Skor Kredit, Solusi Mengurangi Risiko Kredit Macet
Era digital membuat risiko kredit semakin meningkat dalam lembaga jasa keuangan, khususnya pelaku usaha teknologi finansial. Persaingan kecepatan dalam memberikan kredit ke debitur menaikkan potensi rasio kredit macet.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Era digital membuat risiko kredit semakin meningkat dalam lembaga jasa keuangan, khususnya pelaku usaha teknologi finansial. Persaingan kecepatan dalam memberikan kredit kepada debitor menaikkan potensi rasio kredit macet. Kecepatan itu perlu diimbangi dengan pengelolaan risiko melalui analisis skor kredit.
Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu mengatakan, di era disrupsi teknologi, pengelolaan risiko lembaga keuangan sangat penting. Lembaga keuangan dituntut semakin cepat dalam memutuskan pemberian kredit. Padahal, semua orang dari kalangan mana pun bisa mengajukan kredit.
”Kita harus memperhatikan manajemen risiko, terutama masalah risiko kredit. Orang semakin mudah mengajukan kredit. Dengan semakin banyaknya yang mengajukan, risiko juga semakin besar,” kata Abimanyu, Selasa (18/6/2019), di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta.
Jika salah memberi kredit, rasio kredit macet (NPL) lembaga keuangan akan meninggi. Semakin tinggi NPL akan membuat tingkat profitabilitas semakin menurun. Hal itu akan menggerus modal lembaga keuangan.
Oleh karena itu, saran Abimanyu, sudah saatnya lembaga keuangan mengelola risiko itu dengan analisis skor kredit kepada debitor. Skor kredit merupakan nilai yang mencerminkan profil risiko individu dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
Skor dihitung dengan menggunakan data historis pinjaman atau kredit individu dan faktor lain dari metodologi statistik regresi. Hasilnya dapat memprediksikan debitor mampu membayar atau justru gagal di kemudian hari. Semakin tinggi skor kredit individu, risiko semakin rendah, begitu pula sebaliknya.
”Penerapan manajemen risiko kredit melalui pendalaman informasi karakter dan kredibilitas debitor mampu menjaga kualitas portfolio kredit, meningkatkan kecepatan, efisiensi, dan akurasi dalam proses analisis kredit guna mewujudkan pertumbuhan usaha,” kata Abimanyu.
Selain bisa mengatasi rasio kredit macet, lembaga keuangan dapat memutuskan debitor yang bisa memperoleh tingkat bunga lebih rendah dan limit pinjaman lebih tinggi. Lembaga keuangan tidak lagi terpaku untuk memukul rata pinjaman kepada debitor.
Skor kredit dihitung oleh biro kredit swasta, seperti Pefindo. Biro kredit swasta bukan merupakan lembaga peminjam. Mereka adalah lembaga yang memperoleh izin resmi dari otoritas keuangan untuk mengelola data perkreditan individu.
Direktur Pefindo Biro Kredit Mohammad Mukhlis menambahkan, untuk bertahan di era digital, perusahaan juga perlu mengedepankan aspek goverment, risk management, and compliance (GRC). GRC adalah teknologi informasi yang mampu menganalisis risiko baru perusahaan yang tidak teridentifikasi sebelumnya.
GRC dapat menganalisis kumpulan dari tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan organisasi. Hasil dari kombinasi itu bisa mengefektifkan kinerja perusahaan untuk mencapai sasaran sekaligus mengantisipasi risiko baru.
”Penerapan GRC merupakan salah satu prioritas utama kami dalam mendukung kegiatan usaha. Kami telah memiliki roadmap (peta jalan) implementasi GRC dan bertekad menjadi role model dalam penerapan GRC di industri ini,” kata Mukhlis.