Tim hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma’aruf Amin menyampaikan tanggapan terhadap permohonan gugatan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kuasa hukum Jokowi-Amin, I Wayan Sudirta, menilai, pelanggaran pemilu bukan wewenang Mahkamah Konstitusi.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma’aruf Amin menyampaikan tanggapan terhadap permohonan gugatan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kuasa hukum Jokowi-Amin, I Wayan Sudirta, menilai, pelanggaran pemilu bukan wewenang Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya, pada sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 14 Juni 2019, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi yang dipimpin Bambang Widjojanto menilai telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pemilu Presiden 2019. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Jokowi-Amin atau setidaknya dilakukan pemilu diulang.
Sudirta dalam tanggapan yang dibacakan di ruang sidang MK, Selasa (18/6/2019), menjelaskan, MK bukan forum penyelesaian dugaan kecurangan dan pelanggaran pemilu.
Tanggapan Sudirta didasarkan pada Pasal 24C Ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir. Putusan MK bersifat final, antara lain untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Ia menjabarkan, ruang lingkup perselisihan tentang hasil pemilihan umum, khususnya dalam pilpres, meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden. Hal itu sesuai Pasal 473 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dengan demikian, Sudirta menyatakan, yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum adalah MK. Akan tetapi, katanya, perlu dicermati secara saksama, terkait wewenang MK untuk memeriksa dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum itu terdapat pembatasan yang diberikan undang-undang.
Norma Pasal 475 Ayat (2) UU Pemilu secara tegas menyatakan bahwa keberatan atas penetapan perolehan hasil pemilu presiden dan wakil presiden hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden.
”Dengan demikian, wewenang Mahkamah hanya terbatas untuk memeriksa perselisihan menyangkut penghitungan perolehan suara saja. MK bukanlah forum untuk menyelesaikan permohonan penyelesaian dugaan pelanggaran dan kecurangan pemilu,” tuturnya.
Menanggapi tuduhan kecurangan secara TSM yang disampaikan Bambang Widjojanto, Sudirta mengutip Pasal 286 Ayat (3) UU Pemilu. Dalam pasal tersebut dinyatakan, tim kampanye dilarang menjanjikan dan memberikan uang atau materi lain untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan pemilih.
Pihak yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon. Karena itu, lanjutnya, wewenang penyelesaian dugaan pelanggaran dan kecurangan pemilu ada pada Bawaslu.
Sementara itu, ketua tim hukum Jokowi-Amin, Yusril Ihza Mahendra, menyebut, pihak 02 mengklaim kemenangan tanpa menunjukkan angka yang valid. Yusril juga mengatakan, pihak 02 berupaya mendelegitimasi kepercayaan publik kepada lembaga penyelenggara pemilu.
”Setiap tuduhan harus dibuktikan dengan alat bukti yang sah menurut hukum. Tanpa itu, tuduhan hanyalah sebagai alat menumpahkan kebencian dan emosi,” kata Yusril.