SURABAYA, KOMPAS — Dinas Pendidikan Jawa Timur dan Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Rabu (19/6/2019) petang, menghentikan sementara proses pendaftaran peserta didik baru tahun ajaran 2019 yang berlangsung dalam jaringan internet. Keputusan penghentian sementara itu ditempuh setelah gelombang protes dari orangtua calon peserta didik baru.
Setelah berunjuk rasa pada Senin-Selasa (17-18/6/2019), mereka kembali berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, kantor Dinas Pendidikan Jatim, dan kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya pada Rabu (19/6).
Kalangan orangtua calon murid memprotes pemberlakuan zonasi dalam PPDB. Mereka ingin agar PPDB dikembalikan seperti sebelumnya menggunakan nilai ujian nasional menjadi parameter penerimaan siswa siswi. Mereka menolak zonasi yang mengedepankan jarak kediaman dan sekolah calon peserta didik.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Jatim Hudiyono, Rabu petang, mengatakan, penghentian sementara PPDB Jatim memenuhi tuntutan perwakilan orangtua siswa siswi yang berunjuk rasa. “Kami mengirimkan dua staf ke Jakarta untuk menemui dan membicarakan masalah tuntutan orangtua ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” katanya.
Langkah serupa yakni menutup sementara PPDB daring juga ditempuh oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan. Penutupan juga merupakan respon terhadap tuntutan pengunjuk rasa dari kalangan orangtua murid yang memprotes sistem zonasi PPDB.
“Kami tutup sementara dan segera berkoordinasi dengan Kemdikbud,” kata Ikhsan.
Meski demikian, data pendaftaran secara daring yang sudah masuk sejak pembukaan pada Senin (17/6) tetap akan disimpan. Pemerintah daerah menunggu arahan Kemdikbud.
Juru Bicara Komunitas Peduli Pendidikan Anak (Kompak) Surabaya, Jospan mengatakan, para orangtua calon murid memilih berunjuk rasa dengan harapan ada dialog dan perubahan dalam PPDB tahun ini. Kompak Surabaya merupakan forum yang mewadahi wali murid yang tidak setuju dengan sistem PPDB zonasi.
“Kalau keputusan dari hasil koordinasi dengan Kemendikbud belum ada ya akan terus unjuk rasa,”” ujar Jospan di sela-sela aksi di Gedung Negara Grahadi.
Dari penelusuran Kompas, protes terhadap PPDB ini sudah ada sejak dibukanya pendaftaran jalur mitra warga. Di Surabaya misalnya ada lebih kurang 7.000 calon siswa siswi SLTP yang melalui jalur mitra warga justru tidak ditempatkan di SLTP negeri melainkan swasta yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Rata-rata mereka ingin anak-anaknya masuk ke sekolah negeri. Karena itu, mereka menolak berkas mitra warga dan mencoba jalur kawasan dimana nilai UN dan hasil tes potensial akademik menjadi syarat menembus 11 sekolah kawasan (unggulan) di Surabaya. Ketika anak-anak mereka tidak masuk juga ke sekolah kawasan, jalur yang bisa ditempuh adalah zonasi. Namun, ternyata lewat jalur ini, banyak calon murid yang berpotensi "terlempar" karena jarak rumah dan sekolah terdekat ternyata cukup jauh.
Seperti diungkap Utami, warga Karah Surabaya yang telah memasukkan anak sulung melalui jalur zonasi, setelah gagal lewat jalur sekolah kawasan. Untuk masuk sekolah kawasan ini melalui ujian tertulis dan nilai UN. Dia berharap, anaknya bisa diterima di SMPN 21 karena jarak rumah terdekat, yakni 708 meter.
Namun pukul 20.00 WIB, situs PPDB Surabaya ternyata tidak dapat diakses sehingga posisi anak penulis berada pada urutan ke berapa tidak bisa ditemukan.
Sementara situs PPDB Provinsi Jatim menjelang pukul 20.00 WIB mengeluarkan pemberitahuan bahwa proses PPDB ditangguhkan, karena sedang dilakukan sinkronisasi. Adapun situs PPDB Kota Surabaya menyebutkan, halaman tidak tersedia.