Wacana percepatan musyawarah nasional Partai Golkar agar diselenggarakan sebelum Desember 2019 kembali berembus. Penyelenggaraan musyawarah untuk mengganti jabatan ketua umum partai itu akan mulai dibicarakan pascaputusan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019, di Mahkamah Konstitusi, 28 Juni 2019.
Oleh
Agnes Theodora dan Satrio Pangarso Wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Wacana percepatan musyawarah nasional Partai Golkar agar diselenggarakan sebelum Desember 2019 kembali berembus. Penyelenggaraan musyawarah untuk mengganti jabatan ketua umum partai itu akan mulai dibicarakan pascaputusan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019, di Mahkamah Konstitusi, 28 Juni 2019.
Saat ini, muncul desakan dari sejumlah kader muda Partai Golkar agar musyawarah nasional dipercepat dari yang seharusnya Desember 2019 menjadi sebelum Oktober 2019. Salah satu nama yang disebut-sebut berpotensi maju sebagai ketua umum adalah politisi Partai Golkar yang kini menjabay Ketua DPR Bambang Soesatyo.
Terkait itu, Bambang mengatakan, desakan musyawarah nasional luar biasa untuk sementara tidak perlu terlalu dipersoalkan. Rencana itu menurutnya dapat dibahas setelah putusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa hasil Pemilu Presiden 2019, 28 Juni 2019.
“Kita perlu menahan diri, jangan ribut-ribut dulu sampai putusan MK,” ujarnya.
Kendati demikian, Bambang tidak menampik adanya desakan agar ia maju sebagai ketua umum menggantikan Airlangga Hartarto, yang menjabat sejak 2017. Ia menilai suara-suara yang mendorong munaslub dan mendesak dirinya untuk maju adalah aspirasi dari arus bawah.
“Partai Golkar adalah partai terbuka yang menjunjung demokrasi, sehingga sebaiknya kita tidak perlu alergi,” ujarnya.
Ia mengatakan, dalam proses regenerasi partai, justru perlu didorong sebanyak-banyaknya kader muda Partai Golkar untuk maju meramaikan bursa calon ketua umum. “Semakin banyak, semakin bagus, artinya kaderisasi berjalan dengan baik,” kata Bambang.
Terkait desakan agar ia maju, Bambang meminta waktu untuk bersafari dan meminta masukan dari sejumlah senior partai, pemimpin organisasi sayap Golkar, serta pemimpin organisasi di mana Bambang kini tengah menjabat sebagai pengurus.
Beberapa tokoh partai yang hendak ditemui Bambang dalam waktu dekat adalah Airlangga Hartarto, Plt Ketua Umum Depinas Soksi Bobby Suhardiman, Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto Soerjosoemarno, dan Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo.
Bambang juga akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo serta ketua umum partai-partai politik pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin di Pemilu Presiden 2019.
“Lebih dari itu, karena Golkar adalah partai pengusung Pak Jokowi sebagai Presiden RI dan partai pendukung pemerintah, saya juga perlu pandangan dan pertimbangan beliau,” katanya.
Meski demikian, di internal partai, wacana munaslub itu masih mendapat tanggapan berbeda. Ketua Umum DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Dito Ariotedjo mengatakan, munaslub belum mendesak diadakan. “Airlangga dan Bambang Soesatyo itu adalah duet maut (dynamic duo), satu kesatuan yang bekerja bahu-membahu menyelamatkan Partai Golkar dari keterpurukan pasca krisis. Jangan diadu domba,” kata Dito.
Ia mengakui, hasil Golkar di Pemilu Legislatif 2019 memang kurang memuaskan. Perolehan suara dan kursi Partai Golkar menurun dari Pemilu 2014. Namun, menurutnya, dengan melihat konteks tantangan yang dihadapi Golkar sejak 2015, pencapaian itu sudah cukup baik.
Kongres PDI-P
Selain Golkar, wacana percepatan kongres juga muncul di PDI-P.
PDI-P, misalnya, akan mengadakan kongres pada 8-10 Agustus 2019 mendatang.
Ketua DPP PDI-P Trimedya Pandjaitan mengatakan, percepatan kongres dilakukan untuk menyesuaikan dengan siklus pembentukan pemerintahan yang baru. “Selama ini, pemerintahan sudah berjalan satu tahun, baru PDI-P kongres, dan itu terbukti kurang efektif. Akan lebih efektif lagi kalau seandainya sudah terbentuk dulu DPP-nya baru pemerintahan bekerja,” kata Trimedya.
Terkait kemungkinan perubahan struktur kepengurusan di partai, Trimedya mengatakan, ada tim yang akan membicarakan hal tersebut. Namun, menurutnya, jabatan ketum belum akan berganti untuk saat ini. Regenerasi tetap dilakukan, tetapi bukan untuk pucuk pimpinan tertinggi.
“Regenerasi bisa saja untuk di bawah, sekretaris jenderal, ketua, dan lain sebagainya, yang pasti itu dibutuhkan karena gerak partai harus lebih gesit lagi di periode yang akan datang ini,” katanya.