Masalah Perbatasan Sumba Barat Daya dan Sumba Barat Akhirnya Selesai
Masalah tapal batas antara Kabupaten Sumba Barat dengan Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur berlangsung sejak 2007 akhirnya diselesaikan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
TAMBOLAKA, KOMPAS — Masalah tapal batas antara Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, berlangsung sejak 2007 akhirnya diselesaikan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur. Permintaan warga desa Karang Indah agar bergabung dengan Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, disetujui. Pemkab Sumba Barat pun menyetujui aspirasi masyarakat desa Karang Indah.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat ketika memimpin pertemuan menyelesaikan tapal batas Sumba Barat (SB) dan Sumba Barat Daya (SBD) di Tambolaka, Jumat (21/6/2019), mengatakan, masalah perbatasan jangan diulur-ulur. Pemerintah mempunyai kewajiban menyelesaikan masalah itu sepanjang masyarakat percaya dan taat pada keputusan pemerintah.
”Kalau masyarakat percayakan kepada pemerintah, mari kita selesaikan bersama. Apa yang diputuskan hari ini merupakan keputusan bersama. Jika ada yang berkeberatan, silakan menyampaikan pendapat hari ini. Jangan setelah keluar dari tempat ini, kemudian menyampaikan komentar atau pendapat melalui media massa atau media sosial,” katanya.
Laiskodat kemudian meminta peta batas antara SB dan SBD untuk dipelajari bersama. Kemudian mengajak bupati kedua kabupaten dengan perwakilan tokoh masyarakat masing-masing untuk bertemu secara khusus. Permasalahan tapal batas yang diperebutkan SB dan SBD menyangkut status administratif Desa Karang Indah dan beberapa titik batas di wilayah itu.
Gubernur merinci letak garis batas kepada masyarakat dan bupati kedua kabupaten, dan seluruh aparat negara dari dua kabupaten itu. Ia pun meminta penjelasan dari bupati kedua pihak, kemudian tokoh masyarakat dari masing-masing pihak. Mereka menerangkan soal status desa dan sejumlah titik batas yang dipersoalkan.
Bupati SB Niga Dapa Wole mengatakan, jika masyarakat Desa Karang Indah ingin bergabung dengan SB, Pemda SB siap menerima, dan membangun desa itu, termasuk menyelesaikan hak-hak mereka sebagai warga negara.
Mendengar pernyataan tersebut, ratusan warga Karang Indah yang mendengar pernyataan itu sontak berteriak, ingin bergabung dengan SBD, bukan SB. Suasana pun menjadi riuh dan kacau.
Laiskodat pun meminta masyarakat diam, dan duduk dengan tenang. Agar masalah perbatasan itu segera diselesaikan, semua pihak harus memahami bersama, kemudian menyerahkan kepada pemerintah untuk memutuskan. Sontak masyarakat Karang Indah sekitar 150 orang itu berteriak, bergabung dengan SBD.
Laiskodat menegaskan, dirinya hadir di tengah masyarakat dan Pemkab SBD dan SB untuk menyelesaikan masalah. Apa yang diputuskan hari ini merupakan keputusan bersama. Keputusan ini sesuai aspirasi dan tuntutan mayoritas warga.
”Warga Desa Karang Indah masuk wilayah SBD. Dengan ini masalah perbatasan antara SB dan SBD diselesaikan. Mari kita patok tapal batas sebagai tanda berakhirnya perebutan perbatasan ini,” katanya.
Warga Desa Karang Indah masuk wilayah SBD. Dengan ini masalah perbatasan antara SB dan SBD diselesaikan. Mari kita patok tapal batas sebagai tanda berakhirnya perebutan perbatasan ini.
Dengan demikian, tugas Pemkab SBD kini membangun Desa Karang Indah di berbagai aspek, seperti jalan, perumahan, air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan perkebunan.
Selain itu, gubernur juga menentukan tapal batas kedua kabupaten di beberapa titik. Laiskodat bersama bupati dan pihak terkait dari SB dan SBD langsung mematok tapal batas.
Selama ini status Desa Karang Indah diperebutkan Pemkab SB dan SBD. Sebagian kecil warga memilih bergabung dengan SB, sebagian besar memilih bergabung dengan SBD. Saat pelaksanaan pemilihan umum, terutama pemilihan bupati dan anggota DPRD, perebutan terhadap hak pilih warga di desa ini cukup rumit.
Bupati SB Niga Dapa Wole mengatakan mendukung hasil keputusan tersebut. Dengan ini, permasalahan tapal batas antara SB dan SBD selesai. Masyarakat pun menjadi lebih tenang, dan aman membangun desa.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pembangunan Daerah Perbatasan NTT Linus Lusi mengatakan, kedua daerah ini memiliki adat dan budaya yang sama, yakni pasola. Setiap tahun warga dari Pemkab SB dan SBD memperagakan perang tanding pasola ini.
Sebelumnya, Gubernur Laiskodat juga menyelesaikan masalah perbatasan antara Ngada dan Manggarai Timur yang sudah berlangsung 41 tahun silam. Masih ada beberapa perbatasan yang dipersoalkan masing-masing pihak, yakni Flores Timur dengan Sikka, Timor Tengah Selatan dengan Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang dengan Kota Kupang.
”Lebih rumit lagi adalah masalah perbatasan antara RI dan Timor Leste. Tetapi, ini bukan kewenangan pemprov. Ini tugas antara Pemerintah RI dan Pemerintah Timor Leste,” kata Lusi.