Ribuan warga Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mendeklarasikan diri menolak beragam bentuk kerusuhan yang dipicu oleh sengketa hasil pemilihan umum, baik pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif 2019. Mereka berkomitmen menjaga perdamaian, menciptakan persatuan, dan melanjutkan pembangunan yang memajukan Indonesia.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Ribuan warga Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mendeklarasikan diri menolak beragam bentuk kerusuhan yang dipicu sengketa pemilihan presiden dan pemilihan legislatif 2019. Mereka berkomitmen menjaga perdamaian, menciptakan persatuan, dan melanjutkan pembangunan untuk memajukan Indonesia.
Deklarasi tolak kerusuhan itu berlangsung Minggu (16/6/2019) di Alun-alun Kabupaten Sidoarjo. Adapun sebagai wujud komitmen menjaga perdamaian, ribuan warga membubuhkan tanda tangan pada selembar kain putih yang dibentangkan di alun-alun.
Sejumlah pesan mengemuka dalam acara deklarasi yang dibalut dengan jalan sehat dan olahraga bersama di Minggu pagi itu. Beberapa di antaranya, kerusuhan hanyalah menimbulkan masalah baru, memecah persatuan bangsa, mencoreng nama baik Indonesia di kancah dunia, dan bukan harapan masyarakat Indonesia.
Deklarasi menolak kerusuhan ini diikuti ribuan orang berlatar belakang agama, suku bangsa, dan strata ekonomi beragam. Para peserta juga berasal dari berbagai kelompok sosial dan komunitas yang aktif memberikan sumbangsih terhadap pembangunan di Sidoarjo.
Salah satu tokoh agama Budha di Sidoarjo, Nico Tri Sulistyo Budi, mengatakan, saat ini, bangsa Indonesia tengah menghadapi sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2019. Selama proses berlangsung, sebaiknya masyarakat bersabar dan menahan amarah. Sebaliknya, masyarakat lebih mengedepankan rasa kasih dan saling menghormati antara sesama manusia sebagai warga bangsa.
”Serahkan semua pada proses hukum (Mahkamah Konstitusi). Jangan mudah terprovokasi melakukan kerusuhan. Berbuat rusuh tidak akan menyelesaikan masalah. Mari bersatu untuk Indonesia damai,” kata Nico.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Sidoarjo KH Mohammad Kirom bahkan telah jauh-jauh hari mengingatkan masyarakat. Semua pihak agar arif dan bijaksana menyikapi setiap persoalan, apalagi yang menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sementara itu, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah mengatakan, masyarakatnya sangat majemuk. Namun, selama ini mereka hidup guyub, rukun, dan damai. Sebagai kepala daerah, dia pun mengajak warga terus mempertahankan toleransi dan sikap saling menghargai dalam bermasyarakat.
”Jangan sampai mudah terprovokasi dan terpancing untuk melakukan kerusuhan. Warga Sidoarjo itu cinta damai,” kata Saiful.
Kristanti (37), salah satu warga yang ikut dalam kegiatan ini, berharap masalah sengketa pemilu bisa diselesaikan dan apa pun hasilnya bisa diterima dengan baik. Setiap orang, menurut dia, tak boleh mengedepankan emosi karena pada dasarnya setiap warga bangsa adalah saudara.
Tuntaskan pidana pemilu
Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu daerah yang telah menuntaskan sengketa Pemilu 2019 dengan baik. Pengadilan Negeri Sidoarjo, Kamis (13/6/2019), telah menjatuhkan vonis bersalah terhadap terdakwa pelaku pidana pemilu yang menyebabkan surat suara pemilihan DPRD Kabupaten Sidoarjo tidak bernilai.
Terdakwa bernama Mulyadi (51), warga Desa Kloposepuluh, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, dihukum pidana penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan 8 bulan. Dia juga dijatuhi hukuman denda Rp 5 juta subsider sebulan kurungan.
Terdakwa yang merupakan saksi mandat dari Partai Kebangkitan Bangsa, Rabu (17/4/2019) selepas maghrib, datang ke TPS 09 Desa Kloposepuluh. Dia duduk di kursi saksi di dalam TPS bersama dengan saksi dari partai politik lain. Dengan alasan tidak bisa melihat surat suara yang tercoblos secara jelas, para saksi meminta izin bergeser mendekat KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).
Akibat pergeseran tempat duduk para saksi, tempat duduk terdakwa menjadi lebih dekat dengan surat suara yang sudah dicoblos oleh pemilih, tetapi menunggu giliran proses penghitungan. Dalam pemilu kali ini ada lima surat suara yang harus dihitung, yakni surat suara untuk memilih presiden, DPD, DPR, DPRD Provinsi Jatim, dan DPRD Kabupaten Sidoarjo.
Karena dalam pemilu kali ini terdapat lima surat suara yang berbeda, pemilih banyak yang bingung sehingga kerap salah memasukkan surat suara ke dalam kotak suara. Surat suara DPD, misalnya, masuk ke kotak suara DPR atau sebaliknya. Melihat hal itu, KPPS atas persetujuan pengawas dan saksi parpol membuka semua kotak suara dan memilah surat suara sesuai warnanya.
Terdakwa duduk di dekat tumpukan surat suara DPRD Kabupaten Sidoarjo yang sudah dicoblos oleh pemilih, tetapi belum dihitung. Saat itulah, secara spontan terdakwa mengambil paku yang ditemukannya di sekitar lokasi. Paku itu digunakan untuk mencoblos surat suara sehingga menjadi tidak bernilai. Pelaku mencoblos secara acak atau random di kotak PKB.
Perbuatan terdakwa diketahui saksi mandat dari Partai Bulan Bintang, Abdullah Jadid, yang duduk bersebelahan. Jadid kemudian merekam aksi terdakwa dengan telepon pintarnya dan mengirimkan rekaman itu kepada pengurus partainya. Perbuatan terdakwa pun akhirnya diproses oleh Bawaslu Kabupaten Sidoarjo.
Akibat perbuatan terdakwa Mulyadi, surat suara hasil coblosan menjadi tidak bernilai. Hal itu berdampak pada berkurangnya perolehan suara parpol serta calon anggota legislatif yang menjadi kontestan pemilu. Perbuatan terdakwa juga mengakibatkan dilakukannya pemungutan suara ulang di TPS 09 Desa Kloposepuluh.
Jaksa Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Muhammad Ridwan Dermawan, menyatakan terdakwa telah melanggar Pasal 532 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara dan denda Rp 8 juta.