Padi Ratun Teknologi Anyar Diyakini Bakal Sejahterakan Petani Jatim
Budidaya padi dengan sistem ratun dengan metode baru dikembangkan di Jawa Timur. Sistem ini diyakini bakal memberikan produktivitas tinggi meski biaya produksinya relatif lebih rendah. Keuntungan lainnya, sistem budidaya ini mampu mengembalikan kesuburan tanah dan meningkatkan kesejahteraan petani, penggarap, serta buruh tani.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS — Budidaya padi dengan sistem ratun dengan metode baru dikembangkan di Jawa Timur. Sistem ini diyakini bakal memberikan produktivitas tinggi meski biaya produksinya relatif lebih rendah. Keuntungan lainnya, sistem budidaya ini mampu mengembalikan kesuburan tanah dan meningkatkan kesejahteraan petani, penggarap, serta buruh tani.
Hal itu mengemuka pada acara bertajuk ”Panen Hasil Uji Coba Padi Ratun dengan Teknologi R5” di area persawahan Pusat Grosir Agrobisnis (Puspo Agro), Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, Senin (17/6/2019). Panen dipimpin Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersama Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan sejumlah pejabat Pemprov Jatim.
”Panen ini merupakan panen kelima dalam satu kali tanam. Volume hasil panen dan kualitas gabah yang dihasilkan sama dengan pada saat tanam pokok. Oleh karena itulah, inovasi ini perlu dipaparkan kepada para petani di Jatim,” ujar Khofifah.
Ratun merupakan sistem budidaya sekali tanam berkali-kali panen. Pada ratun konvensional, produktivitas tanaman biasanya semakin menurun dari panen ke panen berikutnya karena ditanam begitu saja. Namun, kali ini, petani cukup menanam padi satu kali dan memanen sebanyak lima kali dengan produktivitas stabil tinggi, 6-7 ton per hektar per panen.
Penemu padi ratun berteknologi R5, yakni Koos Kuntjahjo dan Asbin, mengemukakan, tanaman pokok bisa menggunakan beragam varietas, tetapi yang diuji coba di Jatim adalah Ciherang. Caranya, memangkas batang padi dan menyisakan batangnya sepanjang 15 sentimeter dari permukaan tanah.
Pada batang yang tersisa akan tumbuh tunas-tunas baru. Saat itulah diberikan pupuk organik yang diproses dengan teknologi khusus. Setelah tunas baru tumbuh daun, lalu dilanjutkan dengan memberikan pupuk urea dan NPK (nitrogen, phospor, kalium). Pupuk organik juga dibubuhkan untuk mengembalikan kandungan unsur hara dalam tanah. Padi nantinya dapat dipanen pada umur 100 hari.
Salah satu indikator penurunan biaya produksi terlihat dari pemakaian pupuk. Pada saat tanam pokok, diperlukan sekitar 400 kilogram urea dan 200 kilogram NPK serta akan berkurang pada masa tanam kedua dan berikutnya. Rata-rata hingga 50 kg pada setiap periode masa tanam.
Kendati penggunaan pupuk anorganik berkurang, tanaman padi tetap tumbuh dengan baik. Alasannya, kondisi tanah yang berangsur meningkat kandungan unsur haranya akibat penggunaan pupuk organik secara terus-menerus. Manfaat lainnya, petani dan buruh tani memiliki kesempatan kerja lebih banyak karena panen bisa dilakukan hingga lima kali.
Kesempatan kerja yang lebih banyak bagi petani penggarap dan buruh tani diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan di perdesaan. Di Jatim, tingkat kemiskinan di perdesaan masih mencapai 15 persen, lebih tinggi daripada kemiskinan di perkotaan yang hanya 6 persen.
Disisi lain, dengan panen lima kali setahun, hal itu bisa meningkatkan produksi beras di Jatim sebagai lumbung pangan nasional. Data Dinas Pertanian Jatim menyebutkan, produksi padi pada periode Januari-April 2019 mencapai 6,1 juta ton gabah kering panen atau sekitar 4 juta ton beras. ”Kebutuhan konsumsi masyarakat Jatim sekitar 1,4 juta ton beras setahun sehingga terjadi surplus 2,6 juta ton beras,” ucap Kepala Dinas Pertanian Jatim Hadi Sulistyo.