Pariwisata Sumatera Utara terpuruk akibat kenaikan harga tiket pesawat. Tingkat keterisian hotel kini hanya 30 persen, anjlok dari sebelumnya 75 persen. Jenis bisnis wisata yang terdampak adalah wisata pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE. Banyak lembaga atau instansi membatalkan pertemuan atau pameran di Medan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pariwisata Sumatera Utara terpuruk akibat kenaikan harga tiket pesawat. Tingkat keterisian hotel kini hanya 30 persen, anjlok dari sebelumnya 75 persen. Jenis bisnis wisata yang terdampak adalah wisata pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE. Banyak lembaga atau instansi membatalkan pertemuan atau pameran di Medan.
”Napas pariwisata Sumatera Utara adalah wisata MICE. Tingginya harga tiket pesawat membuat banyak lembaga mengalihkan pertemuan dan pameran ke Jakarta dan sekitarnya,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumatera Utara Denny S Wardhana di Medan, Senin (17/6/2019).
Menurut Denny, dalam beberapa tahun belakangan wisata MICE di Sumatera Utara telah mendongkrak kunjungan wisata ke Sumut. Banyak perusahaan, lembaga, dan instansi pemerintah menggelar pertemuan, konvensi, dan pameran di Sumut. Mereka biasanya mengadakan pertemuan di Kota Medan, lalu berkunjung ke kawasan Danau Toba.
Namun, dalam setahun belakangan banyak yang membatalkan pertemuan di Medan dengan alasan harga tiket pesawat yang mahal. Harga tiket penerbangan murah Jakarta-Medan yang biasanya sekitar Rp 800.000 kini sudah tembus Rp 2 juta. Lembaga yang sudah memesan jauh-jauh hari pun banyak yang membatalkan pertemuan dan pameran di Medan. Mereka mengalihkan acara ke Jawa untuk menghemat ongkos perjalanan.
”Untuk dapat bertahan di tengah kondisi ini, kami menggarap pasar MICE lokal dari Pemprov Sumut, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi tetangga, serta perusahaan lokal. Namun, pangsa pasarnya sangat kecil,” kata Denny.
Penurunan minat wisata ke Sumut, kata Denny, juga tergambar selama libur Lebaran. Tingkat keterisian hotel di kawasan wisata, seperti Danau Toba dan Berastagi, rata-rata 80 persen. Padahal, tahun-tahun sebelumnya kawasan itu selalu terisi penuh 100 persen.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Sumatera Utara Solahuddin Nasution mengatakan, agen perjalanan dan wisata di Sumut rata-rata mengalami penurunan omzet 50 persen akibat kenaikan harga tiket pesawat. Untuk dapat bertahan, mereka mempromosikan paket wisata luar negeri yang jauh lebih murah dibandingkan dengan wisata dalam negeri.
”Dengan uang Rp 4 juta, wisatawan dari Medan sudah dapat paket perjalanan ke Bangkok, Kuala Lumpur, atau Singapura. Kalau mau wisata ke Yogyakarta atau Bali, untuk tiket pesawat saja itu tidak cukup. Harga paket wisata dalam negeri lebih mahal dua kali lipat dibandingkan dengan luar negeri,” katanya.
Solahuddin mengatakan, perjalanan wisata domestik sebenarnya sedang naik daun sebelum kenaikan harga tiket pesawat. Wisatawan dari Sumut semakin banyak yang senang jalan-jalan ke Yogyakarta, Bromo, dan Bali. Wisatawan dari Jawa pun banyak yang berkunjung ke kawasan Danau Toba. Wisatawan domestik ini yang menggerakkan mesin pariwisata di daerah-daerah.
”Namun, koneksi antardaerah telah terputus oleh mahalnya tiket pesawat. Pariwisata domestik pun kini redup,” katanya.
Namun, koneksi antardaerah telah terputus oleh mahalnya tiket pesawat. Pariwisata domestik pun kini redup.
Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Danau Toba Arie Prasetyo mengatakan, pariwisata Danau Toba sangat terdampak akibat kenaikan harga tiket. Kunjungan ke Bandara Silangit yang merupakan penopang pariwisata Danau Toba pun ikut anjlok.