Trans-Sulawesi Masih Lumpuh
Banjir di sebagian wilayah Sulawesi Tenggara melumpuhkan aktivitas warga. Lingkungan wajib dipulihkan untuk mencegah banjir terulang.
KONAWE, KOMPAS —Jalur Trans- Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Konawe dan Kolaka Timur hingga kemarin masih terendam air setinggi hingga 1,5 meter di beberapa titik. Banjir juga masih merendam semua jalur transportasi di wilayah Konawe Utara.
Air setinggi 1,5 meter merendam jalur Trans-Sulawesi, tepatnya di Desa Hongoa, Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sabtu (15/6/2019). Akibatnya, akses transportasi pun lumpuh. Seminggu terakhir dilanda banjir, ketinggian air bahkan hanya surut beberapa sentimeter.
Murhum (35), warga setempat, menuturkan, banjir yang merendam jalan dengan ketinggian lebih dari 1 meter telah berlangsung empat hari. Banjir yang sampai memutus jalur transportasi baru kali ini terjadi. Biasanya, air merendam jalan dengan ketinggian maksimal 30 sentimeter.
Banjir dengan tinggi lebih dari 1 meter dan telah berlangsung berhari-hari praktis melumpuhkan aktivitas keseharian warga. ”Mau ke mana-mana tidak bisa. Sawah dan kebun terendam semua. Sawah baru umur satu bulan itu pasti sudah habis. Merica yang sebentar lagi panen apalagi,” tutur Masmur (53), warga desa lainnya.
Rumah Masmur pun terendam air hingga 1 meter. Sebagian barang-barangnya tidak mampu diselamatkan dan terus terendam air.
Di depan rumahnya, air menggenangi jalan Trans-Sulawesi setinggi 1,5 meter. Banjir merendam jalan sepanjang sekitar 3 kilometer. Pengendara roda dua yang ingin melintas harus menaiki rakit agar kendaraan mereka tidak terendam air. Puluhan mobil jenis minibus harus dinaikkan ke truk atau trailer untuk melintas.
Jalur ini bukan satu-satunya yang terendam air. Sejumlah ruas jalan lain juga tergenang sebelum mencapai ibu kota Kabupaten Konawe. Pengendara belum bisa melintas hingga Kabupaten Kolaka Timur karena putusnya Jembatan Ameroro. Meski upaya pemulihan mulai dilakukan dengan menimbun memakai tanah, jembatan masih belum bisa dilalui.
Di wilayah Kabupaten Konawe Utara, banjir juga masih merendam enam kecamatan dan jalur Trans-Sulawesi menuju Sulawesi Tengah. Jembatan Asera yang ambrol juga belum bisa dilalui.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konawe Utara Rahmatullah menyampaikan, semua jalur itu masih terendam banjir seperti hari-hari sebelumnya. Air mulai berangsur surut meski lambat.
”Untuk distribusi logistik masih mengandalkan jalur udara,” ujar Rahmatullah.
Dengan kondisi itu, pengiriman bantuan ke warga terdampak dilakukan secara bertahap. Selain dengan jalur udara, satu kapal milik TNI AL juga membantu penyaluran bantuan. Perahu karet dan rakit juga digunakan untuk terus mengirim bahan makanan pokok, air minum, dan beragam kebutuhan lain.
Rahmatullah mengklaim, semua daerah yang terisolasi telah mendapatkan bantuan. ”Hari ini ada 15 ton bantuan yang disalurkan. Semua lokasi telah bisa dijangkau. Kami berharap banjir segera surut dan bantuan kepada warga bisa terdistribusi maksimal,” katanya.
Banjir yang merendam empat kabupaten di wilayah Sultra memutus sejumlah jalur transportasi utama. Selain jembatan ambrol dan jalur yang tergenang, sejumlah jalan juga longsor dan rusak parah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Sultra Abdul Rahim belum bisa dihubungi terkait penanganan jalan rusak ataupun tertimbun longsor.
Banjir selama dua minggu terakhir di Sultra telah menyebabkan sekitar 10.000 keluarga terdampak. Puluhan ribu warga mengungsi di sejumlah pengungsian.
Rusaknya wilayah hulu dan kritisnya kondisi daerah aliran sungai (DAS) membuat banjir begitu parah.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra Saharuddin menengarai, kondisi ini terjadi karena maraknya pembukaan kawasan industri, khususnya pertambangan dan perkebunan skala masif. Ia mendesak pemerintah segera merevisi izin yang dikeluarkan serta melandaskan semuanya pada analisis mengenai dampak lingkungan dan kajian lingkungan hidup strategis.
Banjir Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur, banjir yang menggenangi sebagian besar Kabupaten Mahakam Ulu dan Kota Samarinda, kemarin, mulai surut. Namun, masyarakat di Mahakam Ulu masih mewaspadai potensi banjir kiriman karena dikabarkan terjadi hujan besar di hulu Sungai Mahakam.
Air Sungai Mahakam mulai naik ke permukiman di sekitarnya sejak Kamis pukul 20.00 Wita akibat intensitas hujan yang tinggi. Hal itu terus terjadi hingga genangan air mencapai 2 meter di beberapa lokasi.
Sejak Jumat siang, air perlahan surut. Saat ini, ketinggian air sekitar 70 sentimeter. Lebih kurang 1.000 jiwa di Mahakam Ulu terdampak banjir ini.
”Kebutuhan makanan, minuman, dan pengungsian sudah kami sediakan untuk pengungsi di Kecamatan Long Bagun. Sebagian warga ada yang mulai membersihkan rumah,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Kabupaten Mahakam Ulu Engelbertus Ibrahim.
Sejak kemarin siang, Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan Geh mulai mengunjungi sejumlah desa terdampak. Dinas Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Mahakam Ulu juga masih memetakan wilayah terdampak.
Ding Kueng, Kepala Bidang Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Dinas Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Mahakam Ulu, mengatakan, wilayah hilir Mahakam Ulu mulai terdampak banjir, seperti di Kecamatan Long Hubung dan Laham.
”Air dari Long Bagun mulai menuju hilir Sungai Mahakam. Kami masih meninjau lokasi-lokasi itu. Kami tetap meminta masyarakat waspada karena masih ada hujan di hulu Sungai Mahakam,” kata Kueng.
Di Samarinda, masa tanggap bencana banjir diperpanjang hingga 21 Juni. Genangan air sudah mulai surut meski ketinggian air di beberapa titik masih sekitar 50 sentimeter.
Dinas Kesehatan Samarinda pun memperbanyak posko kesehatan di titik-titik yang terdampak parah untuk mengantisipasi penyebaran penyakit.
Puskesmas di setiap kelurahan dan kecamatan membuka layanan 24 jam. Pasokan obat juga disediakan untuk menanggulangi berbagai penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut, gatal-gatal, darah tinggi, dan flu.
Pusat Pengendalian Operasi BPBD Samarinda mencatat, jumlah warga terdampak banjir bertambah menjadi 56.123 jiwa atau 17.485 keluarga. Sebelumnya, warga terdampak 36.475 jiwa atau 12.397 keluarga di tiga kecamatan, yakni Samarinda Ulu, Sungai Pinang, dan Samarinda Utara.
Operator Pusat Pengendalian Operasi BPBD Kota Samarinda, Aditya, mengatakan, jumlah korban banjir yang dirawat di rumah sakit masih didata. Setidaknya 35 orang dilarikan ke rumah sakit dengan berbagai keluhan, seperti demam, muntah, dan pusing.
Seperti diberitakan Kompas (15/6), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan, hujan dengan intensitas tinggi di Kalimantan Timur masih bertahan hingga akhir bulan. Peningkatan hujan ini akibat pergerakan Madden- Julian Oscillation (MJO) di wilayah dengan zona iklim ekuatorial. MJO saat ini berada di Indonesia bagian tengah, termasuk Kalimantan Timur.
Ketua Forum DAS Kaltim, Mislan, mengatakan, pemerintah perlu membuat program berkelanjutan untuk mengatasi perubahan iklim dan alam.
(JAL/CIP)