Pemerintah Putuskan Tiga Strategi Turunkan Harga Tiket Pesawat
Tiga strategi diambil pemerintah untuk menyikapi kenaikan harga tiket pesawat. Ketiga strategi itu adalah penurunan harga tiket penerbangan murah, insentif fiskal, dan kolaborasi dengan pelaku industri penerbangan selain maskapai.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga strategi diambil pemerintah untuk menyikapi kenaikan harga tiket pesawat. Ketiga strategi itu adalah penurunan harga tiket penerbangan murah, insentif fiskal, dan kolaborasi dengan pelaku industri penerbangan selain maskapai.
Strategi itu diambil juga dalam rangka menekan inefisiensi keuangan maskapai. Inefisiensi itu terutama disebabkan oleh besarnya biaya operasional maskapai.
Poin-poin itu mengemuka dalam evaluasi kenaikan harga tiket pesawat yang dibahas di rapat koordinasi terbatas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (20/6/2019), di Jakarta. Rapat itu antara lain dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, beberapa direktur jenderal kementerian terkait, pimpinan maskapai, dan otoritas bandara.
Darmin mengatakan, pemerintah tetap akan menjaga keberlangsungan industri penerbangan nasional. Namun, di sisi lain, masyarakat perlu memiliki pilihan penerbangan murah.
Menyikapi kenaikan harga tiket, pemerintah mengambil tiga strategi untuk mengakomodasi kedua kepentingan tersebut. Pertama, maskapai penerbangan akan menurunkan harga tiket penerbangan murah atau low cost carrier pada jam-jam yang kurang banyak diminati (non-prime time).
”Kewenangan teknis pada langkah pertama itu diserahkan kepada pihak maskapai. Dalam satu minggu ke depan, maskapai diminta mengkaji nilai penurunan tarif dan pilihan waktu penerbangan, kemudian melaporkannya kepada pemerintah,” kata Darmin.
Langkah kedua, lanjut Darmin, pemerintah akan memberikan insentif fiskal yang dapat meringankan biaya operasional maskapai. Insentif fiskal itu meliputi jasa persewaan, perawatan, dan perbaikan pesawat udara; jasa persewaan pesawat dari luar daerah pabean; serta impor dan penyerahan atas pesawat dan suku cadangnya.
”Saat ini, pemerintah tengah memfinalisasi regulasinya dan diharapkan selesai pada pekan depan atau akhir Juni ini,” kata Darmin.
Adapun strategi ketiga adalah pemerintah akan meminta keterlibatan korporasi-korporasi yang turut terlibat dalam industri penerbangan untuk berbagi beban. Korporasi-korporasi itu antara lain PT Pertamina (Persero), PT Angkasa Pura I (Persero), dan PT Angkasa Pura II (Persero).
Berbagi beban
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menambahkan, ketiga langkah yang diputuskan pemerintah itu bertujuan menopang efisiensi dalam biaya operasional maskapai. Komponen biaya operasional maskapai itu membutuhkan strategi efisiensi terbesar dalam pembentukan tarif tiket pesawat.
Jika dirinci, komponen biaya tersebut terdiri dari avtur sebesar 30-31 persen dari total biaya operasional, leasing atau sewa armada (20-24 persen), sumber daya manusia (14-16 persen), serta perawatan dan suku cadang (16-20 persen).
”Dalam operasional maskapai, jasa bandar udara (bandara) turut membentuk harga. Sebab, maskapai bukan satu-satunya pelaku dalam industri penerbangan,” katanya.
Untuk itulah, lanjut Susiwijono, pemerintah juga meminta korporasi-korporasi terkait berbagi beban dalam penciptaan efisiensi industri penerbangan. Pertamina telah diminta menurunkan harga avtur, sedangkan Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II menurunkan komponen biaya yang berdampak pada pembentukan harga tiket pesawat.
”Kami meminta perusahaan-perusahaan milik negara itu menentukan besaran penurunan komponen harga tersebut selama sepekan ke depan,” ujarnya.
Dalam rapat itu, pemerintah mengevaluasi pelaksanaan penerapan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Aturan itu telah menurunkan 12-16 persen tarif batas atas pada pertengahan Mei lalu.
Budi Karya Sumadi menegaskan, dari segi pelaksanaan regulasi, semua maskapai telah mematuhi. Namun, konsumen belum merasakan penurunan harga tiket pesawat.
”Keberlangsungan angkutan udara nasional harus kita jaga karena Indonesia merupakan negara kepulauan,” katanya.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sahala Lumban Gaol mengemukakan, BUMN yang terkait dengan industri penerbangan berkomitmen menurunkan komponen biaya. Hal ini diharapkan dapat berdampak positif pada keberlangsungan industri penerbangan nasional.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin menyatakan, jasa layanan bandara berkontribusi sebesar 5 persen terhadap pembentukan harga tiket pesawat. Jasa layanan tersebut meliputi biaya pendaratan, biaya parkir pesawat, biaya garbarata, biaya layanan check in, dan biaya layanan penumpang.
Penurunan biaya jasa itu menjadi momentum efisiensi dalam operasional layanan bandara. Ada sejumlah komponen biaya yang dapat disinergikan, seperti sistem tiket, penyederhanaan kantor operasional maskapai di bandara, dan ground handling.
”Untuk biaya ground handling, kami perkirakan dapat turun 10-20 persen. Untuk komponen biaya yang lain, kami akan membahasnya lagi,” kata Awaluddin.