Festival balon udara di Wonosobo tidak hanya menjaga tradisi dan mewadahi kreativitas, tetapi juga mengedukasi warga akan keselamatan penerbangan.
Wasno (25) dan Ian (20) memegang erat bambu yang ujungnya terkait balon yang hendak diterbangkan. Di bawah balon bermotif kotak-kotak aneka warna itu, delapan teman di timnya sibuk menyibak kibaran balon agar tidak rebah ke tanah. Ada pula yang menjaga bara api dari tempurung dan sabut kelapa yang dibakar dalam tungku agar hawa panasnya bisa melambungkan balon ke udara.
”Awas-awas! Bagian sana ditahan!” seru Wasno kepada rekan setimnya.
Seruan itu langsung direspons sigap teman-temannya. Berkostum surjan hitam dan berikat kepala, 10 anggota Tim Laskar Kiai Bugel Desa Mojotengah itu bersatu padu menerbangkan balon udara. Mereka turut dalam Java Traditional Balloon Festival 2019 yang digelar di Lapangan Desa Pagerejo, Wonosobo, Jawa Tengah, Sabtu (15/6/2019).
Sedikitnya 106 kelompok penerbang balon berpartisipasi dalam festival yang diselenggarakan AirNav Indonesia, Pemerintah Kabupaten Wonosobo, dan Komunitas Balon Udara Wonosobo itu. Aneka motif berbahan dasar kertas pilus menghiasi balon setinggi 7-10 meter. Bentuk balon bervariasi, ada yang berbentuk burung dan ayam. Balon-balon itu tertambat pada tali agar tidak terbang liar dan membahayakan keselamatan pesawat.
Wasno mengatakan, biaya pembuatan balon udara timnya mencapai Rp 400.000 dan dibuat bersama dalam waktu sebulan. ”Uangnya dari iuran, ada yang Rp 20.000 sampai Rp 50.000,” kata Wasno yang sehari-hari bekerja sebagai petani sayur.
Tradisi dan bermakna
Mardi Rahmat (37) dari Kelompok Demange Lowo Ireng menyampaikan, tradisi menerbangkan balon udara merupakan warisan dari nenek moyang. Dulu saat zaman perang, balon udara diterbangkan untuk menakuti musuh pada masa penjajahan.
Menerbangkan balon udara pada momen seputar Lebaran itu, menurut Rahmat, juga bermakna melepaskan dosa-dosa sekaligus melambungkan harapan kebaikan. Nilai kebersamaan dan gotong royong juga dilestarikan dalam tradisi tersebut.
Sebelum diatur dan terwadahi dalam festival, balon udara tradisional dari warga diterbangkan begitu saja dan tidak tertambat tali di ketinggian tertentu. Kondisi itu sangat membahayakan keselamatan pesawat terbang.
Direktur Keselamatan, Keamanan, dan Standardisasi AirNav Indonesia (Perum Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia) Yurlis Hasibuan menyebutkan, melalui festival ini, tradisi masyarakat tetap terjaga. Pada saat yang sama, masyarakat juga teredukasi dengan tidak melepaskan balon secara liar.
”Secara keseluruhan, tahun ini masih ada 57 laporan yang kami terima dari para penerbang yang melihat ada balon yang terlepas di udara. Ini jauh menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 118 laporan,” kata Yurlis.
Bupati Wonosobo Eko Purnomo berharap, peserta festival terus meningkatkan kreativitas dan inovasinya. ”Selain memiliki ciri khas, karya yang dihasilkan juga selalu berkembang mengikuti selera masyarakat,” kata Eko.
Tim Ahli Platform Indonesiana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Fafa Utami mengatakan, ajang ini bukan sekadar hiruk pikuknya, melainkan lebih pada membangun kapasitas warga dalam menggelar festival akbar.
Ribuan pengunjung dari sejumlah daerah antusias menyaksikan festival. Padahal, akses menuju desa itu cukup sulit karena melewati jalan perkampungan yang sempit dan berlubang.
(Wilibrordus Megandika Wicaksono)