Penggunaan Sampah Plastik Untuk Bahan Bakar Sudah Berlangsung Lama
Pemanfaatan sampah plastik impor sebagai bahan bakar oleh industri tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, telah berlangsung selama bertahun-tahun. Volume sampah plastik yang dibakar diperkirakan mencapai lebih dari 12 truk gardan tunggal setiap harinya.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Pemanfaatan sampah plastik impor sebagai bahan bakar oleh industri tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, telah berlangsung selama bertahun-tahun. Volume sampah plastik yang dibakar diperkirakan mencapai lebih dari 12 truk gardan tunggal setiap harinya.
Kompas mengikuti tim dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo yang melakukan kunjungan mendadak ke sentra industri tahu, Selasa (18/6/2019). Di salah satu rumah produksi, terlihat seorang pekerja tengah memasukkan sampah plastik ke dalam tungku untuk memasak kedelai menjadi tahu.
Sampah plastik yang digunakan sebagai bahan bakar tungku itu dalam kondisi kering dan tercacah. Sampah plastik itu sangat beragam namun mayoritas merupakan plastik kemasan. Pekerja di bagian pembakaran mengatakan setiap hari diperlukan dua truk sampah plastik untuk memasak 1 ton kedelai.
Jumiatin, salah satu pelaku industri tahu mengaku pada awal membuka usaha tahun 2007, dia menggunakan kayu kering sebagai bahan bakar untuk memasak kedelai. Namun beberapa tahun belakangan, dia beralih menggunakan sampah plastik karena para pelaku industri lainnya juga beralih.
“Dengan menggunakan bahan bakar sampah plastik, biaya bahan bakar produksi bisa turun dan harga tahu bisa bersaing. Selisihnya banyak,” ujar Jumiatin.
Informasi dari pelaku usaha lainnya, harga kayu bakar bisa mencapai Rp 2 juta hingga Rp 4 juta per truk. Sedangkan harga sampah plastik hanya Rp 300.000 per truk. Bahkan ada pabrik yang bersedia membayar mahal apabila pelaku industri mau menampung sampah mereka.
Jumiatin mengatakan ada pengepul sampah plastik yang mengantar ke rumahnya. Dia tinggal menelepon dan meminta kepada pengepul itu apabila stok bahan bakarnya mulai menipis bahkan habis. Pengepul sampah itu tinggal di Desa Bangun yang bersebelahan dengan Desa Tropodo.
Dari rumah Jumiatin, tim DLHK Kabupaten Sidoarjo mengunjungi rumah produksi milik Umar yang juga menggunakan bahan bakar sampah plastik. Namun para pekerja melarang petugas melakukan pengecekan ke tungku pembakaran. Alasannya pemilik yang saat itu tidak berada di rumah, tidak mengizinkannya.
Pemilik melalui pekerjanya bahkan meminta tim dari DLHK Kabupaten Sidoarjo menunjukkan surat tugas dan surat izin pemeriksaan. Namun kendati surat tugas dan surat izin pemeriksaan diberikan, pekerja itu tetap tidak mengizinkan tim DLHK Sidoarjo melihat tungku pembakaran.
Dengan menggunakan bahan bakar sampah plastik, biaya bahan bakar produksi bisa turun dan harga tahu bisa bersaing. Selisihnya banyak
Dampak dari pembakaran sampah plastik itu terlihat secara kasat mata dari asap yang keluar pada cerobong. Asap yang dihasilkan berwarna hitam pekat dan tebal. Asap hitam itu langsung menyebar di lingkungan desa dan dengan bebas terhirup oleh masyarakat mulai bayi hingga usia lanjut.
Kepala Dinas LHK Sidoarjo Sigit Setyawan mengatakan sampah plastik yang dijadikan bahan bakar industri tahu merupakan sampah impor. Terkait temuan itu pihaknya akan mengumpulkan data-data dari lapangan dan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Sebab importasi sampah plastik ini merupakan kewenangan Kementerian LHK. Kementerian juga yang memiliki kewenangan dalam penegakan hukum,” ujar Sigit Setyawan.
Kepala Desa Tropodo Ismail mengatakan rerata setiap hari industri tahu di desanya paling sedikit mengolah 50 ton kedelai. Sentra produksi tahu di Tropodo ini merupakan yang terbesar di Sidoarjo. Produksi tahunya dipasarkan ke berbagai wilayah seperti Sidoarjo, Surabaya, dan Mojokerto.