Badan Penganggulanan Bencana Daerah Kabupaten Tegal memperkirakan kekeringan akan berdampak pada 98.324 jiwa di empat kecamatan di Kabupaten Tegal. Di Desa Sigentong, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, sebagian warga memanfaatkan air sungai yang dibendung untuk mengairi sawah, mandi, mencuci pakaian, bahkan untuk diminum.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tegal memperkirakan kekeringan akan berdampak pada 98.324 jiwa di empat kecamatan di Kabupaten Tegal. Di Desa Sigentong, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, sebagian warga memanfaatkan air sungai yang dibendung untuk mengairi sawah, mandi, mencuci pakaian, bahkan untuk diminum.
Berdasarkan pantauan Kompas, Kamis (20/6/2019), sebagian warga Sigentong mengambil air dari anak Sungai Cacaban, lalu memasukkannya ke dalam jeriken. Menurut warga, air tersebut akan digunakan untuk mencuci dan sebagian dikonsumsi.
Walim (66), warga Desa Sigentong, sudah sekitar satu bulan belakangan memanfaatkan air sungai untuk keperluan mencuci dan konsumsi. Padahal, air sungai keruh dan kotor.
”Air sungai ini nanti akan digunakan untuk mandi dan mencuci. Air yang akan dikonsumsi nanti diendapkan terlebih dahulu semalam biar tidak keruh. Setelah itu baru dimasak lalu bisa dikonsumsi,” kata Walim, sambil memasukkan air ke dalam jeriken, Kamis sore.
Walim mengatakan mengetahui bahwa air sungai tidak layak dikonsumsi, tetapi Walim tak punya pilihan lain. Setiap hari, Walim mengambil sekitar 6 jeriken air dengan ukuran masing-masing 5 liter. Jeriken-jeriken tersebut diangkut menggunakan gerobak menuju rumahnya yang berjarak sekitar 700 meter dari sungai.
Sementara itu, sekitar sebulan terakhir, para petani membendung aliran anak Sungai Cacaban di Desa Sigentong untuk mengairi sawah mereka. Air yang telah dibendung, kemudian dipompa dan dialirkan menuju sawah mereka yang berjarak sekitar 200 meter dari sungai. Untuk mengoperasikan mesin pompa, para petani iuran sekitar Rp 35.000 per orang per hari.
”Kalau tidak pakai air sungai susah sebab sawah di sini semuanya sawah tadah hujan. Padahal, hujan sudah tidak turun sejak satu setengah bulan lalu,” ucap Warja (52), petani di Desa Sigentong.
Adapun di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, sudah satu bulan belakangan warga mengeluhkan kesulitan mendapatkan air layak konsumsi. Air sumur warga semuanya asin dan tidak bisa dikonsumsi. Sebagian warga menggunakan air dari Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) sebagai alternatif selain air sumur.
Tanti (28), warga Desa Semedo, mengatakan, sudah sekitar sebulan belakangan, air dari Pamsimas mati-hidup. Untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih, Tanti dan sebagian warga harus membeli air dalam kemasan galon. Untuk air sekitar 19 liter, warga harus membeli seharga Rp 10.000-Rp 20.000 bergantung pada merek yang diinginkan.
”Dalam sehari, saya membeli sedikitnya 2 galon. Air galon tersebut digunakan untuk memasak dan minum,” kata Tanti.
Sementara itu, untuk keperluan mandi dan mencuci, Tanti memilih menumpang di rumah mertuanya di Desa Jatibogor, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal. Di desa tersebut, air sumur masih keluar, airnya juga tidak asin seperti air di Desa Semedo. Jarak antara rumah Tanti dan Desa Jatibogor sekitar 7 kilometer.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tegal Tedjo Kisworo mengatakan, kemarau akan terjadi hingga September mendatang. Sementara puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus. Meski demikian, dampak kekeringan sudah mulai dirasakan sebagian masyarakat Kabupaten Tegal sejak awal Mei.
Menurut Tedjo, ada 98.324 jiwa dari 24.581 keluarga di empat kecamatan yang diperkirakan terdampak kekeringan pada musim kemarau ini. Empat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Suradadi, Warureja, Kedungbanteng, dan Kecamatan Jatinegara. Meski demikian, kemungkinan perluasan dampak kekeringan ke kecamatan lain juga bisa terjadi.
”Untuk mengantisipasi adanya kekeringan yang meluas, BPBD bekerja sama dengan berbagai instansi menyediakan dan menyalurkan air bersih bagi warga terdampak. Saya sudah mengimbau semua camat dan lurah di Kabupaten Tegal agar segera melapor apabila ada kekeringan di daerahnya sehingga kami bisa langsung mengantar bantuan air ke daerah-daerah tersebut,” kata Tedjo.
Selama Juni, sudah ada dua desa yang meminta bantuan air bersih, yakni Desa Kertayasa, Kecamatan Kramat, dan Desa Kertasari, Kecamatan Suradadi. BPBD membantu menyediakan air masing-masing sekitar 5.000 liter untuk dua desa tersebut.
Untuk mengatasi persoalan kekeringan di Kabupaten Tegal, BPBD Kabupaten Tegal telah menyiapkan anggaran Rp 50 juta. Jumlah tersebut belum ditambah dengan bantuan yang biasanya datang dari kepolisian, Palang Merah Indonesia, dan instansi lain.