Kekayaan dan keelokan seni budaya Nusantara membuat mahasiswa mancanegara dari berbagai belahan dunia jatuh hati. Mereka datang langsung untuk belajar bahasa Indonesia, menari dan bermain musik tradisional hingga mendalang wayang kulit.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·5 menit baca
Kekayaan dan keelokan seni budaya Nusantara membuat mahasiswa mancanegara dari berbagai belahan dunia jatuh hati. Mereka datang langsung untuk belajar bahasa Indonesia, menari, dan bermain musik tradisional hingga mendalang wayang kulit. Cinta yang mungkin belum dilakukan sebagian anak bangsa.
Selasa (18/6/2019) malam, peserta program Darmasiswa asal Hongaria, Zsuzsa Lehocz dan Takács Dániel, serta Yuliana Meneses Orduno dari Meksiko tampil mementaskan tari prawiro watang di gedung Teater Besar Gendhon Humardani, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Gerakan-gerakannya gagah, sambil membawa tombak panjang diiringi karawitan.
Tarian ini menjadi bagian dari pertunjukan Multicultural Arts the Journey of Darmasiswa, yang ditampilkan pada acara Pembekalan Kepulangan Mahasiswa Darmasiswa Tahun Akademik 2018/2019.
Multicultural Arts the Journey of Darmasiswa ini merupakan kolaborasi karya seni mahasiswa program Darmasiswa ISI Surakarta, ISI Yogyakarta, dan gabungan perguruan tinggi se-Yogyakarta. Semuanya jadi bentuk karya apresiasi terhadap budaya Indonesia yang telah mereka pelajari dan dituangkan dalam pertunjukan tari dan pedalangan.
Acara Pembekalan Kepulangan Mahasiswa Darmasiswa 2018/2019 di ISI Surakarta itu diawali sajian opera berjudul Arok the Godfather: Ken Dedes Soliloquy karya dosen ISI Surakarta, Wasi Bantolo, dengan para penari dari ISI Surakarta. Pihak ISI Surakarta ditunjuk menjadi tuan rumah kegiatan Pembekalan Kepulangan Mahasiswa Darmasiswa 2018/2019.
Dalam pentas kolaborasi itu, Zsuzsa tidak hanya menampilkan kepiawaiannya menari prawiro watang. Dia juga mendalang wayang kulit berdurasi pendek dengan lakon Gatotkaca Terbang. Misaki Kishi asal Jepang juga mendalang. Dia mementaskan adegan perang cakil.
Peserta Darmasiswa asal Jepang lainnya, Yuri Suzuki, tidak ingin ketinggalan. Dia menampilkan tari gambyong pareanom versi Pusat Kesenian Jawa Tengah. Yuri tampil memukau. Gerakan-geraknya luwes dan lincah. Tetabuhan gamelan yang dimainkan sebagian pemainnya adalah para peserta Darmasiswa, jadi teman akrabnya.
Zsuzsa mengaku terkesan dengan seni budaya Jawa. Setelah pertama menginjakkan kaki di solo, pada Agustus 2018 untuk belajar Karawitan di ISI Surakarta, Zsuzsa berusaha beradaptasi sekaligus menyelami kultur masyarakat Jawa di Solo.
”Saya datang ke sini pertama kali tanpa bisa berbahasa Indonesia dan tidak banyak mengetahui tentang seni budaya Jawa,” katanya.
Zsuzsa mengaku, selama 10 bulan menjadi mahasiswa Darmasiswa, telah sedikit banyak belajar seni karawitan, tari, dan mendalang. Baginya, budaya Jawa sangat elok, namun sekaligus juga rumit.
”Kalau mau belajar menari Jawa, harus tahu gerakan wayang. Kalau mau main wayang, harus bisa main musik Jawa. Saya coba sedikit-sedikit semua,” ujar Zsuzsa, dalam bahasa Indonesia.
Dalam waktu 10 bulan, Zsuzsa, yang semula sama sekali tak mengerti bahasa Indonesia, kini mulai fasih menggunakannya. Program Darmasiswa baginya merupakan kesempatan luar biasa untuk belajar seni dan budaya serta bahasa Indonesia.
”Saya akan kembali ke Indonesia kalau bisa. Saya berharap bisa kembali lagi ke sini,” ujar Zsuzsa kini menyukai sarapan soto.
Tidak hanya yang belajar di Solo, mahasiswa Darmasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia juga mementaskan tari-tarian di Pendopo Agung, Puro Mangkunegaran, Solo. Di antaranya tampil Amanda Rose Loveland (Amerika Serikat), Daria Zabelina (Rusia), Piengrawee Sirisook (Thailand), dan Aida Pereira Salukh (Timor Leste), yang membawakan tari jaipong kembang tanjung.
Daria Zabelina (20) mengaku tertarik mengikuti program Darmasiswa karena ingin datang langsung ke Indonesia. Selama tiga tahun, ia sudah belajar bahasa Indonesia di Jurusan Sastra Indonesia dan Filipina Universitas Negeri Saint Petersburg, Rusia.
”Sebelum tahun keempat saya di Universitas Negeri Saint Petersburg, saya ingin ke sini untuk mempraktikkan kemampuan bahasa Indonesia karena belajar di Rusia dan tinggal di sini sangat beda,” katanya.
Sepuluh bulan terakhir menjadi mahasiswa Darmasiswa, Daria mengikuti program Seni Tari di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Bandung. Ia belajar menari empat tarian sekaligus, yaitu jaipong keser bojong, jaipong kembang tanjung, tari merak, dan tari topeng.
”Saya sangat suka tari jaipong, tarian ini lebih cepat dari tarian yang lain, mungkin karena saya masih muda,” ujar Daria sambil tersenyum lepas.
Menurut Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suharti, Pembekalan Kepulangan Mahasiswa Darmasiswa di Solo diikuti 443 peserta dari total peserta Darmasiswa tahun akademik 2018/2019 sebanyak 679 peserta dari 82 negara. Di Indonesia, mereka belajar seni budaya dan bahasa Indonesia di 70 lembaga perguruan tinggi negeri dan swasta di daerah-daerah.
”Mereka adalah adalah duta-duta kita yang akan menjadi duta di negara mereka masing-masing untuk mengharumkan nama Indonesia,” katanya.
Menurut Suharti, semenjak program ini dimulai tahun 1974, hingga saat ini sudah ada 8.514 alumnus Darmasiswa yang tersebar di 126 negara. Untuk tahun akademik 2019/2020 telah diusulkan 1.042 peserta Darmasiswa. Dari jumlah itu, 670 di antaranya telah diterima di 70 lembaga perguruan tinggi.
Rektor ISI Surakarta Guntur mengatakan, pengenalan dan pengalaman tentang kekayaan seni, budaya, dan bahasa Indonesia selama mengikuti program Darmasiswa diharapkan dapat menjadi modal awal untuk terus berhubungan secara baik dan membangun citra positif Indonesia di negara asal alumni Darmasiswa. Alumni Darmasiswa menjadi duta-duta seni budaya Indonesia di negara asal masing-masing dan negara lainnya.
Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ananto Kusuma Seta mengapresiasi kemampuan para peserta Darmasiswa yang dalam waktu 10 bulan telah pandai berbahasa Indonesia, menari, memainkan gamelan, hingga mendalang. Namun, hal itu bukan tujuan utama program Darmasiswa. Seni dan budaya yang dipelajari itu hanyalah alat untuk menangkap nilai-nilai universal dalam kehidupan. Alumni Darmasiswa juga diharapkan menjadi duta-duta perdamaian dunia.
”Tugas kita bersama adalah untuk saling menghargai saling mencintai, saling menghormati satu dengan yang lain, dan membangun satu peradaban baru,” kata Ananta.