Usaha mikro, kecil, dan menengah di Kota Ambon, Maluku, terpukul akibat harga tiket pesawat yang melambung. Omzet penjualan menurun lantaran jumlah wisatawan yang datang ke kota itu terjun bebas. Kondisi itu diperparah biaya bagasi yang mahal.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Usaha kecil, mikro, dan menengah di Kota Ambon, Maluku, terpukul akibat harga tiket pesawat yang melambung. Omzet penjualan menurun lantaran jumlah wisatawan yang datang ke kota itu terjun bebas. Kondisi itu diperparah biaya bagasi yang mahal.
Keluhan dari para pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) tentang penurunan omzet itu dihimpun Kompas saat mendatangi sejumlah pusat penjualan oleh-oleh khas Maluku di Kota Ambon pada Rabu (19/6/2019). Hampir semua toko penjualan suvenir itu sepi. Oleh-oleh yang dijual kebanyakan pakaian dan makanan khas Maluku.
Fadila, penjual oleh-oleh salah satu tokoh di Jalan AY Patty, mengatakan, penurunan omzet sudah terjadi sejak akhir tahun 2018. Saat ini harga tiket pesawat mulai naik. ”Sekarang, pendapatan sehari sekitar Rp 500.000. Itu paling banyak. Kalau dulu bisa dapat sampai Rp 2 juta per hari,” katanya.
Toko oleh-oleh tersebut dan beberapa lainnya sangat bergantung pada kunjungan wisatawan dan tamu dari Jakarta yang menghadiri kegiatan di Ambon. Seiring kenaikan harga tiket, wisatawan berkurang drastis dan penyelenggaraan kegiatan nasional di Ambon juga minim.
Tokoh oleh-oleh tidak membuat suvenir sendiri. Mereka membeli dari produsen, lalu menjualnya. Ada juga yang menawarkan jasa memajang suvenir. Mereka mendapat komisi dari hasil penjualan.
”Sekarang ini kami belum berani ambil barang dari produsen. Tahan dulu,” ujarnya.
Kondisi tersebut juga dialami para perajin dan penjual kerang di Desa Batumerah, Kota Ambon. Omzet sebulan yang bisanya minimal Rp 8 juta kini anjlok. Bahkan, ada yang dalam satu bulan hanya laku satu buah dengan harga Rp 500.000.
”Harga tiket pesawat dan bagasi terlalu mahal,” ujar Jen. Jen adalah perajin sekaligus penjual kerajinan.
Hiasan kerang itu dibuat dalam bingkai kaca berukuran besar dan berat. Banyak wisatawan enggan membelinya karena harus membayar bagasi dengan tarif mahal. Baik Fadila maupun Jen sama-sama berharap agar harga tiket segera diturunkan sehingga kunjungan wisatawan ke Ambon kembali pulih.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maluku Theny Barlolo yang dihubungi beberapa waktu lalu meminta agar terpuruknya bisnis pariwisata segera diselamatkan. Saat ini banyak acara yang seharusnya digelar di Ambon tiba-tiba dibatalkan dengan alasan harga tiket mahal. ”Bisnis perhotelan sekarang lesu sekali,” ujarnya.
Theny mengatakan, banyak wisatawan yang datang ke Ambon irit membeli suvenir karena khawatir akan bengkaknya biaya bagasi. ”Pernah ada seorang wisatawan asing yang terpaksa meninggalkan ouvenir yang dia beli di Bandara Pattimura, Ambon. Alasannya, bagasi terlalu mahal. Ini pukulan untuk industri pariwisata,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada aplikasi penjualan tiket dalam jaringan, harga tiket dari Jakarta ke Ambon untuk Rabu dijual paling murah Rp 2,79 juta. Sebelumnya, hingga Agustus 2018, harga tiket pada rute itu pernah dijual Rp 900.000. Dengan begitu, biaya transportasi pesawat pergi pulang sekitar Rp 5,6 juta. Ini belum termasuk ongkos kapal Ambon-Banda pergi pulang sebesar Rp 820.000.
Data yang dihimpun dari Dinas Pariwisata Provinsi Maluku, kunjungan wisatawan mancanegara semakin bertambah dari waktu ke waktu. Pada 2016, jumlahnya 15.015 wisman, 18.075 wisman (2017), dan 18.979 wisman (2018). Namun, realisasi kunjungan pada 2019 diperkirakan akan menurun hingga 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Kompas, 18/6/2019).