Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengecek adanya temuan baru impor sampah di Batam, Kepulauan Riau. Kemungkinan itu ada sesuai dengan informasi awal yang diterima pihak kementerian. Pada saat yang sama, pemerintah mengembalikan lima kontainer sampah impor di Surabaya ke negara pengirim.
Oleh
Fajar Ramadhan / Pandu Wiyoga
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengecek adanya temuan baru impor sampah di Batam, Kepulauan Riau. Kemungkinan itu ada sesuai dengan informasi awal yang diterima pihak kementerian. Pada saat yang sama, pemerintah mengembalikan lima kontainer sampah impor di Surabaya ke negara pengirim.
Sebelumnya, pemerintah menemukan belasan kontainer impor berisi sampah dan limbah bahan beracun di Pelabuhan Batam dan Surabaya. Rinciannya, 11 ditemukan di Batam dan 5 lainnya di Surabaya (Kompas, 11 Juni 2019).
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, pekan ini pemerintah menerjunkan tim ke lapangan untuk mendalami temuan impor sampah dan limbah bahan beracun tersebut. ”Kami masih akan cek, staf akan turun (ke lapangan) minggu ini,” katanya saat dihubungi di sela-sela pertemuan G-20 di Jepang, Minggu (16/5/2019).
Impor sampah di Batam dinilai telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Konvensi Basel. Adapun untuk kasus di Surabaya dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan jumlah sampah ikutan dalam sampah kertas. Tidak hanya itu, kementerian juga meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait dengan kebutuhan impor kertas bekas sebagai material.
Langkah jangka pendek lain juga telah ditempuh dengan mengirim balik lima kontainer sampah yang ditemukan di Surabaya ke negara asal, yaitu Amerika Serikat. ”Kami tidak ingin menjadi tempat pembuangan sampah,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Sayid Muhadhar.
Selain itu, untuk langkah jangka panjangnya, KLHK melakukan perhitungan atau kajian sampah ikutan dari impor kertas dan menyusun prosedur perhitungannya. Mereka juga akan membangun mekanisme penegakan hukum bagi penanggung jawab yang terbukti melakukan impor sampah.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan juga siap memperbaiki Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-bahan Berbahaya dan Beracun (Kompas, 12 Juni 2019). Ini juga menjadi salah satu langkah jangka panjang yang akan diwujudkan tahun ini untuk mencegah hal serupa kembali terjadi.
Sementara itu, Asosiasi Export Import Plastik Industri Indonesia (Aexipindo) Batam menyatakan bahwa mereka tidak mengimpor bahan berbahaya dan beracun. Menurut mereka, barang yang diimpor merupakan bahan baku plastik yang mereka produksi untuk diekspor kembali 100 persen.
”Kami mengimpor barang ini melalui proses yang panjang dari purchase order, sucofindo, inspeksi, dan pembayaran,” kata Sekretaris Jenderal Aexipindo Marthen Tandi Rura.