Keberadaan Stadion Utama Papua Bangkit di Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, dapat menjadi ikon olahraga bertaraf internasional setelah Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta Pusat.
Oleh
Denty Piawai Nastite
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Keberadaan Stadion Utama Papua Bangkit di Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, dapat menjadi ikon olahraga bertaraf internasional setelah Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta Pusat. Stadion yang disiapkan untuk menyukseskan Pekan Olahraga Nasional 2020 ini mampu menampung 40.000 penonton.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan, Stadion Utama Papua Bangkit dibangun bertaraf internasional dan sesuai standar FIFA.
”Saya menyaksikan sendiri bahwa pembangunan dilakukan sesuai standar yang ditetapkan. Stadion ini akan menjadi ikon baru setelah Gelora Bung Karno karena standarnya sudah dunia,” ujar Imam saat mengunjungi Stadion Utama Papua Bangkit, Jumat (21/6/2019).
Selain mengunjungi stadion utama, Imam juga melihat proses pembangunan Istora dan Stadion Akuatik yang letaknya berdekatan. Setelah itu, Imam melihat pengerjaan lapangan bisbol dan sofbol. Kunjungan diakhiri dengan rapat kerja bersama perwakilan pemerintah daerah dan PB PON.
Pembangunan Stadion Utama Papua Bangkit dilakukan sejak akhir 2016. Secara keseluruhan, pembangunan telah mencapai 100 persen. Saat ini pekerja sedang menyelesaikan penataan kawasan di Kampung Harapan agar multifungsi.
Stadion Utama Papua Bangkit dilengkapi dengan kursi tribune single seat, lampu LED dan papan skor elektronik, serta pengeras suara.
Lintasan atletik
Selain sebagai tempat untuk menggelar laga sepak bola, stadion ini juga dilengkapi dengan lintasan atletik. Berbeda dengan Gelora Bung Karno yang memiliki 10 lintasan lari, di Papua Bangkit ada delapan lintasan lari. Standar internasional berlaku tidak hanya untuk fasilitas sepak bola, tetapi juga atletik.
Selanjutnya, menurut Imam, yang lebih penting adalah memastikan pengelolaan arena setelah PON. Ia mengusulkan ada lembaga pengelolaan fasilitas olahraga daerah untuk memastikan keberlanjutan penggunaan arena bekas PON 2020. Fasilitas bekas Asian Games 2018, misalnya, dikelola oleh Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno.
”Kita tahu, setelah PON akan ada lebih banyak tantangan, yaitu bagaimana mengelola venue yang bagus ini agar dapat dimanfaatkan dengan baik, dirawat, sekaligus menjadi tempat lahirnya atlet-atlet baru pasca-PON nanti. Kalau bisa, setelah PON berakhir, tidak ada transisi untuk pengelolaan fasilitas olahraga,” tutur Menpora.
Imam menyebutkan, perawatan arena juga penting sebagai persiapan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 dan Piala Dunia 2034.
Pemimpin Proyek Stadion Papua Bangkit Dwi Aji Wicaksono mengatakan, stadion utama dibangun dengan standar yang lebih baik daripada Gelora Bung Karno. Lampu LED yang dipasang, misalnya, berkapasitas 1.800 lux. Kapasitas lampu ini lebih baik daripada yang ada di Gelora Bung Karno, yaitu 1.200 lux.
Stadion Utama Papua Bangkit dibangun dengan standar yang lebih baik daripada Gelora Bung Karno.
Lampu LED didatangkan dari Jerman. Papan penunjuk skor berasal dari Italia. Sementara peralatan sistem waktu didatangkan dari Swiss. Perlengkapan pertandingan ini telah memiliki sertifikasi internasional.
Tantangan pembangunan antara lain terletak pada proses pemesanan material dan waktu yang ditempuh untuk pengiriman barang. ”Hanya material alam yang berasal dari Papua. Kebutuhan lainnya seperti kerangka besi dan atap didatangkan dari Surabaya dan Jakarta. Proses pengiriman barang dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Jayapura bisa memakan waktu dua bulan,” lanjut Aji.
Sebelum membangun stadion utama, tim pembangunan harus melakukan uji rancangan di London, Inggris. Pekerja harus secara rinci mempertimbangkan tekanan angin karena stadion ini dibuat di daerah zonasi dataran tinggi. Hasil pengujian diterjemahkan pada rancangan struktur atap.