dibangun atau direnovasi. Spanduk dan aneka media kampanye luar ruang soal Olimpiade juga belum banyak ditemukan di Tokyo, satu-satunya kota di Asia yang bakal menjadi tuan rumah Olimpiade kedua kali— setelah Olimpiade 1964.
Sampai akhir Mei lalu, saat Kompas berkunjung ke Tokyo, para pekerja dan aneka mesin konstruksi terlihat masih aktif di Stadion Olimpiade, Tokyo, yang terletak di dekat kawasan Shibuya. Stadion itu rencananya akan menjadi lokasi upacara pembukaan pada 24 Juli 2020 dan upacara penutupan pada 9 Agustus 2020. Arena senam di samping stadion itu belum selesai dibangun. Demikian pula 16 arena lain dan wisma atlet di daratan reklamasi di sekitar Teluk Tokyo.
Persiapan Jepang juga terguncang oleh pengunduran diri dua pejabat senior, Yoshitaka Sakurada dan Tsunekazu Takeda. Sakurada adalah politisi senior yang dekat dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Ia mundur dari jabatan menteri yang mengurusi persiapan Olimpiade setelah dikecam publik. Masyarakat mengecam Sakurada atas komentarnya soal korban gempa dan tsunami tahun 2011. Sementara Takeda meninggalkan jabatan sebagai Ketua Komite Olimpiade Tokyo karena diselidiki dalam dugaan korupsi.
Meski demikian, panitia Olimpiade 2020 optimistis, pembangunan arena dan fasilitas pendukung bakal tuntas sesuai jadwal. Sejumlah arena memang dirancang baru akan selesai, tahun ini. Bahkan, pembangunan arena akuatik dirancang selesai pada 2020. "Kami optimistis semua sesuai jadwal," kata Ketua Panitia Olimpiade Tokyo, Yoshiro Mori, dalam keterangan tertulis.
Sosialisasi
Demi suksesnya perhelatan akbar tersebut, panitia menempuh sejumlah cara untuk menyosialisasikan Olimpiade. Di stasiun-stasiun yang dekat arena, dipasang poster-poster logo dan maskot Olimpiade.
Toko suvenir khas Olimpiade juga sudah dibuka di beberapa lokasi di Tokyo. Di toko-toko itu dijual aneka bentuk Miraitowa, maskot Olimpiade 2020, dan Someity, maskot Paralimpiade 2020. Miraitowa berwarna biru putih. Adapun Someity merah muda dan putih. Miraitowa berarti masa depan kekal dan abadi. Sementara Someity terdengar seperti frasa "So Mighty" alias sangat kuat. Frasa ini untuk menggambarkan semangat dan daya juang para atlet di paralimpiade.
Terkait sosialisasi tersebut, di sekolah-sekolah dibagikan buku latihan dengan materi modifikasi. Buku itu menggunakan materi terkait olahraga sebagai contoh soal untuk aneka latihan pelajar. Lebih dari 100.000 pelajar menerima buku khusus itu.
Kementerian Pendidikan Jepang dan panitia Olimpiade juga menggelar program "Yoi Don" untuk mengenalkan dan menyebarkan demam Olimpiade kepada para pelajar di berbagai penjuru Jepang. Program itu kurang lebih bermakna, "bersiap". Lewat program itu, dibuat aneka materi ajar hingga aktivitas sekolah agar pelajar di negeri itu mengenal lebih lanjut soal Olimpiade.
Materi ajar dan panduan aktivitas tersebut dibagikan secara gratis. Diharapkan, para pelajar dan masyarakat Jepang mau terlibat dengan cara masing-masing dalam penyelenggaraan Olimpiade 2020.
"Kami tidak terlalu paham soal persiapan Olimpiade. Kami terbiasa melihat pembangunan tanpa henti di Tokyo. Ada atau tidak Olimpiade, selalu ada macam-macam proyek di Tokyo," kata Nakano, warga Tokyo, saat ditanya Kompas tentang pandangannya mengenai persiapan kotanya menjadi tuan rumah Olimpiade.
Daur ulang
Panitia juga berupaya menunjukkan komitmen pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang diluncurkan PBB pada 2015. Caranya, menggunakan sebanyak mungkin materi daur ulang untuk aneka hal selama penyelenggaraan Olimpiade.
NTT Docomo, perusahaan telekomunikasi Jepang, dan pemerintah di 1.594 kota atau daerah setingkat di Jepang mendirikan pusat pengumpulan gawai bekas. Sampai sekarang, terkumpul sedikitnya 47.488 ton gawai bekas. Gawai-gawai itu, bersama benda bekas lain, akan didaur ulang dan dijadikan medali.
Panitia menargetkan 2,7 ton tembaga, 4,1 ton perak, dan 30,3 kilogram emas terkumpul dari gawai dan aneka benda itu. Dengan cara tersebut, panitia Olimpiade ingin menunjukkan komitmen mendaur ulang. Isu lingkungan hidup menjadi salah satu perhatian di SDGs, dan daur ulang adalah salah satu kebutuhan penting untuk mencegah sampah terus bertambah.
Produk daur ulang juga akan digunakan pada seragam para pembawa obor Olimpiade. Mereka akan memakai seragam yang sebagian bahannya diolah dari botol plastik. Para pembawa obor, yang jumlah totalnya diperkirakan 10.000 orang, akan melewati ratusan kota dan lokasi penting selama pawai membawa obor.
Mereka antara lain melewati lokasi-lokasi bencana, seperti gempa dan tsunami di Fukushima. Rute seperti itu untuk menggambarkan semangat terus bangkit setelah menghadapi situasi terburuk.