Kepadatan Dinilai Berkurang, Warga Belum Merasakannya
TomTom Traffic Index menunjukkan kepadatan lalu lintas di Jakarta turun delapan persen. Namun sejumlah warga Jakarta tidak merasa kepadatan telah berkurang.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – TomTom Traffic Index merilis hasil indeks lalu lintas di 403 kota di 56 negara. Berdasarkan indeks tersebut, kepadatan lalu lintas di Jakarta turun delapan persen, sehingga Jakarta yang tahun 2017 masih berada di peringkat ke-4 kota termacet, tahun 2018 naik ke peringkat ke-7. Meski demikian, sejumlah warga Jakarta tidak merasa kemacetan berkurang.
Berdasarkan data TomTom Traffic Index, jam macet di pagi hari pada 2018, sebesar 63 persen dengan waktu keterlambatan 16 menit. Sementara di jam macet sore mencapai 88 persen dengan waktu keterlambatan 26 menit. Angka itu turun jika dibandingkan pada 2017. Jam macet di pagi hari mencapai 73 persen dengan keterlambatan waktu 22 menit. Sementara pada jam sore 99 persen dengan keterlambatan waktu hingga 30 menit.
Dari 403 kota, Mumbai di India menempati peringkat pertama dengan tingkat kepadatan lalu lintas sebesar 65 persen. Disusul Bogota, Kolombia (63 persen), Lima, Peru (58 persen), New Delhi, India (58 persen), Moskow, Rusia (56 persen), Istanbul, Turki (53 persen), dan Jakarta, Indonesia (53 persen).
Tingkat kepadatan lalu lintas Jakarta itu, berkurang delapan persen dari tahun 2017. Dengan pengurangan itu, Jakarta yang semula berada di peringkat ke-4 naik sehingga kini berada di peringkat ke-7.
Ralf-Peter Schaefer, Wakil Presiden Lalu Lintas TomTom mengatakan, kepadatan lalu lintas di Jakarta paling cepat turun dibandingkan kota-kota lain yang diukur.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko, di Jakarta, Senin (17/6/2019), mengatakan, penurunan angka kemacetan lalu lintas bisa terjadi karena telah tuntasnya sejumlah infrastruktur jalan dan jembatan, seperti jalan layang dan terowongan. Selain itu, sebagai imbas dari penerapan ganjil-genap di sejumlah ruas jalan utama di Jakarta.
“Program JakLingko dari PT Transjakarta Indonesia dengan menggandeng angkutan kota juga berperan serta menurunkan angka kemacetan. Begitu pula dengan penutupan perlintasan sebidang kereta api,” ujarnya.
Ditambah lagi, penambahan rute-rute baru oleh PT TransJakarta seperti Koridor 13 Ciledug-Tendean, 13C Ciledug-Tosari, 13B Ciledug-Pancoran, dan 13E Ciledug-Kuningan. Selain itu, ada rute non-BRT seperti Tanah Abang-Gondangdia dan Tanah Abang-Pasar Senen.
“Selain itu dengan beroperasinya MRT dan selanjutnya LRT dengan integrasi antarmoda lainnya, diharapkan akan semakin menekan kemacetan di Jakarta,” ujarnya.
Meski demikian, sejumlah warga Jakarta tidak merasa kepadatan lalu lintas di Jakarta telah berkurang.
Gito Yunarto (42), warga Ciracas, Jakarta Timur, pegawai swasta di kawasan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, mengatakan, hampir setiap hari dirinya terjebak kemacetan.
“Sepertinya angka tersebut (rilis TomTom) perlu dikaji karena sama saja dari tahun ke tahun, Jakarta selalu macet,” katanya.
Pengalaman serupa diungkapkan oleh Erlan Aji (35), warga Bekasi, dan Moh Basri (29), warga Bintaro. Sekalipun sejumlah cara telah ditempuh pemerintah, seperti pemberlakukan ganjil-genap, tetapi tetap saja, menurut mereka, kemacetan di Jakarta tidak berkurang.
“Masalahnya kan transportasi publik belum terintegrasi satu dengan yang lain. Orang-orang masih memilih menggunakan kendaraan pribadi,” tutur Erlan.