PT Jakarta Propertindo mengelola Pulau D berdasarkan Pergub No 120/2018 dan Pergub No 206/2016. Belum ada titik temu dari pro-kontra Pergub No 206/2016.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
PT Jakarta Propertindo mengelola Pulau D berdasarkan Pergub No 120/2018 dan Pergub No 206/2016. Belum ada titik temu dari pro-kontra Pergub No 206/2016.
JAKARTA, KOMPAS — PT Jakarta Propertindo atau Jakpro, perusahaan daerah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, adalah pengelola resmi Pulau D atau Pantai Maju, pulau hasil reklamasi.
Dalam mengelola pulau hasil reklamasi di pantai utara Jakarta itu, Jakpro berlandaskan pada Peraturan Gubernur (Pergub) Penugasan Nomor 120 Tahun 2018 dan Pergub Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Hanief Arie Setianto, Direktur Pengembangan Bisnis PT Jakarta Propertindo, Kamis (20/6/2019), menjelaskan, Jakpro mendapat penugasan mengelola lahan hasil reklamasi melalui Pergub No 120/2018 itu tentang penugasan kepada Jakpro dalam pengelolaan tanah hasil reklamasi pantai utara Jakarta.
Melalui pergub itu, Jakpro akan mengelola utamanya dua hal. Dua hal tersebut adalah lahan pengelolaan lahan kontribusi dan kerja sama pengelolaan sarana prasarana utilitas umum. Peruntukannya dijelaskan dalam pergub adalah untuk masyarakat terdampak.
Terkait pengelolaan lahan kontribusi, Pergub No 206/2016 menjadi landasan hukumnya.
Lahan kontribusi merupakan lahan yang diberikan pengembang kepada Pemprov DKI sesuai aturan dalam Pergub No 206/2016. Luasannya mencapai 20 hektar.
Adapun untuk pengelolaan fasum fasos, Jakpro perlu membahasnya bersama pengembang. Lalu supaya pengelolaan dan perencanaan bisa pas antara Jakpro dan pengembang, sekarang sedang membahas secara intens rumusan perjanjian kerja sama.
Terkait pengelolaan juga penerbitan IMB berdasarkan Pergub No 206/2016 beserta rencana Pemprov DKI menyatukan lahan hasil reklamasi ke dalam daratan DKI, belum ada penjelasan resmi dari Pemprov DKI Jakarta.
Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah menyarankan media menunggu penjelasan tertulis. Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi yang ditemui saat halalbihalal DPRD dan Pemprov DKI, Selasa (18/6/2019), memilih tidak berkomentar. Saat dihubungi via pesan singkat, kemarin, juga tidak merespons.
Ketua Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Santoso, yang juga dari Fraksi Demokrat, menyatakan masih mau melihat dulu.
”Kan, gubernur ada TGUPP (tim gubernur untuk percepatan pembangunan) tentang masalah harmonisasi perundang-undangan bidang hukum, ya. Makanya kami belum bisa terburu-buru menyatakan kalau itu salah atau benar,” kata Santoso.
Pro-kontra
Anies, seperti dikutip dari berita Kompas (20/6/2019), menjelaskan, Pergub No 206/2016 membuat bangunan di atas tanah reklamasi Pulau D memiliki dasar hukum. Padahal, pulau itu belum ada dalam perda rencana detail tata ruang (RDTR).
Anies tak mencabut pergub tersebut karena mau tidak mau pengembang telah menjadikan Pergub No 206/2016 sebagai dasar membangun. Pencabutan pergub itu tak hanya memiliki konsekuensi pembongkaran terhadap gedung-gedung terbangun, tetapi juga hilangnya kepastian hukum.
Namun, Ketua Harian Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia Martin Hadiwinata, Kamis (13/6/2019), mengatakan, IMB harus memiliki dasar hukum. Dalam hal ini, harus ada peraturan daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta.