Omzet UMKM Turun
Usaha mikro, kecil, dan menengah di Kota Ambon, Maluku, terpukul akibat harga tiket pesawat yang melambung. Omzet mereka turun lantaran jumlah wisatawan yang datang ke kota itu anjlok.
AMBON, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah di Kota Ambon, Maluku, terpukul akibat harga tiket pesawat yang melambung. Omzet mereka turun lantaran jumlah wisatawan yang datang ke kota itu anjlok. Kondisi itu diperparah biaya bagasi yang mahal.
Keluhan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tentang penurunan omzet itu dihimpun Kompas yang mendatangi sejumlah toko penjualan oleh-oleh khas Maluku di Kota Ambon, Rabu (19/6/2019). Hampir semua toko penjualan cendera mata itu sepi. Oleh-oleh yang dijual kebanyakan pakaian dan makanan khas Maluku.
Fadila, penjual oleh-oleh di Jalan AY Patty, mengatakan, penurunan omzet terjadi sejak akhir 2018. ”Sekarang pendapatan sehari sekitar Rp 500.000. Itu paling banyak. Kalau dulu bisa dapat sampai Rp 2 juta per hari,” katanya.
Toko oleh-oleh sangat bergantung pada kunjungan wisatawan dan tamu dari Jakarta yang menghadiri kegiatan di Ambon. Seiring dengan kenaikan harga tiket, kunjungan ke Ambon berkurang. Penyelenggaraan kegiatan nasional di Ambon juga kian sedikit.
Toko oleh-oleh tidak membuat cendera mata sendiri. Mereka membeli dari produsen, lalu menjualnya. Ada juga yang menawarkan jasa memajang cendera mata. Mereka mendapat komisi dari hasil penjualan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maluku Theny Barlolo yang dihubungi beberapa waktu lalu meminta agar bisnis pariwisata yang terpuruk segera diselamatkan. ”Bisnis perhotelan sekarang lesu sekali,” ujarnya.
Theny mengatakan, banyak wisatawan yang datang ke Ambon irit membeli cendera mata karena mengkhawatirkan biaya bagasi. ”Pernah ada seorang wisatawan asing yang terpaksa meninggalkan cenderamata yang dia beli di Bandara Pattimura, Ambon. Alasannya, bagasi terlalu mahal. Ini pukulan untuk industri pariwisata,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada aplikasi penjualan tiket dalam jaringan, harga tiket dari Jakarta ke Ambon untuk Rabu dijual paling murah Rp 2,79 juta. Sebelumnya, hingga Agustus 2018, harga tiket pada rute itu pernah dijual Rp 900.000. Dengan begitu, biaya transportasi pesawat pergi-pulang sekitar Rp 5,6 juta. Biaya ini belum termasuk ongkos kapal Ambon-Banda pergi-pulang sebesar Rp 820.000.
Data yang dihimpun dari Dinas Pariwisata Provinsi Maluku menunjukkan, kunjungan wisatawan mancanegara bertambah dari waktu ke waktu. Pada 2016, jumlahnya 15.015 wisman, yang meningkat menjadi 18.075 wisman pada 2017, dan 18.979 wisman pada 2018. Namun, realisasi kunjungan pada 2019 diperkirakan akan turun hingga 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Kompas, 18/6/2019).
Merosot
Di Sumatera Barat, pelaku usaha toko oleh-oleh resah sejak kenaikan harga tiket pesawat serta biaya bagasi sebagian maskapai penerbangan sejak awal 2019. Omzet penjualan dan produksi oleh-oleh merosot dalam enam bulan terakhir, kecuali pada libur Lebaran beberapa waktu lalu.
Hirwan Hasan (45), salah satu pimpinan Pusat Oleh-Oleh Kripik Balado Mahkota cabang Air Tawar Padang, Rabu, mengatakan, jumlah pengunjung merosot akibat kenaikan harga tiket pesawat dan pemberlakuan bagasi berbayar. Akibatnya, omzet di tokonya merosot 50 persen.
”Dalam enam bulan terakhir, ibaratnya saya gali lubang terus. Untung saja ada libur Lebaran. Banyak perantau pulang sehingga lubang itu bisa tertutupi, meskipun masih impas,” kata Hirwan. Dagangan utama pusat oleh-oleh ini adalah keripik balado dan sanjai.
Menurut Hirwan, sejak harga tiket pesawat naik dan bagasi berbayar diberlakukan, jumlah pembeli oleh-oleh berkurang signifikan. Dalam situasi normal, satu pelanggan bisa membeli hingga 7 kilogram keripik, sedangkan saat ini hanya 3-5 kg.
Berdasarkan pantauan di toko itu, Rabu sore, tidak banyak pembeli oleh-oleh. Dalam dua jam, hanya ada dua-tiga pengunjung yang datang. Padahal, pada masa liburan sekolah ini, biasanya merupakan masa-masa ramai pembeli.
”Kenaikan harga tiket pesawat dan diberlakukannya bagasi berbayar sangat memukul sektor riil, seperti usaha oleh-oleh ini. Padahal, bisnis oleh-oleh sangat menjanjikan, apalagi Sumbar merupakan daerah pariwisata,” ujar Hirwan.
Kondisi serupa dirasakan pula oleh Widodo (47), produsen sekaligus pemilik usaha Kripik Balado Salsabila di Kubu Dalam Parak Karakah, Padang. Produksi ataupun penjualan keripik berbahan dasar singkong dan pisang di tempat Widodo merosot.
Dalam situasi normal, Widodo yang dibantu 10 pekerja dapat memproduksi 200 kg keripik per hari. Sejak kenaikan harga tiket pesawat dan diberlakukannya bagasi berbayar, produksinya turun menjadi 150 kg. Usaha kecil menengah itu biasanya memasok keripik untuk 10 toko oleh-oleh di Padang.
”Permintaan toko oleh-oleh berkurang. Biasanya toko meminta pasokan dua kali seminggu. Sekarang, kecuali Lebaran, hanya sekali seminggu, bahkan kurang,” kata Widodo.
Sebelumnya, sejumlah biro perjalanan wisata di Sumbar juga mengeluh karena terdampak kenaikan harga tiket pesawat, terutama yang fokus menggarap paket wisata domestik. Mahalnya harga tiket menyebabkan wisatawan menunda rekreasi atau mengalihkan tujuan wisata ke luar negeri dan lokasi lain yang bisa ditempuh dengan jalur darat.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumbar Ian Hanafiah mengatakan, sebagian besar biro perjalanan wisata di Sumbar fokus menggarap paket wisata ke luar negeri agar tetap bertahan.
Paket ke luar negeri, kata Ian, lebih diminati karena saat ini lebih murah. Perjalanan ke luar negeri sebagian besar dilayani maskapai penerbangan asing yang tidak memberlakukan kenaikan harga tiket. Tiket pesawat merupakan komponen termahal dari biaya jalan-jalan, mencapai 40 persen dari total biaya.
”Apa boleh buat, kami terpaksa menjual paket wisata ke luar negeri. Walaupun kami tahu itu merugikan negara karena devisa berkurang, itu harus dilakukan daripada bangkrut. Sementara, terpaksa kami lupakan idealisme,” kata Ian, yang juga pemilik Ero Tour and Travel.
Diatasi
Di Banten, jumlah penumpang pesawat berkurang seiring harga tiket pesawat yang melonjak. Pemerintah diharapkan dapat mengatasi harga tiket penerbangan yang tinggi itu.
Manajer Fungsi Asesmen dan Ekonomi Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Banten Jenidar Oseva seusai Konferensi Pers Laporan Perekonomian Provinsi Banten Periode Mei 2019 di Serang, Banten, Rabu, mengatakan, harga tiket pesawat di Banten naik sejak akhir tahun 2018.
Inflasi tiket tersebut meningkat 26,88 persen pada April 2019 dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Sementara, penumpang pesawat di Banten pada triwulan I-2019 berjumlah 6,22 juta orang. Mahalnya harga tiket pesawat menyebabkan jumlah penumpang turun 14,62 persen dibandingkan dengan triwulan I-2018.
Jenidar mengatakan, harga tiket beberapa maskapai penerbangan dan rute tertentu bisa meningkat hingga dua kali lipat. ”Kenaikan harga tiket pesawat sangat tinggi. Selama beberapa tahun terakhir, kenaikan itu sepertinya tak pernah setinggi sekarang,” ujarnya.
Secara umum, sektor transportasi di Banten terutama dengan kontribusi subsektor angkutan udara sangat berkaitan erat dengan aktivitas di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Tarif penumpang angkutan udara juga memengaruhi kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan di Banten.
Pada triwulan I-2019, kinerja usaha transportasi dan pergudangan hanya tumbuh 1 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018, yakni 5,27 persen.
Pejabat Sementara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Banten Erry P Suryanto mengatakan, harga tiket pesawat yang tinggi memengaruhi inflasi Banten. ”Jumlah barang yang dikirim dengan pesawat dan aktivitas pergudangan tentu ikut menurun,” ucapnya.
Komponen itu juga memperlambat pertumbuhan ekonomi Banten. Karena itu, komponen-komponen lain perlu diupayakan lebih aktif sehingga pertumbuhan ekonomi tetap positif. ”Jadi, bisa mengimbangi persoalan sektor transportasi, terutama angkutan udara,” ucapnya. (FRN/JOL/BAY)