Ribuan warga di Kabupaten Tegal dan Gunung Kidul mulai terdampak kekeringan dalam dua bulan terakhir. Kekeringan berpotensi meluas dalam dua bulan ke depan.
SLAWI, KOMPAS Kekeringan melanda sebagian Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, sehingga ribuan warga kesulitan mendapatkan air bersih. Mereka terpaksa membendung sungai dan mengonsumsi airnya untuk kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan pantauan di Desa Sigentong, Kecamatan Warureja, Kamis (20/6/2019), warga mengambil air dari anak Sungai Cacaban di Desa Sigentong, lalu memasukkannya ke jeriken. Air sungai itu keruh dan kotor.
”Air sungai ini untuk mandi, mencuci, dan memasak. Air yang akan dikonsumsi nanti diendapkan dahulu semalam, biar tidak keruh,” kata Walim (66), salah seorang warga. Setelah itu, ujarnya, air dimasak, lalu dipakai untuk memasak dan minum. Walim sadar bahwa air sungai tak layak dikonsumsi. Namun, ia dan para warga tak punya pilihan lain.
Setiap hari, ia mengambil sekitar 6 jeriken air, masing-masing berkapasitas 5 liter. Jeriken diangkut menggunakan gerobak menuju rumahnya yang berjarak sekitar 700 meter dari sungai. Rutinitas itu ia jalani sebulan terakhir.
Petani di Desa Sigentong juga terdampak kekeringan. Mereka menyiasati dengan membendung anak Sungai Cacaban, lalu memompa dan mengalirkan ke sawah. Untuk mengoperasikan mesin pompa, mereka iuran Rp 35.000 per orang per hari. ”Kalau tidak pakai air sungai susah karena semua sawah di sini tadah hujan. Padahal, hujan sudah tidak turun sejak satu setengah bulan lalu,” kata Warja (52), petani setempat.
Secara terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tegal Tedjo Kisworo mengatakan, dampak kemarau dirasakan sebagian warga sejak awal Mei. Diperkirakan ada 98.324 jiwa dari 24.581 keluarga di empat kecamatan yang terdampak kekeringan pada musim kemarau yang diprediksi bakal terjadi hingga Agustus 2019.
Empat kecamatan itu adalah Suradadi, Warureja, Kedungbanteng, dan Jatinegara. Dampak kekeringan dimungkinkan meluas ke kecamatan lain.
”Untuk mengantisipasi meluasnya kekeringan, BPBD bekerja sama dengan berbagai instansi untuk menyediakan dan menyalurkan air bersih bagi warga terdampak. Semua camat dan lurah diimbau segera melapor jika ada kekeringan di daerahnya sehingga bantuan air bersih bisa disalurkan ke daerah-daerah itu,” kata Tedjo.
Selama Juni, BPBD Kabupaten Tegal menyalurkan 10.000 liter air bersih di Desa Kertayasa, Kecamatan Kramat, dan Desa Kertasari, Kecamatan Suradadi. BPBD juga menyiapkan dana Rp 50 juta untuk antisipasi dampak kekeringan. Jumlah tersebut belum ditambah dengan bantuan dari instansi lain, seperti kepolisian dan Palang Merah Indonesia.
Gunung Kidul
Sebagian warga di lima kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, juga mulai kesulitan mendapatkan air bersih. Bak penampung air hujan milik Wakinem (60), warga Desa Pucung, Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul, misalnya, sudah kering.
Sementara jaringan air PDAM belum sampai ke rumahnya. Ia pun terpaksa membeli air bersih dengan harga Rp 80.000 per tangki ukuran 5.000 liter guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.”Satu tangki air ini hanya cukup untuk 10 hari,” katanya. Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Edy Basuki mengatakan, bantuan air bersih sudah disalurkan ke lima kecamatan tersebut sejak 1 Juni. (XTI/HRS/DRA)