Kreativitas dari Gambut
Upaya Badan Restorasi Gambut mengajak masyarakat memanfaatkan potensi ekonomi dari serat alam yang dihasilkan dari rawa lahan gambut dinilai efektif mencegah kerusakan lahan gambut.
Rahmawati (38) memperhatikan anyamannya yang mulai berbentuk dengan saksama. Perlahan tetapi pasti helai demi helai tanaman purun (Eleocharis sp) terus dirangkai. Anyaman itu membentuk sebuah tas kecil.
Sesekali Rahmawati, warga Desa Bararawa, Kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, bertanya kepada Khadijah (64), warga Desa Tampakang, Kecamatan Paminggir, yang duduk di sampingnya, cara menuntaskan anyamannya. ”Ulun (saya) hanyar (baru) kali ini mengikuti pelatihan. Sebelumnya, kada (tidak) tahu menganyam tas purun kayak begini,” ujar Rahmawati.
Ia mengikuti lokalatih pengembangan kerajinan anyaman purun dan bamban (Donax canniformis), serta pembuatan kain sasirangan menggunakan teknik pewarnaan alami di Desa Darussalam, Kecamatan Danau Panggang, Hulu Sungai Utara, Sabtu (25/5/2019).
Lokakarya dan pelatihan yang dipusatkan di Desa Darussalam, 20-25 Mei 2019, diselenggarakan Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut. Sebelum mengikuti pelatihan, keseharian Rahmawati adalah petani. Menganyam tikar purun hanya sebagai usaha sampingan. Tikar purun ukuran 80 cm x 130 cm dijual Rp 4.000 per lembar. Dalam sehari ia bisa membuat 2-3 lembar tikar purun.
Pekerjaan membuat tikar purun juga ditekuni Jaleha (45), warga Desa Kabuau, Kecamatan Kuripan, Barito Kuala. ”Sekarang ini tidak hanya bisa bikin tikar, tetapi juga sudah mulai membuat tas, bakul, dan topi dari purun,” ujarnya. Menurut Khadijah, hasilnya lumayan buat menambah penghasilan keluarga. Ia bisa mendapat Rp 300.000 sebulan.
Dalam pelatihan kali ini, warga dibimbing desainer Indonesia, Merdi Sihombing dari Eco Fesyen. Menurut Merdi, potensi ekonomi kreatif di Hulu Sungai Utara sangat luar biasa. Bahan bakunya melimpah dan warga juga sudah terampil menganyam purun atau membuat kain sasirangan.
”Saya tinggal mengajari mereka membuat produk yang bagus. Ibarat ikan, mereka sebenarnya sudah bisa berenang, tinggal bagaimana membuat airnya jernih, arusnya bagus, serta ikan-ikannya jadi sehat dan cantik,” ucapnya.
Banyak potensi
Menurut Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG Myrna Asnawati Safitri, lahan rawa gambut punya banyak potensi serat alam yang bisa dikembangkan menjadi produk-produk mode bernilai tinggi. Sejak 2017, pihaknya mengadakan pelatihan untuk masyarakat di Sumatera dan Kalimantan yang tinggal di sekitar lahan gambut.
Pada 2018, 18 perajin dari sembilan desa binaan dalam program Desa Peduli Gambut di Kalsel berkesempatan mengikuti pelatihan yang dipandu perajin anyaman dari Yogyakarta. Selama tiga hari pelatihan di Kalsel, mereka menghasilkan 50 kerajinan purun berupa tas, dompet, topi, tatakan piring, dan keranjang.
”Di tahun yang sama (2018), 10 perajin dari Desa Tampakang (Hulu Sungai Utara) dan Desa Asia Baru (Barito Kuala) juga diikutsertakan dalam pelatihan di Kulon Progo, Yogyakarta. Di sana mereka belajar membuat kerajinan dari purun, bamban, dan eceng gondok menjadi perkakas rumah tangga,” kata Myrna.
Pelatihan dan pemberdayaan di Kalsel dilakukan seiring upaya merestorasi gambut seluas 38.762 hektar. Lahan gambut tersebut berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Tabalong. Kegiatan restorasi gambut ditargetkan selesai pada 2020.
Kegiatan dalam program Desa Peduli Gambut di antaranya penempatan fasilitator di setiap desa, pemetaan sosial dan partisipatif, perencanaan program desa, pelatihan untuk meningkatkan inovasi masyarakat lokal, serta pemberdayaan organisasi lokal desa.
”Melalui program itu, kami mengajak masyarakat tetap menjaga gambut. Ketika masyarakat mengetahui apa saja yang bernilai ekonomi tinggi di lahan gambut, mereka akan terdorong menyelamatkannya,” kata Myrna.
Di Kalsel saat ini sudah terbentuk 26 Desa Peduli Gambut. Warga di desa-desa tersebut berperan penting dalam mencegah kebakaran lahan gambut. Berdasarkan catatan BRG, luas kebakaran lahan gambut di area target restorasi gambut di Kalsel berkurang dari 12.739 ha pada 2015 menjadi 40 ha pada 2019.
”Kalau gambut dibiarkan, potensi terbakarnya tinggi. Ketika purun di atasnya terbakar, lahan gambut di bawahnya juga ikut terbakar. Untuk memadamkan kebakaran gambut, diperlukan waktu yang sangat lama,” ujar Myrna.
(JUMARTO YULIANUS)