KONAWE, KOMPAS Pemerintah pusat memprioritaskan pembangunan dua bendungan di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Bendungan ini diharapkan menjadi penampung air untuk mencegah banjir yang lebih besar. Meski demikian, penyebab utama banjir harus dipastikan dan diselesaikan.
Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Kamis (20/6/2019), saat meninjau lokasi banjir di Konawe, dua bendungan itu adalah Bendungan Ameroro dan Bendungan Pelosika.
”Pada tahun ini akan ditenderkan Bendungan Ameroro sebagai bagian dari 49 bendungan baru yang menjadi target kami. Bendungan itu berkapasitas 40 juta meter kubik. Tahun 2020 akan dibangun bendungan lebih besar, Bendungan Pelosika, di sungai utama Konawe,” tuturnya.
Dalam peninjauan itu, hadir pula sejumlah anggota Komisi V DPR, Gubernur Sultra Ali Mazi, dan Deputi Operasi Basarnas Mayjen Nugroho Budi Wiryanto. Ratusan rumah dan sejumlah titik jalan masih terendam dengan ketinggian air hingga 1 meter.
Basuki menyatakan, satu bendungan lain, Bendungan Ladongi di wilayah Kolaka Timur, sedang dibangun dan sudah mencapai 50 persen. Jika ketiga bendungan selesai, diharapkan penanganan banjir menjadi lebih mudah. Air akan ditampung di bendungan terlebih dahulu untuk diatur dan dilepaskan ke sungai.
”Untuk rencana jangka pendek, akan dibuat tanggul-tanggul penahan di sejumlah lokasi yang saat ini jebol atau tepian sungai yang tergerus air,” kata Basuki. Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hadi Suprayogi menambahkan, Bendungan Ameroro mulai ditenderkan pada Agustus mendatang. Nilai proyek bendungan ini Rp 1,2 triliun.
Saat ini Bendungan Pelosika sedang didesain. ”Menurut rencana, itu pinjaman. Nilainya sedang disusun dan merupakan proyek multiyears. Daya tampungnya bisa 800 juta meter kubik. Kami berharap warga dan pemerintah bisa membantu terkait lokasi,” kata Hadi. Rencana pembangunan Bendungan Pelosika sebelumnya banyak mendapat penolakan karena luasnya wilayah yang akan tergenang nantinya.
Dengan pembangunan sejumlah bendungan, kata Hadi, pengendalian banjir akan lebih baik. Meski demikian, banjir tidak akan hilang sama sekali. Terlebih jika daerah hulu rusak dan hutan digantikan pertambangan atau kebun kelapa sawit. Karena itu, semua sektor perlu bekerja sama untuk pencegahan banjir.
Atasi penyebab banjir
Ridwan Bae, anggota Komisi V DPR, menyoroti penyebab utama terjadinya bencana banjir terparah di wilayah Sultra. ”Tidak hanya memberikan bantuan, tetapi juga harus ditangani masalah yang menjadi penyebab banjir. Apakah izin- izin perusahaan yang dikeluarkan sudah benar? Apakah tambang memengaruhi banjir? Itu harus didalami,” ujarnya.
Ridwan mendorong ada tim khusus guna mencari penyebab utama banjir. Sejumlah kementerian, seperti KLHK, ESDM, Kementerian Pertanian, juga akademisi dan pemerintah daerah, perlu bersama-sama melakukan kajian serta penelitian.
Banjir masih menggenangi empat kabupaten di Sultra, yakni Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur. Pemerintah Provinsi Sultra memperkirakan biaya perbaikan infrastruktur pascabencana hampir Rp 700 miliar. Banjir parah ini diduga kuat akibat rusaknya kawasan hulu serta kritisnya daerah aliran sungai (DAS) akibat industri pertambangan dan perkebunan skala besar.
Gubernur Sultra Ali Mazi mengatakan tidak akan menerka penyebab banjir sebelum ada penelitian. Ia akan melibatkan banyak akademisi, ahli, konsultan, juga kementerian untuk melakukan riset dan analisis penyebab banjir.
”Kami analisis dulu penyebabnya. Izin (tambang) ada 393, tetapi yang beroperasi sekitar 10. Yang clean and clear (CnC) sekitar 60 persen,” katanya. Terkait masih banyaknya perusahaan pertambangan yang belum CnC, ia berjanji akan mencabut izin pertambangan sesuai saran dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Bupati Konawe Utara Ruksamin menuturkan, banjir parah yang meluluhlantakkan wilayahnya menimbulkan dampak besar di sejumlah sektor. Selain korban mengungsi dan rumah yang terendam air, sebanyak 370 rumah hanyut akibat banjir. Kerugian akibat banjir ditaksir mencapai Rp 674 miliar.
”Korban terdampak banjir 18.765 keluarga atau 31 persen dari jumlah penduduk kami. Semuanya berupaya kami atasi. Evakuasi oleh tim SAR serta bantuan dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan sejumlah instansi lain sangat membantu kami,” katanya. (JAL)