Whatsapp Jadi Sarana Penyebaran Hoaks yang Ikut Merisaukan Masyarakat
Oleh
M Iksan Mahar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Di tengah ancaman penyebaran hoaks yang semakin masif, Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI segera mengintensifkan pencegahan sebaran berita bohong dan ujaran kebencian lewat aplikasi pesan instan seperti Whatsapp. Atas dasar itu, setiap individu diharapkan lebih bijak dan berhati-hati untuk menyebarkan berbagai informasi yang isinya belum jelas kebenarannya.
Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Rickynaldo Chairul mengatakan, pihaknya telah menangkap YM (32) pada Jumat (14/6/2019) di Bojongsari Baru, Depok, Jawa Barat. YM diduga terlibat dalam penyebaran informasi atau berita bohong melalui grup aplikasi pesan instan, yaitu Whatsapp (WA).
Dalam pesan instan yang disebarkan di grup WA itu, YM menyebutkan bahwa kasus dugaan makar yang menjerat Kivlan Zen adalah hasil rekayasa aparat. Pesan tersebut pun telah disebarkan YM ke sekitar 10 grup WA lainnya.
Sebelumnya, 11 Juni lalu, tim penyidik menangkap YY (29) di Tapos, Depok, Jawa Barat. YY diduga terlibat dalam penyebaran berita bohong di grup WA. Narasi yang disebarkan di sejumlah grup WA itu adalah mengenai ancaman terhadap presiden Joko Widodo dan ancaman untuk meledakkan asrama Brimob Polri di Kelapa Dua, Depok.
”Memang saat ini sudah beralih (penyebaran hoaksnya) dari media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, ke grup WA. Bahkan, penyebaran di WA grup tersebut lebih cepat karena tidak terdeteksi aparat. Namun, kami telah melakukan patroli siber di grup-grup WA yang terindikasi kerap menyebarkan konten-konten negatif selama ini,” kata Rickynaldo di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat.
Oleh karena itu, Rickynaldo memastikan, pihaknya telah memiliki teknik tersendiri untuk mengantisipasi penyebaran hoaks di grup-grup WA. Patroli siber terus dilakukan tim penyidik Polri untuk menindak tegas seluruh pelaku yang membuat, mendistribusikan, dan menyebarkan konten-konten negatif di media sosial dan aplikasi pesan instan lainnya.
Lebih lanjut, Rickynaldo berharap masyarakat lebih berhati-hati menggunakan media sosial dan aplikasi pesan instan, terutama agar warga tidak membagikan informasi berkonten negatif yang dapat menyebabkan keonaran di ranah publik.
Tak hentikan proses
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengungkapkan, penangkapan kasus penyebaran hoaks di aplikasi pesan instan dilakukan kepada individu yang terbukti paling masif menyebarkan konten negatif seperti itu.
”Penegakan hukum dilakukan aparat agar konten hoaks itu tidak terlanjur memberikan pemahaman yang keliru kepada masyarakat,” kata Asep.Penangkapan terhadap para penyebar hoaks itu, lanjut Asep, tidak akan menghentikan proses pengungkapan kasus penyebaran berita bohong selama ini oleh aparat kepolisian. Tim penyidik juga masih terus melakukan pendalaman untuk mengungkap lebih jauh pembuat konten-konten negatif dan kabar bohong tersebut.
Atas perbuatannya itu, para tersangka penyebar kebohongan dapat disangkakan melanggar sejumlah ketentuan, antara lain Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 Ayat (2) dan/atau Pasal 15 UU No 1/1946 tentang Peraturan Pidana.
Mereka bahkan dapat terancam dengan hukuman maksimal empat tahun penjara dan denda maksimal Rp 750 juta.