Beberapa daerah di Jawa Tengah mengalami kekeringan, yang puncaknya diperkirakan terjadi Juli-Agustus. Situasi ini membuat petani mendapatkan panen jauh dari memuaskan.
BREBES, KOMPAS Kekeringan menyebabkan sebagian petani bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mengalami gagal panen pada masa tanam pertama. Padahal, petani sudah mengeluarkan biaya produksi hampir dua kali lipat untuk menggali sumur dan mengoperasikan pompa air.
Kerugian akibat gagal panen diderita Tursipah (58), warga Desa Krasak, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pada musim tanam pertama Maret-Mei lalu, Tursipah menghabiskan modal sekitar Rp 20 juta untuk luasan lahan tanam sekitar 0,25 hektar. Modal tersebut sudah termasuk untuk menggali sumur air bawah tanah dan mengoperasikan pompa guna menyiasati kekeringan.
Dari luasan itu, ia menghasilkan 8 kuintal bawang merah dengan nilai jual Rp 9,2 juta. Padahal, biasanya, saat tidak dilanda kekeringan, lahan milik Tursipah mampu menghasilkan bawang merah sekitar 2 ton dengan harga jual sekitar Rp 24 juta.
”Untuk panen kali ini saya asal langsung jual saja. Rasanya tidak mungkin saya mematok bawang ini dengan harga tinggi. Sebab, kualitas bawang dari hasil panen ini memang jelek,” kata Tursipah saat menyortir hasil panennya, Rabu (19/6/2019).
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Brebes Yulia Hendrawati mengaku belum mendata seluruh luas lahan bawang merah yang gagal panen. Sejauh ini baru dua kelompok tani di Desa Krasak yang melaporkan gagal panen akibat kekeringan.
Normalnya, luas lahan tanam bawang merah di Kabupaten Brebes adalah 30.000 hektar. Dari luas lahan tersebut, Brebes bisa menghasilkan bawang 320.000 ton per tahun atau sekitar 30 persen dari 900.000 ton kebutuhan bawang merah nasional per tahun.
Untuk mencegah gagal panen meluas, DPKP Kabupaten Brebes berkoordinasi dengan dinas-dinas lain terkait strategi menyuplai air. Sejauh ini, solusi yang ditawarkan adalah pemompaan air dari sungai atau air bawah tanah. Cara ini banyak dipilih petani yang telanjur menanam bawang merah.
Waduk menyusut
Kekeringan berdampak terhadap Waduk Cacaban yang terletak di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pada Rabu sore, volume air di Waduk Cacaban tinggal 33 juta meter kubik. Pada kondisi normal, volume air waduk itu sekitar 49 juta meter kubik.
Pengelola Waduk Cacaban, Edi Kusworo, menuturkan, penurunan volume air terjadi sejak April 2019. Waduk Cacaban difungsikan untuk mengairi lahan pertanian 17.481 hektar di Kecamatan Kedungbanteng, Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah, Kecamatan Adiwerna, dan Kecamatan Kramat.
Dampak penurunan volume air Waduk Cacaban terlihat di sejumlah lahan pertanian di Desa Mandika, Kecamatan Tarub, Kabupaten Tegal. Sebagian petani memanfaatkan air sungai untuk mengairi lahan. Mesin-mesin pompa dan pipa air terlihat di beberapa tempat untuk mengalirkan air dari sungai ke lahan pertanian.
Secara terpisah, Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indra Gustari, di Jakarta, menyatakan, hampir seluruh Jawa telah memasuki musim kemarau. Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Juli-Agustus 2019.
Di luar Jawa, kondisi serupa diprediksi terjadi di daerah yang berada di selatan khatulistiwa, seperti Sumatera bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi bagian selatan, dan Papua bagian selatan. ”Khusus Sulawesi, sebagian besar wilayahnya diprediksi mengalami puncak kemarau pada Agustus-September,” katanya. (XTI/MEL/TAN)