Stabilitas Politik Penting di Tengah Inisiatif Sabuk dan Jalan
Oleh
Adi Prinantyo dari Beijing, China
·2 menit baca
Beijing, Kompas - Pemerintah Republik Rakyat China menyadari, fenomena perang dagang dengan Amerika Serikat yang kini terjadi, bisa berdampak terhadap situasi politik dan ekonomi dunia. Terkait hal itu, akan selalu dicegah kemungkinan-kemungkian krisis di sejumlah kawasan, terutama dengan negara-negara yang bekerja sama dengan China.
Hal tersebut menjadi intisari dari Workshop Media 2019 bagi Jurnalis dari Negara-negara Sabuk dan Jalan, Sabtu dan Minggu (15-16/6/2019), di kampus China Foreign Affairs University (CFAU) di Beijing, China. Workshop berlangsung sejak 7 Juni lalu, diikuti 11 jurnalis dari 6 negara yakni Thailand, Laos, Bangladesh, Afghanistan, Kamboja dan Indonesia.
Zhao Huaipu, Guru Besar Hubungan Internasional CFAU memaparkan, stabilitas politik dan ekonomi di Asia Timur, di mana China termasuk di dalamnya, serta di negara-negara yang secara geografis berbatasan dengan China, sangat penting. "Karena itu, China selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya, jika itu menyangkut negara lain," ujarnya.
Dicontohkannya, seputar perbatasan dengan negara tetangga, dari total 14 negara yang berbatasan dengan China, sejauh ini hanya tersisa problem perbatasan dengan dua negara. Kedua negara itu tak lain India dan Bhutan. China, lanjut Zhao, ingin problem perbatasan itu segera berakhir, karena tuntasnya satu masalah akan mencegah munculnya masalah lain.
"Disadari juga bahwa sekarang terjadi pergeseran kekuatan ekonomi dunia, dengan munculnya beberapa negara dengan performa ekonomi yang membaik. Sebut saja Brasil, India, dan juga Indonesia. Sehingga China juga tidak bisa bertindak, tanpa perhitungan yang cermat," tambah Zhao.
Sedikit saja salah melangkah, maka bisa berdampak krisis, dan itu akan menjadi krisis trans-nasionalisme. Mengingat, globalisasi tak hanya berbuah kesempatan atau peluang, tetapi juga membawa risiko.
Lima prinsip
Demi mencegah krisis, China berusaha disiplin dengan lima prinsip hidup berdampingan secara damai. Kelimanya yakni saling menghormati, sama-sama tidak melakukan agresi, tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara, menjamin kerja sama dan persamaan demi keuntungan bersama, serta hasrat berdampingan secara damai.
Di mata Chen Xuefei, Guru Besar Psikologi CFAU, problem dalam komunikasi politik antarnegara, bisa terjadi karena kesenjangan kultural. Sehingga, penting bagi negara-negara yang akan saling bekerja sama, untuk memahami perbedaan kultural di antara mereka.
"Terkait perbedaan kultural itu, masing-masing pihak dituntut saling bertoleransi, punya sensitifisme, dan perlu saling memahami. Jika tidak, maka ke depan bisa saja semakin banyak problem komunikasi. Karena berkomunikasi dengan orang-orang di kelompok, komunitas, atau negara sendiri, pasti lebih mudah ketimbang dengan orang dari negara lain," ujar Chen.
Ia mengumpamakan, ada negara-negara yang mengutamakan individualisme dalam mencapai tujuan, tetapi ada juga negara yang mengedepankan kolektivisme. Jika ada salah satu pihak yang memaksakan prinsip dalam interaksi mereka, tentu akan timbul masalah. "Di sinilah perlunya saling pengertian dan saling menghormati," tambah Chen.